Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Qatar 2022: Menikmati Kembali Siaran Sepakbola Bersama Khalil Al-Bloshi dan Peter Drury

2 Desember 2022   08:13 Diperbarui: 2 Desember 2022   09:11 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idntimes & Twitter @football_poet

Akhir-akhir ini ketika Televisi memasuki era digital dan media sosial yang dihidupkan dengan budaya viral, komentator bola menambahkan kebiasaan membuat gimmick. Sepeti istilah jebret atau tendangan cuek. Bahkan dalam banyak hal kerap menghadirkan istilah kontroversial tanpa arti dan berbau melecehkan. Seperti menyebut pelatih miskin taktik padahal pelatih yang dimaksud peraih banyak trophy, berani bertaruh tapi taruhannya salah terus atau mengeluarkan kata-kata yang dianggapnya keren padahal kotor.

Untuk sementara, dunia komentator Sepakbola kita sedang ada di priode ini. Meskipun bila kita lihat analisa Sepakbola yang berbasis tulisan, kita akan menemukan hal yang berbeda. 

Analisis Sepakbola berbasis dinamika sosial budaya, akhir-akhir ini dipadukan dengan analisa berbasis data. Mungkin karena kita hidup di era big data, maka sangat mudah menemukan analisa berdasar statistik pertandingan sampai pada tingkatan yang lebih detail. Seperti jumlah tendangan dan prosentase penguasaan permainan.

Fenomena tidak adanya Sambas baru yang bisa menghidupkan suasana pertandingan Sepakbola dalam siaran Televisi, mungkin bisa dijelaskan oleh lagu "Video Killed The Radio of Star" yang dirilis pada tahun 1979.

Lagu ini pertama kali dirilis Bruce Wooley dan The Camera Club dalam albumnya English Garden. Popularitas lagu ini tidak berhenti di Bruce Wooley tapi juga dilanjutkan group musik The Baggle dalam album mereka "The Age of Plastic" di akhir tahun yang sama. Terakhir saya pernah melihat lagu ini dinyanyikan kembali oleh group musik "The President of USA" dan dari group musik Amerika inilah saya mendengar lagu ini.

Sebagaimana terbaca dari judulnya, lagu ini menceritakan bagaimana gambar bergerak yang juga berisi suara (Video) telah membunuh bintang Radio. Media komunikasi dan informasi yang hanya mengandalkan suara.

I heard you on the wireless back in Fifty Two. Lying awake intent at tuning in on you.
If I was young it didn't stop you coming through.
Oh-a oh

They took the credit for your second symphony.
Rewritten by machine and new technology,
and now I understand the problems you can see.
Oh-a oh

Begitu paragrap pertama dan kedua yang menceritakan riwayat seorang bintang Radio yang kemudian popularitasnya jatuh. Penyebab jatuhnya ada di paragrahp Ke-4 baris ke-3 "Pictures came and broke your heart." Teknologi gambar bergerak yang ada di Televisi, menggeser popularitas bintang Radio.

Perubahan ini yang sepertinya membuat orang lama tidak menikmati siaran bola ala Sambas. Komentator Bola tidak perlu lagi merangkai diksi dan intonasi untuk menggambarkan kejadian di lapangan. Karena gambar bergerak di Televisi sudah menjadi gambaran utuh di lapangan. Karenanya mereka pun hadir untuk menambah informasi berupa analisa pertandingan juga informasi tim dan pemain yang lebih detail. 

Memasuki era internet dimana orang bisa memutar ulang setiap tayangan dan budaya viral, komentator hanya butuh statemen kontroversial atau gimmick. Meski tanpa isi dan tanpa makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun