Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghadirkan Pendidikan Modern dalam Geliat Kabut Bromo

26 November 2021   13:59 Diperbarui: 28 November 2021   08:26 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak Tengger naik truk sepulang dari sekolah di Sukapura. Foto: Dok. Pribadi

Realitas ini berkesesuaian dengan idealisasi industri pariwisata yang bisa memberdayakan komunitas. Kedua, para pemodal akan memperoleh keuntungan ekonomi-ideologis karena kehadiran mereka bisa terterima oleh cara pandang dan kekuasaan adat yang memegang peranan penting dalam mengendalikan masyarakat. 

Dengan cara merekrut tenaga-tenaga terdidik para pemodal hotel akan tetap mendapatkan "nama baik" dari tokoh adat maupun perangkat desa sehingga aktivitas mereka tetap aman. Ketiga, masyarakat Tengger senyatanya sudah tidak bisa lagi keluar dari hegemoni orientasi dan pola pikir modern, sehingga untuk mengeruk rezeki dari praktik pariwisata mereka juga perlu menjalankan siasat berwarna modern; mendirikan SMK Pariwisata. 

Dari hadirnya pendidikan modern di kawasan Bromo, kita bisa melihat betapa masyarakat Tengger tidak mungkin lagi mengelak dari modernitas dalam hal orientasi pengetahuan. Namun, mereka memiliki keliatan kultural dalam menyerap dan menjalankan apa-apa yang dianggap baik dari pendidikan modern ke dalam kehidupan mereka. Mereka juga berhasil melakukan transformasi kearifan lokal dalam wacana dan praksis yang lebih modern. 

Transformasi subjektivitas kultural dari tradisionalisme menuju hibrid mampu memberi mereka kekuatan untuk terus bersiasat secara liat menghadapi pengaruh modernitas yang setiap saat ‘menghampiri’ dan ‘bertamu’ ke dalam benak dan praktik hidup mereka. Salah satu keuntungan dari subjektivitas kultural hibrid adalah kekuatan masyarakat lokal untuk melakukan negosiasi secara ajeg tradisi yang diyakini sebagai identitas kultural warisan leluhur.

DAFTAR BACAAN 

McGuigan, Jim. (1999). Modernity and Postmodern Culture. Sage Publications.

Purwadi, Didi. (2 Agustus 2011). Muslim Tengger Galang Persatuan. www.republika.co.id.

Sulistyowati, Tutik. (2003). "Proses Institutionalization Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Tengger". Dalam Nurudin, Vina Salviana DS, & Deden Faturrohman (Ed). Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger. LKiS bekerjasama dengan FISIP UMM.

Venn, Couze. (2006). The Postcolonial Challenge: Toward Alternatif Worlds. Sage Publications.

Venn, Couze. (2000). Occidentalism: Modernity and Subjectivity. Sage Publications.

WAWANCARA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun