Mohon tunggu...
Dedy Elsyaiful
Dedy Elsyaiful Mohon Tunggu... Pengacara - Justicia

Jikalau kita tidak mencintai kita tidak akan tersakiti

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dua Dekade Anak Muda di Pengungsian Eks-Timor Timur

28 Desember 2021   04:30 Diperbarui: 28 Desember 2021   05:57 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi bersama warga Eks-Timor Timur di Desa Boneana 2

Sebagai Pengungsi dapat digambarkan bahwa mereka mengalami kondisi yang cukup sulit. Hal ini diperparah dengan diperlakukannya mereka sebagai masyarakat kelas dua. Bahakan seringkali terjadi konflik, terutama masalah lahan. Konflik ini diakibatkan oleh adanya anggapan bahwa kehadiran pengungsi mengganggu tatanan sosial di wilayah kamp pengungsian. Bahkan seringkali terjadi konflik antara penduduk lokal serta pengungsi yang ada di kamp pengungsian.

Selain persoalan lahan konflik ini juga terjadi akibat persoalan ekonomi. Sebab pada kala itu sebagain masyarakat yang berupaya memenuhi kebutuhan ekonomi bersedia melakukan pekerjaan dengan harga lebih murah dibanding penduduk lokal dan ‘banting harga’ sehingga memengaruhi kondisi ekonomi masyarakat lokal kala itu. Akibatnya, sempat terjadi konflik pada awal tahun 2000 yang terjadi selama hampir seminggu.


Selain itu terdapat ketidakjelasan mengenai status kewarganegaraan mereka, dipersuli dalam melakukan pengurusan administrasi juga mereka alami. Selain itu persoalan kesehatan juga menjadi masalah yang harus mereka hadapi.


Namun kini telah ada sedikit harapan yang mereka rasakan. Ada puskesmas keliling yang secara rutin melakukan pemeriksaan. Untuk pengurusan administrasi telah dapat mereka lakukan meskipun masih cukup sulit dalam mengakses. Secara pendidikan yang memang masih perlu mendapat perhatian lebih. Namun demikian konflik identitas masih sering mereka alami.


***


Hidup dengan keterbatasan baik secara ekonomi, pendiikan, kesehatan, kondisi infrastruktur dan bahkan terabaikan oleh pemerintah, tidak menjadikan mereka meninggalkan NKRI. “Kami perotes iya, kecewa dan menyesal iya, tetapi kami tetap bagian dari masyarakat Indonesia,” tutur Arafiq malam itu.

Pada tahun 2005 tepatnya pemerintah telah menghapuskan status pengungsi bagi masyarakat Eks-Timor Timur. Akan tetapi langkah itu rupanya tidak membawa dampak atau perubahan yang siknifikan bagi kondisi masyarakat yang masih hidup tanpa kejelasan di kamp pengungsian. Mereka tetap harus menjadi masyarakat yang jauh dari sejahtera dan terasingkan negeri sendiri.

Bagi Arafiq, Alawiyah dan saya tentunya, berharap bahwa pemerintah bisa memberikan perhatian dan benar-benar lebih serius dalam mengatasi serta menyelesaikan persoalan yang dialami oleh warga Eks-Timtim.
“Mungkin keinginan untuk kembali ke kampung halaman akan tetap hadir, dengan kondisi masyarakat Eks-Timtim yang seakan diabaikan, terasingkan dan dilupakan di negeri ini. Akan tetapi semangat serta perjuangan untuk tetap setia dan bertahan juga akan tetap terpatri dalam sanubari setiap individu warga Eks-Timtim. Hanya tinggal kita berupaya untuk mencarikan solusi atau tetap mengabaikan mereka.”
***
Liputan/produksi ini menjadi bagian dari program pelatihan dan hibah Story Grant: Anak Muda Suarakan Keberagaman yang dilaksanakan oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK). Terlaksana atas dukungan rakyat Amerika Serikat melalui USAID. Isinya adalah tanggung jawab SEJUK dan tidak mencerminkan pandangan Internews, USAID atau Pemerintah Amerika Serikat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun