Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Semarak Pameran Kolonial di Bondowoso Tahun 1898

14 Agustus 2022   20:35 Diperbarui: 7 Oktober 2022   20:20 2738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sapi-sapi menunggu giliran lomba atau mungkin sedang istirahat bersama joki. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries

Pedagang kaki lima di bawah pohon. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries
Pedagang kaki lima di bawah pohon. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries

Bagi warga biasa, warung juga menjadi penanda kelenturan dalam menjalani kehidupan. Harga yang relatif murah memungkinkan warga untuk bisa menikmati makanan dan minuman. Meskipun tidak senikmat yang ditawarkan restoran mewah, setidaknya mereka bisa bersantai sembari bercengkrama dengan kawan atau warga lain.

Memang, warung sekaligus menjadi pembeda kultural antara warga pribumi biasa dengan warga Eropa. Para tuan kolonial terbiasa menikmati makanan-makanan Eropa di restoran mewah ketika mereka berkunjung ke kota-kota besar. Makanan dan tempat menikmati makanan, dengan demikian menjadi pembeda kultural yang sekaligus membedakan status ekonomi dan kebangsaan.

MINIATUR RUMAH WARGA

Apa yang cukup unik dari pameran kolonial di Bondowoso 1898 adalah keberadaan miniatur rumah warga pribumi. Miniatur tersebut ditata sedemikian rupa. Dan, jumlahnya cukup banyak. Kita bisa bertanya, apa kiranya kepentingan dari pameran miniatur rumah tradisional pribumi tersebut. 

Miniatur rumah pribumi. Sumber: Digital Collection Leiden University  Libraries
Miniatur rumah pribumi. Sumber: Digital Collection Leiden University  Libraries

Menurut saya, terdapat beberapa asumsi tentang kepentingan penghadiran miniatur rumah tersebut. Pertama, panitia ingin mengetahui bentuk rumah pribumi. Dari itu mereka bisa mempelajari bahan-bahan yang dibutuhkan sekaligus teknik pembuatannya. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan pengetahuan dan teknologi tradisional. Ke depannya, mereka bisa lebih mudah ketika ingin membuat kebijakan terkait perumahan di tanah jajahan. 

Kedua, panitia ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa rumah mereka tergolong sederhana dan tidak sebanding dengan rumah para aparat pemerintah dan penguasaha perkebunan. Dengan demikian, warga Eropa tetap memiliki posisi superior, tidak hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam hal bangunan rumah yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Warga Eropa berpose di miniatur rumah pribumi. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries
Warga Eropa berpose di miniatur rumah pribumi. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries

Menjadi wajar kalau warga Eropa menjadi kekuatan dominan di Jawa, meskipun mereka bukan pemilik dari tanah ini. Para pengusaha dan aparat pemerintah dengan kekuatan modal dan politik mereka bisa melakukan banyak aktivitas untuk mengekploitasi kekayaan Jawa dan Hindia Belanda. Foto warga Eropa yang berpose di miniatur rumah pribumi bisa dibaca betapa berkuasanya mereka atas tanah, manusia, dan budaya di negeri jajahan.

PAMERAN KOLONIAL: KEPENTINGAN EKONOMI, POLITIK, DAN BUDAYA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun