Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Adios (1); Yoji, Jepang Palsu

17 Oktober 2021   08:01 Diperbarui: 17 Oktober 2021   08:04 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ku simpan sebait puisi di atas, ketika pagi itu tiba. Sebatas harapan untuk mendapatkan Naomi, kumelepas semua kerinduan dalam hatiku akan cinta dari seorang perempuan seperti Naomi. Cantik, pintar, kreatif, dan memiliki segudang prestasi. Naomi, perempuan keturunan Tionghoa yang memiliki perawakan menarik. Putih, sipit, dan semampai, persis seperti asli orang Tionghoa. Tidak tahu mengapa, dulu, aku langsung jatuh cinta pada Naomi pada pandangan pertama. Dan aku pun langsung mendekatinya kemudian resmi berpacaran pada saat kami duduk di semester pertama alias kelas satu SMA.

Pada waktu itu, kami benar-benar dimabuk asmara. Bahkan teman-teman menganggap kami putri dan pangeran di sekolah.Pasangan yang serasi, sempurna, dan luar biasa. Bukannya aku sok atau PD alias percaya diri tetapi itulah kenyataannya. Kami memiliki persamaan dalam fisik, sama-sama memiliki mata sipit. Kami pun suka saling bekerja sama dalam hal pelajaran sehingga kami saling kejar dalam juara umum di sekolah. Tapi mungkin Tuhan berkehendak lain. Aku putus dengan Naomi ketika kami memasuki kelas tiga. Alasannya, kami berpacaran secara backstreet dan ketahuan orang tua. Dan ya begitu sampai saat ini. Akhirnya saat ini kami jalan sendiri-sendiri dengan konsentrasi pada sekolah. Tuhan Mahaadil. Ada hikmahnya dari peristiwa itu, dengan putusnya tali cinta antara aku dan Naomo maka aku bisa berkonsentrasi terhadap pelajaran sekolang untuk menjulang prestasi lagi.

"Woi...kalian sudah belajar matematika untuk ulangan hari ini?" Vandi membuat jantungku mau terlepas lagi. Hari ini begitu apes. Sudah dua kali diriku mau mati karena terkejut oleh dua orang teman baikku.

"Ji, gimana?" Lanjut Vandi.

"Kamu memang benar Van, aku harus memiliki kebebasan, setidaknya untuk kali ini. Aku harus lulus dan tidak mau gagal seperti kakakku." Jawabku sambil menyeruput juice alpukat sampai kosong gelasnya.

"Eh kalian sedang membicarakan apa?" tanya Zaky keheranan.

"Nanti juga kamu tahu. Ayo kita masuk kelas."

Kami bertiga pun nyelonong dari kantin. Aku melewati bangku yang diduduki Naomi dan menyapanya sambil menyiratkan senyum. "Hai" sapaku. Yoga Aji Pratama, Muhammad Zaky Davalasyah, dan Vandi Akbar, yang menjalin persahabatan sejak sekolah di SMP. Sampai saat ini kami bertiga sudah saling mengenal dan sudah menjadi satu kesatuan yang ujungnya sudah seperti keluarga.

Mereka berdua mengetahui buruknya keluargaku karena aku sering menceritakannya untuk meringankan beban pikiranku. Dan untuk hari ini pun begitu. Aku ceritakan semua peristiwa yang terjadi di rumahku.

"Ya sudah Yoji, tindakanmu sudah benar." Vandi membakar motivasi dalam tindakanku.

"Tapi Ji, nanti kamu diusir seperti kakakmu itu." Zaky memperingatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun