Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bekas Pabrik Teh Gunung Gambir, Melapuk Bersama Waktu

1 November 2021   21:38 Diperbarui: 6 November 2021   18:30 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya seringkali membayangkan betapa beraninya para pekebun Belanda di masa kolonial. Menguatnya pengaruh liberalisme ekonomi sejak abad ke-19 memberi kesempatan kepada para pemodal swasta untuk berinvestasi di wilayah jajahan Hindia Belanda, termasuk Jember dan sekitarnya. 

Dengan menggunakan tenaga buruh pribumi, mereka mengeksplorasi kawasan hutan di lereng pegunungan Argopuro, Jember. 

Mereka dengan antusias membabat hutan hujan tropis untuk membuka kawasan perkebunan komersial. Kandungan humus yang cukup subur menjadikan kawasan perkebunan baru tersebut cocok untuk menanam tanaman komersial seperti kopi, kakao, dan karet. 

Tanaman-tanaman itulah yang memberi keuntungan berlimpah kepada pihak swasta dan pemerintah kolonial. 

Khusus di kawasan Gunung Gambir, pekebun kolonial mendapati lahan yang berada 900 dpl tersebut bisa ditanami teh. Teh juga menjadi komoditas yang mendatangkan keuntungan. 

Maka, kawasan yang sekarang terletak di Desa Gelang, Kecamatan Sumberbaru, Jember itu pun menjadi kawasan perkebunan teh di timur Jawa, selain Guci Alit di Lumajang. 

Menurut informasi yang masih perlu dilacak lagi kebenarannya, perkebunan ini mulai dikelola pada tahun 1918. Selain pucuk daun teh untuk konsumsi umum, menurut informasi perkebunan ini juga menghasilkan teh hijau dan teh hitam yang digemari pasar internasional.

Kebun teh G. Gambir. Dok. Nanik Setiawan
Kebun teh G. Gambir. Dok. Nanik Setiawan
Lokasi perkebunan yang jauh dari kota dan jalan raya ini menjadi masalah tersendiri, khususnya dalam hal pengelolaan pasca petik. 

Kalau dibawa ke pabrik di kota atau di perkebunan lain jelas tidak efektif dan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Maka, bisa diasumsikan sebagai upaya untuk mengefisiensikan dan  memaksimalkan pemrosesan, pabrik pun dibangun di atas wilayah perkebunan. 

Ukurannya pun cukup besar. Tentu membutuhkan waktu dan biaya serta tenaga trampil untuk membangun pabrik di wilayah pegunungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun