Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Festival dan Obyokan: Model Pertunjukan Reyog Ponorogo

27 Agustus 2023   10:38 Diperbarui: 27 Agustus 2023   10:42 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabu Kelana Suwandana dalam reyog obyokan. Sumber: Nanang Diyanto/Kompasiana

Figur bujang ganong menggambarkan tokoh patih muda yang energik, sakti, cerdik, tetapi jenaka. Keunggulan tersebut menunjukkan kombinasi pikiran dan fisik yang luar biasa, sebuah penggambaran manusia ideal. Dalam festival, adegan bujang ganong merupakan tahap untuk unjuk kebolehan dalam gerak-gerak ekstrim. Itulah mengapa tidak jarang pemain silat dilibatkan dalam pertunjukan karena mereka memiliki skill hebat seperti salto dan gerakan sulit lainnya.

Adegan berikutnya merupakan tari paling rumit karena menggambarkan kehadiran seorang raja, Kelana Sewandana. Raja ini melakukan gerakan gagah laksana kesatria, tetapi tidak secepat gerakan warok muda ataupun jathil perempuan. Gerakan-gerakan itu menandakan kondisi psikologis penguasa yang tengah dilanda rindu atau mendamba kehadiran seorang perempuan. 

Menurut Suharto, pakar reyog dari Universitas Jember, adegan ini juga menjadi kritik terhadap raja yang berkeinginan melamar Dewi Sanggalangit, sehingga menjadikannya larut dalam urusan cinta sehingga melupakan urusan pemerintahan dan nasib rakyat. Tentu kondisi ini sangat tidak ideal karena keamanan kerajaan menjadi labil dan setiap saat bisa diserang oleh musuh. 

Prabu Kelana Suwandana dalam adegan reyog dalam FNRP 2023. Sumber: SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo
Prabu Kelana Suwandana dalam adegan reyog dalam FNRP 2023. Sumber: SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo
Warga Wengker, nama lama Ponorogo, sebagai bagian dari Majapahit tentu tidak ingin melihat kondisi tersebut. Sebagai warga dengan karakteristik ksatria, warga Wengker ingin raja mereka selalu tampak gagah dan kuat serta mampu mengayomi seluruh wilayah dan rakyatnya. Tentu saja, dalam model pertunjukan festival, adegan ini menjadi sajian estetik yang menghadirkan keningratan, meskipun tetap dikritisi secara simbolik. 

Tari Singo Barong merupakan adegan yang digemari penonton karena beberapa dadak merak (topeng raksasa terbuat dari kulit kepala harimau dan bulu burung merak) dimainkan oleh para pembarong. Gerakan tari Singo Barong memang sangat terbatas karena para penari harus menggigit topeng raksasa dengan gigi mereka dan memainkannya dengan gagah. 

Dibutuhkan kekuatan dan ketangkasan untuk melakukan adegan tersebut. Dalam ajang festival, biasanya, tidak ada syarat ketentuan jumlah, tetapi paling sedikit biasanya peserta membawa dua dadak merak. Kelompok yang ingin tampak gagah dan menawan di atas panggung, biasanya akan membawa dan memainkan dadak merak lebih dari dua. 


Bahkan, ada kelompok yang membawa lebih dari dadak merak. Gerakan koreografis yang sering dilakukan adalah pembarong (penari dadak merak) bergerak ke depan serta ke kanan dan ke kiri, menggerak-gerakkan topeng raksasa secara cepat, menekuk punggung seperti orang kayang sehingga dadak merak mengarah ke belakang sampai menyentuh lantai, dan dari adegan kayang kembali berdiri tegak. 

Tentu saja, itu semua membutuhkan latihan yang tidak mudah. Kekuatan dan kemampuan para pembarong untuk memainkan topengk raksasa seringkali memunculkan tanda tanya, apakah mereka menggunakan kekuatan magis atau karena semata-mata kuat secara fisik. 

Selain gerakan atraktif, menurut Simatupang (2019: 174), apa yang menarik dari adegan Singo Barong adalah tiruan pertarungan antara pembarong dengan jahthil wedok dan Bujang Ganong. Para jathil bersama-sama akan mendekati para pembarong yang tengah berjongkok. 

Mereka melempar-lemparkan selendang ke arah pembarong sebagai simbol menggoda dan menguji kesabaran para pembarong. Setelah beberapa saat, para pembarong bangkit untuk mengatasi gangguan tersebut. Maka, adegan atraktif yang menandakan pertarungan berlangsung untuk beberapa saat lamanya. 

Tidak lama kemudian, penari bujang ganong terlibat dalam adegan tari dengan cara mengganggu Singo Barong. Pertarungan ini berakhir dengan kedatangan Prabu Kelana Suwandana yang mengeluarkan dan memainkan cambuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun