Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ekodramaturgi: Krisis Ekologis dalam Tatapan Teater

24 April 2022   07:13 Diperbarui: 24 April 2022   21:40 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pementasan Planet-Sebuah Lament karya Sutradara Garin Nugroho di teater Taman Ismail Marzuki, Cikini,Jakarta Kamis(16/1/2020).| KOMPAS.com/DIENDRA THIFAL RAHMAH

Setelah Perang Saudara, serangkaian tindakan tanah federal membujuk para petani perintis ke arah barat dengan memberi insentif pada pertanian di Dataran Besar.

Bermacam kemudahan perundang-undangan di AS mendorong masuknya petani baru secara besar-besaran ke kawasan Nebraska hingga Texas. Masalahnya, banyak dari pemukim akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh ini hidup dengan takhayul "hujan mengikuti bajak." 

Emigran, spekulan tanah, politisi dan bahkan beberapa ilmuwan percaya bahwa pemukiman dan pertanian akan secara permanen mempengaruhi iklim wilayah Dataran Besar yang semi-kering, sehingga lebih kondusif untuk pertanian.

Jutaan hektar padang rumput di kawasan tersebut dibuka dan dibajak untuk ditanami gandum dan jagung antara 1910-1920-an karena harga internasional yang cukup menggiurkan serta meningkatnya permintaan dari Eropa akibat Perang Dunia I. 

Namun, ketika Amerika Serikat memasuki Depresi Hebat, harga gandum anjlok. Petani merobek lebih banyak padang rumput dalam upaya untuk memanen hasil panen yang melimpah dan mencapai titik impas.

Tanaman mulai gagal dengan timbulnya kekeringan pada tahun 1931, memperlihatkan tanah pertanian yang gundul dan dibajak berlebihan. Tanpa rerumputan padang rumput yang mengakar untuk menahan tanah di tempatnya, tanah itu mulai berhembus. Pengikisan tanah menyebabkan badai debu besar-besaran dan kehancuran ekonomi, terutama di Dataran Selatan.

Salah satu adegan dalam Dyanmo. Dok. www. targetmargin.org
Salah satu adegan dalam Dyanmo. Dok. www. targetmargin.org

Bencana ekologis dari Dust Bowl menggambarkan betapa tentang mahalnya harga yang harus dibayar ketika sumber daya tidak dikelola dengan baik. Selama kebijakan Presiden Roosevelt, New Deal, konservasi-untuk-pemanfaatan memperoleh kredibilitas sebagai kerangka pemerintahan negara untuk pengelolaan lahan dan sumber daya alam. 

Sejak 1935, Administrasi Kemajuan Pekerjaan (Work Progress Administration/WPA) mulai mempekerjakan orang untuk membangun infrastruktur nasional, merevitalisasi lahan yang terkikis, mengendalikan sungai dan saluran air, dan membangun taman nasional. 

Di bawah WPA, Proyek Teater Federal (Federal Theatre Project/FTP) tidak hanya mempekerjakan seniman yang tidak bekerja tetapi juga berusaha menggunakan teater untuk mendidik warga. 

Sebuah pertunjukan teater yang dikerjakan FTP berjudul Triple-A Plowed Under (1936) mempopulerkan kebijakan konservasi dan program ekonomi New Deal dengan menyatakan bahwa kesejahteraan masyarakat dan tanah terikat bersama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun