Mohon tunggu...
Deni Hamkamijaya
Deni Hamkamijaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

penggemar cerpen, novel, juga puisi. kadang suka nulis, kadang suka protes , ingin menjadi orang sabar , sungguh tak mudah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Priyayi, Para dan Yayi

3 Mei 2010   14:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:26 6338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Priyayi (jawa) berasal dari kata "para" dan "yayi" yang berarti para adik. Tentunya, karena kata priyayi  berarti juga orang yang berdarah biru alias bangsawan. Maka yang dimaksud "para adik" disini, adalah para adik raja. Karena priyayi berarti sebuah kelas sosial di masyarakat yang berasal dari bangsawan, yang tentunya, mereka adalah keturunan para raja.

Priyayi adalah sebuah kelas sosial yang diturunkan secara turun-temurun, biasanya bergelar Raden, Raden Mas, Putri, dan lain sebagainya. Yang biasanya masih berkerabat dengan raja, atau keluarga raja.

Namun dalam perkembangannya, golongan priyayi mengalami pergeseran makna atau arti, paling tidak seperti yang tergambar dalam penggalan berikut ini, yang diambil dari novelnya "Para Priyayi" karya Umar Kayam, dan  "Jantera Bianglala" karya Ahmad Tohari, salahsatu novel dari trilogi novelnya "Ronggeng Dukuh Paruk."

Berasal dari keluarga buruh tani, Soedarsono, oleh orangtua dan sanak saudaranya diharapkan dapat menjadi "sang pemula" untuk membangun dinasti keluarga priyayi kecil. Berkat dorongan asisten Wedana Ndoro Seten, ia bisa sekolah dan kemudian menjadi guru desa. Dari sinilah ia memasuki dunia elite birokrasi sebagai priyayi pangreh praja. ( Petikan kalimat dari novel Para Priyayi yang terletak di sampul belakang).

Adapun petikan lainnya :

Embah kakung mulai perjalanan jauhnya meniti tangga apa yang disebut sebagai priyayi sekian tahun yang silam. Perjalanan itu dimulainya waktu beliau menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang guru bantu sekolah desa Karangdompo. Sebagai keturunan petani desa, beliau ingin memulai usaha untuk ikut mengisi dan memberi bentuk sosok priyayi itu suatu kerja raksasa yang selama ini hanya boleh dikerjakan oleh mereka yang diangap berdarah biru. Embah kakung ingin memberi warna kepada mosaik semangat itu dengan menitikberatkan perluasan kemungkinan wong cilik agar kelak wong cilik itu ikut pula menentukan warna semangat priyayi itu.

Adapun warna semangat itu bukanlah terutama warna halus, luwes, elegan, dari filsafat rumit yang banyak disazngka orang, bahkan oleh kaum priyayi sendiri. WARNA SEMANGAT ITU adalah pengabdian kepada masyarakat banyak, terutama kepada wong cilik, tanpa pamrih kecuali berhasilnya pengabdian itu sendiri. Warna itu adalah warna semangat kerakyatan. ( Para Priyayi, Umar Kayam, hal. 305 - 306, PT Temprint, 1992).

Adapun priyayi menurut.....

Adalah semua orang Dukuh Paruk termasuk Srintil ; mereka tidak tahu apa-apa tentang sistem atau jalinan birokrasi kekuasaan. Dalam wawasan mereka semua priyayi adalah sama , yakni jalinan kekuasaan tak peduli mereka adalah hansip, mantri pasar, opas kecamatan atau seorang pejabat dinas perkebunan negara, seperti Marsusi. Dan ketika kekuasaan menjadi aspek yang paling dominan dalam kehidupan masyarakat, orang dukuh paruk seperti Srintil tidak mungkin mengerti perbedaan antara polisi, tentara atau pejabat perkebunan.   Senuanya adalah tangan kekuasaan dan Srintil tidak mungkin bersikap lain kecuali tunduk dan pasrah.( "Jantera Bianglala," Ahmad Tohari, hal. 63, PT Gramedia, 1986)

Para priyayi pada akhirnya identik dengan elite birokrasi, para pegawai negeri. Nah, apakah para birokrat kita, mengusung semangat seperti yang dikemukakan Umar Kayam dalam novelnya Para Priyayi seperti tertera diatas. Ataukah lebih suka menindas dan berlaku sebagai tangan kekuasaan yang setiap saat bersiap untuk meringkus, memenjarakan siapapun yang hendak melawan kekuasaan. Atau bersikap , kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun