Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadikan Coklat Sebagai Gaya Hidup, Budaya di Indonesia

27 Agustus 2017   21:07 Diperbarui: 27 Agustus 2017   21:34 2577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coklat. Apa ada yang tidak pernah mencicipinya? Pada nyatanya ADA. Ironinya, itu berasal dari orang-orang yang menanam bibitnya dan memeliharanya sampai hasilkan buah. Indonesia memiliki luas kebun kakao  sebesar 1.774.303 hektar [data: FAO, 2013] dan menduduki peringkat ketiga sebagai negara terbesar penghasil kakao, sayangnya fakta ini tidak banyak diketahui masyarakat luas. Pada sisi lain, negara-negara asing produsen coklat terkenal di dunia mengambil minyak kakao dari Indonesia. Cocoa butter adalah bahan mentah pembuat coklat olahan seperti couverture, compound, lipstick, farmasi,  dan lainnya.

Pada tanggal 23 Agustus 2017, Menara 165, Jakarta, saya mendapatkan kesempatan jumpa Bapak Ir.Rusli Hamdani, pakar kakao mulia, Irfan Hakim, founder Pipitlin Chocolate dan Anomali Caf, dan pelaku-pelaku kakao Indonesia termasuk Arif Zamroni, founder Kampung Kakao Blitar.  Saat "Seminar Kiat Sukses Membangun Kebun Kakao High Profit", ada kalimat yang menarik perhatian yang dituturkan oleh Bapak Ir. Rusli dan Irfan Hakim. "Kakao atau coklat sebagai produk populernya adalah budaya."

Tradisi orang barat setiap hari Valentine memberikan coklat buat orang-orang tersayang. Kultur  ini menyebar ke seluruh dunia. Coklat pun mempunyai penggemar yang banyak di mana-mana. Sama halnya dengan komoditas lain seperti kopi atau teh, mengapa coklat tidak dijadikan kultur di negerinya sendiri, yaitu Indonesia.

Sebelum melangkah ke sana, masyarakat perlu dipupuk edukasi dan dibangun kesadarannya tentang apa  yang suka dianggap klise. Mencintai tidak sekadar cinta tapi mengenal, mempertahankan, dan mengembangkannya. Kita sering bilang cinta bangsa ini namun tidak mengenal atau mengetahui apa yang dimilikinya. Hingga ketika melihat kekayaan menipis, mata kita baru terbuka. Barangkali, kekayaan telah berpindah tangan pun, manusia masih tidak peduli sampai benar-benar terasa telah menjadi budak, kesadaran baru muncul.

Sumber foto: cocoainfo.wordpress.com
Sumber foto: cocoainfo.wordpress.com

Kakao Indonesia


Kakao mempunyai 3 varietas, yaitu Criollo, Trinitario, dan Forastero. Dari ketiga varietas ini, yang memiliki cita rasa tinggi [fine cocoa] adalah Criollo. Tabanan dan Banyuwangi, dua daerah penghasil Criollo yang single origin, mempunyai rasa lezat, lembut di lidah, dan langka. Di negara-negara lain hanya memproduksi varietas ini sebesar 3%.

Criollo mempunyai rasa seperti caramel, vanila, kacang, dan tembakau. Berwarna kemerahan, kacangnya miliki warna putih sampai  pink pucat. Varietas tersebut cukup rentan terhadap ancaman lingkungan, tidak seperti Forastero yang kini mendominasi dunia. Zaman dulu justru Criollo lah yang mendominasi dunia. Kakao Criollo biasa digunakan untuk pembuatan very finest of chocolate oleh chef-chef  dan produsen coklat  terkenal.  Salah satunya, merk coklat Callebaut dari Belgia yang berdiri sejak 1911, menggunakan Criollo dari perkebunan di Jawa, Indonesia.

Secara komoditas, kakao terbagi dua, kakao mulia dan kakao curah, Indonesia memiliki keduanya. Dan Criollo termasuk kakao mulia. Indonesia termasuk penghasil fine cocoa dan premium cocoa yang terdapat pada varietas Criollo dan Trinitario. Pun, dunia coklat atau kakao juga punya grader, loh. Yaitu orang yang menilai mutu dan cita rasa.

Hampir bisa dikatakan semua coklat di dunia diproduksi secara blending, misalkan kakao dari Indonesia dicampur kakao Afrika. Kecuali kakao single origin yang tidak di-blend, dan harganya mahal bisa mencapai 12 poundsterling per batang per 40 gram.

Dari Aceh sampai Papua, Indonesia mempunyai cita rasa kakao yang berbeda atau dapat disebut juga single origin. Hidup di bawah ketinggian 700m dari permukaan laut, dengan suhu 27 -- 30 derajat selsius dan curah hujan di bawah 4 bulan. Proses dari pembibitan sampai pembuahan memakan waktu sekitar 3 tahun. Setiap tahunnya, Indonesia memproduksi 700-an ribu ton, Ghana sekitar 800an ribu ton, dan Pantai Gading sebesar 1.4 juta ton.

powder-59a2cfaf5b68664da03e2112.jpg
powder-59a2cfaf5b68664da03e2112.jpg
Permasalahan

Sayangnya, cocoa butter Indonesia hampir semuanya dijual ke luar negeri, yang tersisa hanya bubuk coklat dan yang banyak dijual pasar kita coklat olahan yang dicampur minyak sayur [tidak origin lagi]. Untuk menjadikan coklat sebagai budaya, masyarakat perlu mencicipi coklat origin [butter] dan tidak menggunakan pestisida. Tidak berbeda dengan kopi, kini, single origin telah menjadi permintaan pecinta kopi yang mulai meninggalkan kopi sachet dan kopi yang  dijual caf-cafe seperti Starbuck. Pada area inilah terjadi dilemma, petani harus bertahan hidup sehingga mereka menjualnya dengan mengikuti permintaan mutu produsen-produsen raksasa. Dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa.

  • Pemahaman petani mengenai kakao yang kurang  sehingga kualitas yang dihasilkan rendah. Termasuk pengetahuan pencegahan dan pegendalian hama, dan kerap asal tanam.
  • Ketergantungan petani pada tengkulak
  • Perubahan pejabat, missal Bupati ganti, focus tanaman perkebunan  pun diganti dan kelompok yang dibantu itu-itu saja
  • Petani tidak menghitung unit cost
  • Pemerintah hanya mampu menjangkau 5% seputar personil, pendampingan, dan sebagainya.

Solusi

Petani kakao berpotensi memiliki pendapatan Rp.60 juta, per hektarnya bisa hasilkan  2 ton biji kering lalu dikalikan Rp.30.000,-.  Namun bila produktivas rendah dapat berimbas pada mutu, daya beli, dan pendapatan.  Yang dibutuhkan saat ini adalah mendirikan komunitas petani yang besar, untuk 1 desa perlu ada 1 lembaga/komunitas. Program ini telah dicoba di Sulawesi Tenggara dan 138 lembaga telah dibentuk. Memerlukan orang-orang yang memiliki empati, kepedulian, karakter social worker. Dan menurut Bapak Rusli, orang yang tidak punya kebun pun bisa jadi ahli kakao bila ia punya niat, keinginan, dan kepedulian yang besar.

Hal-hal yang perlu diketahui petani secara umum:

  • Biaya pemeliharaan setiap pohonnya pun tidak boleh lebih dari Rp.14.000,- jika lebih, pasti ada yang tidak beres.
  • Inkubasi dan konservasi tanah, rorak.
  • Tanaman kakao bisa berdampingan dengan tanaman lain, tapi perlu pengenalan dan kemampuan indikasi adaptatif.
  • Bibit dan proses fermentasi tidak menjamin kualitas tapi tata kelola tanaman. Kebun yang terjaga kebersihannya akan jauh dari serangan hama dan mudah mendapatkan sertifikasi. Dan berkonsep organik
  • Menanam pohon pelindung di bulan kemarau, sebab jika ditanam pada musim hujan, tanaman akan rontok.
  • Setiap 10 tahun sekali perlu melakukan analisa tanah.
  • Harus integration farming system

Sedangkan dari segi lainnya, Bapak Rusli menganjurkan adanya social entrepreneurship program yang juga menggerakan ekonomi kreatif. Dari factor budaya, Irfan Hakim mengatakan coklat harus masuk ke dalam gaya hidup, "Lifestyle is the key." Apalagi coklat mempunyai produk turunan yang banyak dan ini merupakan peluang besar.

Yang harus diubah juga adalah mindset petani. Menurut Irfan Hakim, "Kita ini menjual rasa bukan produk." Jika ini telah tertanam di kepala petani dan pelaku kakao lainnya, kualitas coklat dan kelancaran bisnis akan datang dengan sendirinya.

Single origin dari komoditas coklat perlu diangkat agar traceability [jejak] dapat ditelesuri. Hingga sumbernya mudah ditemukan dan ekonomi berkelanjutan dapat terus berjalan lancar. Ucapnya lagi, "Masa depan dunia berasal dari sumber. Minyak kakao itu lebih real." Lanjutnya, coklat Flores dan Aceh pasti berbeda rasa dan juga ceritanya. Salah satu jalan menjadikan coklat sebagai budaya ialah dengan bercerita [story].


Agro Wisata Coklat

Hal menarik lainnya berbincang dengan Arif Zamroni yang terus terang bahwa Kampung Coklat Blitar pernah setahun tak ada pengunjung. Pada suatu hari para pendiri dan pemilik Kampung Coklat Blitar [yang pada dasarnya petani] sadar social media, creative thinking, dan berbagi adalah kunci dari kesuksesan suatu usaha, apapun bidangnya itu.  Bayangkan, Blitar tidak mempunyai tempat wisata yang "wah" seperti daerah-daerah lain, hanya satu Makam Presiden Pertama Indonesia, Ir. Sukarno, yang mendatangkan banyak pelancong.

Maka, dibuatlah akun-akun media sosial, caf, cooking class, kolam refleksi, ruang meeting, guest house, perkebunan di halaman belakang, dan sekarang mereka sedang menyelesaikan pembangunan hotel. Meningkatkan pendapatan, Kampung Coklat Blitar memberdayakan masyarakat setempat, inilah yang dimaksud dengan "berbagi". Setiap minggunya, sekitar 15.000 -- 20.000 bahkan pernah tembus 27.000 orang berkunjung ke Kampung Coklat Blitar. Satu hal lagi yang perlu ada ialah "Jenderal yang kompeten," harus ada satu orang dalam kelompok yang benar-benar mati dan hidupnya hanya untuk kakao. Pemilik Kampung Coklat Blitar, Kholik Mustafa tak akan pergi meninggalkan Kampung Coklat hanya untuk menjadi narasumber maupun konsultan dengan datang ke undangan dari berbagai kota/daerah. Untuk urusan public relation atau pergi ke berbagai kota diserahkan kepada Arif Zamroni. Jadi setiap orang punya peran masing-masing dan memang dibutuhkan passion, cinta, dan kemampuan bertahan.

Secara garis besar, pendapatan atau uang yang dihasilkan dari komoditas kakao harus masuk ke kantong petani bukan trader apalagi tengkulak. Menjadikan coklat [kakao] sebagai lifestyle dan budaya berarti membahagiakan diri sendiri dan juga orang banyak.

Sumber Foto: Pipiltin Cocoa
Sumber Foto: Pipiltin Cocoa
dsc06473-jpg-59a2cd2bd59a2633fc1acb82.jpg
dsc06473-jpg-59a2cd2bd59a2633fc1acb82.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun