Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hibriditas Budaya: Konsep, Strategi, dan Implikasi

24 Maret 2023   00:12 Diperbarui: 24 Maret 2023   11:47 4185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni instalasi “Fish Net Stockings” karya Joellyn Rock & Alison Aune menggunakan media hibrid. Foto: Joellyn Rock. Sumber: https://www.uib.no

Dari sudut pandang kosmopolitan, keterikatan pada tradisi komunitas dalam jagat modern sepertihalnya hidup di Disneyland dan berpikir bahwa lingkungan sekitar seseorang mewujudkan apa-apa yang dibutuhkan budaya untuk eksis. 

Masih lebih buruk lagi, hal itu sepertihalnya membutuhkan dana untuk hidup di Disneyland, sementara masih mengatur untuk meyakinkan diri seseorang bahwa apa yang terjadi di dalam Disneyland adalah segalanya yang ada hanyalah untuk hidup yang mandiri.

Dua pemikiran di atas bertemu dalam benang merah yang mengganggap saat ini sangat sulit untuk menemukan akar, identitas, dan makna kultural yang bersifat esensial dalam masyarakat atau komunitas tertentu. 

Kekuatan akar kultural yang dulunya melekat pada jatidiri komunitas tertentu dan diaplikasikan melalui ritual dan tradisi, dari hari ke hari semakin banyak yang pudar atau bertransformasi ke dalam hibriditas yang tidak bisa dielakkan. 

Esensialisme budaya, kemudian, mendapat kritik tajam dari kalangan konstruktivisme (constructivism) yang memaknai budaya sebagai (1) narasi wacana; (2) proses; dan (3) identitas. 

Bader (2001: 256-261) menempatkan budaya sebagai konsep multidimensional yang salah satu dari dimensinya berkaitan erat dengan hubungan antarbudaya, habitus/sikap, dan praktik. Praktik,apa-apa yang dilakukan orang secara nyata, dipengaruhi oleh habitusnya (budaya yang terinkorporasi) dan oleh cara-cara dalam memandang dan melakukannya. 


Konsep terakhir dari wacana, tidak hanya berupa bahasa, kerangka kognitif dan normatif atau ‘aturan’, citra, mitos dan simbol dunia, masyarakat dan diri (budaya simbolis); tetapi juga berupa kebiasaan, ritual, cara tradisional untuk bertindak, institusi dan nilai-nilai kebaikan (budaya material). 

Sebagai sebuah proses, budaya dimaknai sebagai “membuat budaya”, “kreasi”, “perubahan”, “pertunjukan”, dan “sebuah proses tanpa akhir”. 

Sebagai identitas, perlu dipahami bahwa praktik kultural bisa jadi secara relatif sangat stabil, sementara definisi identitas individual dan kolektif mungkin berubah secara cepat, atau sebaliknya. Definisi identitas kolektif etnis dan religius secara realtif bisa jadi stabil, sedangkan praktik kultural dan religius mungkin berubah secara cepat. Praktik kultural bisa menjadi salah satu basis bagi definisi identitas.

Sumber: https://www.amberroblesgordon.com
Sumber: https://www.amberroblesgordon.com

Sementara para pemikir realisme kritis memberikan pemikiran yang sekaligus mengkritisi essensialisme dan konstruktivisme dengan menekankan bahwa semua konsep dan teori adalah konstruksi sosial, termasuk pengetahuan saintifik, dan secara historis dan sosial mewujud, tetapi tetap memandang adanya struktur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun