Kemurungan itu lahir karena para pemikir pascakolonial menjadi tampak berdamai dengan kekuatan yang selama ini dikritisi dan dibongkar, yakni neoimperialisme. Selain itu, realitas ambruknya sosialisme di Dunia Ketiga yang telah masuk ke dalam permainan neoliberalisme, menjadikan pascakolonialisme kehilangan salah satu fondasi diskursifnya.Â
Semua kondisi itulah yang melahirkan kritik bertubi-tubi yang dilancarkan para pemikir yang menuduh para pemikir pascakolonial di perguruan tinggi elit negara-negara maju telah kehilangan sense of critical karena melupakan realitas peradaban pasar dan lebih asyik bermain-main dengan dalil-dalil subversif berbasis kajian teks/narasi.   Â
Alih-alih melarutkan diri dalam perdebatan di antara dua kubu yang sama-sama berasal dari dalam pascakolonialisme, dalam artikel ini saya lebih memilih untuk membaca-ulang perdebatan di antara mereka.Â
Apa yang saya maksud dengan membaca-ulang adalah mengungkap kelemahan masing-masing perspektif dan menemukan "jembatan penghubung" di antara mereka untuk kemudian memformulasi sintesis baru yang berasal dari pertarungan beragam tesis dan anti-tesis yang ada.Â
Saya menyadari mungkin ada pembacaan-pembacaan yang kurang detil. Paling tidak, saya akan menawarkan beberapa konsep umum tentang pembacaan-ulang pascakolonialisme yang saya harapkan bisa menginspirasi munculnya proses pembacaan-ulang secara ajeg dan lebih terperinci.Â
Bagi saya pribadi, hanya dengan pembacaan-ulang itulah, pascakolonialisme bisa menjadi disiplin yang semakin sadar terhadap kehadiran kuasa-kuasa baru dalam kehidupan masyarakat pascakolonial, tanpa harus meninggalkan pembacaan tekstual dan kontekstual, narasi dan ekonomi-politik.
Titik Berangkat: Kolonialisme dan PascakolonialitasÂ
Kolonialisme dan efek-efek diskursifnya dalam kehidupan sehari-hari dan budaya masyarakat pascakolonial (pascakolonialitas) merupakan inti tematik dalam pascakolonialisme. Pada perkembangan awal, pendekatan Marxisme, termasuk di dalamnya teori hegemonik Gramscian dan pascastrukturalisme Foucauldian lebih banyak digunakan oleh para pemikir pascakolonial.Â
Dengan kedua pendekatan tersebut, proyek politis-akademis pascakolonialisme dikerjakan untuk membongkar geneaologi kolonialisme.Â
Manusia-manusia Eropa berbasis filsafat Pencerahan berusaha menguji kebenaran dalil "aku berpikir maka aku ada"-nya Descartes di wilayah-wilayah asing, Afrika dan Asia yang berlanjut dengan penaklukan manusia dan sumberdaya alam mereka untuk kepentingan revolusi industri.Â