Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melawan Ala Jakob Oetama

10 September 2020   12:04 Diperbarui: 10 September 2020   12:08 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebenaran memang mesti dikatakan, meski pahit rasanya. Orang butuh keberanian untuk mengatakan kebenaran yang pahit. Namun orang membutuhkan lebih dari sekedar keberanian untuk mengatakan kebenaran yang pahit dengan cara tepat di situasi yang tepat.

Karena itu Jacob Oetama mungkin tidak mengatakan Soeharto itu diktator dalam headline nya. Namun memberitakan tentang adanya rezim diktator yang tumbang di Rusia sana. Namun memiliki ciri-ciri yang persis dengan Indonesia. Kompas mungkin tidak mencela KKN sebagai sesuatu yang merusak bangsa di halaman depan. Namun rubrik budaya atau karikatur yang ada di halaman dalam juga mengingatkan hal itu.

Dalam konteks inilah bisa difahami pertanyaan informal Jacob Oetama kepada anak buahnya tentang pers yang dibredel karena melawan pemerintah. Apa yang bisa disuarakan wartawan ketika medianya sudah dibredel?

Pada sisi lain, meski terkesan pragmatis dengan kekuasaan, orang juga agak sulit mempertanyakan idealisme seorang Jacob Oetama kepada dunia jurnalistik. Idealisme dibalik sikap pragmatisme yang ditunjukan.

Jurnalisme yang dikembangkan Jacob memang tidak membuatnya dipenjara. Sebagaimana jurnalisme yang dikembangkan generasi se-angkatannya. Namun Jacob dikenal sebagai orang yang rajin mengirim buku kepada pejuang-pejuang pers yang di penjara, dan membantu kehidupan keluarga-keluarga mereka. Karena menurut Jacob, karena mereka jugalah dia sebagai jurnalist bisa terus menjalankan perannya.

Jacob mungkin tidak mengembangkan serikat buruh yang kritis terhadap lembaganya. Semua ditata seperti hubungan ayah dan anak yang mengayomi seperti filosofi Jawa. Bukan ditata dalam pola hubungan industri antara pekerja dan majikan yang saling mengkritisi. Namun sulit dielakan bahwa Jacob dikenal sebagai orang yang memperhatikan kesejahteraan karyawannya dan membangun interaksi yang hangat dengan mereka. Karenanya sangat mudah menemukan orang yang menghabiskan umurnya bekerja di Kompas. Banyak orang yang sangat loyal bekerja di Kompas. Rasionalitas Macchiavelli yang mengatakan bahwa cinta adalah hal yang naif dipakai dalam mengelola kekuasaan, sepertinya dihadapan Jacob hal itu tidak berlaku.

Diluar produk jurnalistik yang sudah dihasilkan, mungkin cara lain untuk memahami Jacob dan komitmennya terhadap Indonesia adalah dengan melihat apa yang terlihat di Hotel Santika. Sebuah Hotel yang merupakan bagian dari Kompas Group yang dipimpin Jacob.

Bila kita sempat menginap di Santika sebelum pandemi, kita akan menemukan hal yang unik dan mungkin terlihat sepele di hotel ini. Namun tidak ada di hotel lain sekelasnya. Yaitu hidangan masakan dan makanan lokal Indonesia dengan nuansa Indonesia. Mungkin sepele, tapi ide sepele seperti ini hanya akan muncul dari seorang wirausahawan yang tidak hanya memikirkan untung saja, tapi juga memikirkan tradisi budaya bangsanya.

Terima kasih atas karyanya Pak Jacob. Semoga kami bisa melanjutkan yang sudah dirintis, menambal yang kurang, dan melengkapi yang belum ada.

Tulisan ini sudah dipublikasikan di siberindo.co

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun