Mohon tunggu...
Delicia
Delicia Mohon Tunggu... profesional -

GP, White Lily

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Anakmu di Ujung Maut

18 Desember 2015   15:57 Diperbarui: 18 Desember 2015   17:03 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seringkali ada tangisan menggetarkan hati dalam ruangan praktek saya, mulai dari kasus seperti kejang demam, kecelakaan ringan ataupun kasus yang memang sudah diujung tanduk, dimana kematian sudah mengintai di depan mata. Tangis penuh harap, sampai tangisan keputusasaan seringkali menggoncang hati dan perasaan. Ada yang sampai memohon-mohon bahkan bersimpuh dikaki agar anaknya bisa diselamatkan. Segala upaya pasti dilakukan, namun semuanya kembali pada keputusan sang pencipta yang empunya hidup itu sendiri.

Ketika buah hati kita sakit dan kita melihatnya begitu menderita, ketika ia tidak bisa makan dan minum, dia muntah, diare, demam tidak kunjung turun, kejang, bahkan koma.. perasaan kita begitu terpukul. Terkadang anak walaupun sudah dibawa berobat belum juga ada perbaikan malah semakin buruk oleh karena perjalanan penyakitnya, kita menjadi begitu cemas. Meskipun saya adalah tenaga medis, saya juga terkadang mengalami hal yang sama ketika anak saya sakit. Setelah memberinya obat, harus menunggu sampai obat bereaksi dan memberikan hasil. Dalam proses menunggu itu terasa begitu lama, sementara anak sudah kelihatan amat kesakitan. Ketika itu kita hanya bisa berdoa, kita ikut merasakan apa yang anak kita rasakan. Ketika ia tertidurpun, kita tetap terjaga dengan berbagai perasaan bercampur aduk. Kita berharap andaikan saja rasa sakitnya bisa dialihkan maka kita akan memikulnya. Biarlah kita yang sakit dan anak kita menjadi sembuh. Biarlah kita yang menderita asalkan anak kita bisa kembali ceria dan tertawa.

Banyak orangtua yang menangis terisak di ruangan saya, dan berkata: "kasih mama/papa saja sakitnya itu nak..." sambil memeluk dan meneteskan air mata. Oleh karena seringnya melihat hal seperti ini saya tahu ternyata rata-rata orangtua akan berharap hal yang sama yaitu bisa memikul sakit anaknya agar anaknya menjadi sembuh. Namun kita tetaplah manusia biasa, tidak serta merta bisa mengambil sakit anak kita dan memikulnya demi ia menjadi sembuh. Terkadang kita begitu rapuh, trenyuh, larut dalam kesedihan, kecemasan, kita takut anak kita yang masih begitu kecil dan lemah tidak sanggup untuk menanggung kesakitannya. Seberat apapun sakit anaknya, semakin parah dan semakin berat penderitaan anak, orangtuanya akan semakin ingin memikul sakit anaknya, tidak ada ketakutan lain yang melampaui rasa takut kehilangan anak. Mengapa kita sangat ketakutan kehilangan anak?, kita bahkan lebih takut kehilangan anak daripada kehilangan nyawa kita sendiri. Jawabannya pastilah oleh karena kita sangat dan sangat mengasihi menyayangi anak kita. 

Tidak pandang bulu, bahkan seorang preman, yang diluaran begitu bringas, keluar masuk sel tahanan akan sangat hancur hati menghadapi kesakitan dan penderitaan buah hatinya yang sedang sakit ataupun yang sedang diujung maut. Saya menemukannya beberapa kali, ternyata yang kelihatan sangat kuat namun meraung-raung meskipun hanya oleh kejang demam yang dialami anaknya. Saat itu yang diinginkan bukanlah hal-hal lain namun adalah keselamatan anaknya. Ini memperlihatkan bahwa kita manusia berdosa dan jahat saja, bisa berpikir untuk mengorbankan dirinya demi keselamatan buah hati kita, ingin memikul penderitaannya, meskipun itu diluar kesanggupan kita...terlebih lagi Allah yang menciptakan kita serupa dengan gambar dan rupaNya tidak ingin kita binasa. Upaya menebus kita orang-orang berdosa dilakukanNya dengan mengutus anakNya Yesus Kristus yang berasal dari Allah untuk menebus dosa kita, menggantikan dan menanggung penderitaan dan kesakitan kita di kayu salib. Maut dikalahkan, dan kita bebas dari kebinasaan kekal. 

Banyak orang yang menganggap kebenaran ini hanyalah arogansi kekristenan. Agama tidak bisa menyalamatkan tapi Kristus adalah jalan keselamatan. Kita yang hanyalah manusia saja begitu mengasihi anak kita, bahkan mautpun kita tidak takut asalkan anak kita menjadi selamat, asalkan sakitnya menjadi sembuh berbagai upaya kita lakukan. Termasuk meminta sakit anak dialihkan pada kita dan kita menanggung penderitaan itu... apalagi Dia Tuhan yang menciptakan kita yang memberikan bumi beserta isinya ini bagi kita. Dia mengorbankan diriNya, di kayu salib. Dia benar-benar merasakan semuanya, Dia mengosongkan diriNya dengan segala kesederhaan lahir di kandang domba yang hina melalui seorang perawan bernama maria. Apakah ini terlalu tidak masuk akal?. Bagi sebagian orang mungkin "Iya" karena kuasa kegelapan selalu ingin menghalangi, tidak senang ketika hal seperti ini disampaikan.

Saya merasakan kasihNya, bahkan kesedihannya ketika melihat kita setapak demi setapak terus berjalan menuju kebinasaan. Dia mengulurkan tanganNya, namun banyak yang menolakNya. CintaNya sungguh besar, bahkan di luar jangkauan otak kita yang penuh keterbatasan ini. Terimakasih Tuhanku atas cintaMu, terimakasih atas darah yang mahal yang tercurah di Calvary, atas kematian dan kebangkitanMu yang menandakan maut sudah dikalahkan bagi kami, bukan karena kebaikan kami maka kami ditebus olehMu tapi semata-mata karena anugerah!. Aku yang tidak layak ini engkau tebus dari kebinasaan, dari kematian kekal dan dari lautan api.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun