Mohon tunggu...
Dedi Laksana
Dedi Laksana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karya Sastra Pujangga

Salah satu filosofi dasar cinta yg kujual dlm karya sastraku adalah,... Bisa bahagia dlm keadaan apapun, tanpa syarat apapun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Sambernyawa, Garuda di Sarang Naga Eps 04

26 Juli 2020   18:25 Diperbarui: 26 Juli 2020   18:19 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KARYA : AGUS PAMUJI

Untuk sedulur-sedulurku sekalian, dalam episode ke 04 ini kita kasih sub judul :

PENYERANG GELAP DARI CERUK KEGELAPAN

Kita selalu membuka pintu hati dan portal rasa

Dengan endapan ketulusan terdalam dan ekpektasi tertinggi

Untuk terjadinya rekonsiliasi jejak langkah

Di mana gelap melebur kedalam terang, dan melahirkan cahaya

Namun itu adalah serupa mendaki seribu tebing, di tujuh benua

Akutetap di situ

Kita langsung saja..............................CiaaaT

Dewi Dhomas Rengganis adalah kakak seperguruan Raden Mas Said waktu dia berguru di padepokan Gunung Srandil di tlatah Banyumas. Guru besar padepokan Gunung Srandil adalah Wong Agung Muji Kusuma, mantan pejabat kerohanian di kraton Mataram. Setelah dia memasuki masa pensiun, pulanglah Sang Begawan ke kampung halamannyadan mendirikan padepokan disana. Konon dia juga masih saudara seperguruan Raden Mas Sutikno Sunan Amangkurat III, Raja Mataram ke-6 yang dibuang  oleh Kaum Penjajah ke Srilangka dan Dewi Dhomas Rengganis adalah anak pertama Wong Agung Muji Kusuma. Saat itu Raden Mas Said mengungsi dan berguru di Padepokan Gunung Srandil selama hampir 6 bulan, untuk menghindari rekayasa pembunuhan dalam lingkungan kraton yang dilakukan oleh Patih Danurejo. Pergaulan selama 6 bulan, membuat hubungan Raden Mas Said dan Dewi Dhomas Rengganis cukup dekat. Cuma Raden Mas Said menganggap Dewi Dhomas Rengganis yang usianya 5 tahun lebih tua darinya sebagai kakak saja, sementara Dewi Dhomas Rengganis menginginkan lain. Dan pada waktu itu, Raden Mas Said cukup dekat juga dengan Pramesti wanita dari Bali yang merupakan cantrik padepokan Gunung Srandil yang berpenampilan lugu bersahaja. Hal inilah yang kadang membuat Dewi Dhomas Rengganis uring-uringan karena dibakar cemburu. Peristiwa itu sebetulnya sudah cukup lama, tapi kenangannya masih terasa kuat mencekam jiwa. Ah, seandainya roda waktu bisa diputar  ulang, ingin rasanya Raden Mas Said kembali lagi ke masa lalu, mengulang semua dari awal dan memperbaikinya.

Sedangkan Rubiah adalah putri tunggal Kyai Nuriman yang merupakan ulama juragan padi dan tokoh masyarakat Dukuh Pabelan, sebuah desa kecil yang subur, makmur dan damai di sebelah timur kota Kartasura. Raden Mas Said saat blusukan ke desa-desa, sering kongkow-kongkow bersama para pemuda karang padesan di Dukuh Pabelan. Selain dengan para pemuda karang padesan itu, Raden Mas Said juga cukup dekat dengan Rubiah dan Kyai Nuriman. Sejauh ini, Kekasih Raden Mas Said hanyalah Raden Ayu Inten seorang, yang lain cuma teman biasa. Sudah jadi tradisi para raja, para pangeran atau para petinggi kerajaan pada zaman ituuntuk mempunyai istri lebih dari satu, namun Raden Mas Said mencoba melawan tradisi itu. Dan sebagai pangeran remaja yang tentu saja penuh gejolak, hasrat untuk mendua dalam cinta tentu saja ada, dan Raden Mas Said cukup merasa kesulitan dalam membendung meluapnya hasrat tersebut. Keyakinan kuatlah yang masih bisa menjaganya hingga masih bertahan hingga saat ini.

  • Rubiah, setelah menjadi istri Raden Mas Said, dia bergelar Dewi Matah Ati.

Said masih yakin akan bisa mengalahkan mereka. Cuma dalam bayangannya, pertarungan akan berjalan alot dengan tingkat resikoyang tinggi, meski akhirnya mungkin bisa menang juga. Untuk merobohkan lawan dengan Aji Brajamusti, jarak dengan lawan harus cukup dekat, karena pukulan ajian tersebut tidak bisa dilakukan dari jauh. Dan memukul langsung dengan telapak tangan kepada lawan yang bersenjata, adalah bukan hal mudah. Belum lagi kalau lawannya punya ilmu-ilmu aneh, seperti debus misalnya, nanti begitu lawan dipukul dan terluka, tiba-tiba langsung sembuh dan pulih kembali. Dan menurut berita yang santer terdengar, Tiga Pendekar Banten memiliki ilmu kebal, ilmu debus, ilmu kontak dan ilmu racun. Racun-racun itu berupa serbuk yang disematkan di kuku jari tangan dan dibalurkan di golok sakti mereka setelah sebelumnya golok itu direndam dengan air bunga melati.

Dalam hal ini, Raden Mas Said menguasai Aji Brajamusti juga bukan karena dibimbing langsung oleh seorang guru. Ajian itu bukan merupakan bagian dari ilmu silat Kraton Merpati Putih, jadi tak diajarkan disana. Raden Mas Said mempelajari sendiri ilmu itu dengan berolah kanuragan, laku tirakat, bersemedi dan bertapa. Petunjuk untuk mempelajari ilmu terebut diperoleh dari Kitab Sakti Primbon Japa Mantra, buku hebat tinggalan dari Mas Sutikno, Sunan Amangkurat III. Buku itu bisa sampai ke tangannya melalui ayahnya, Pangeran Mangkunegara Kendang, yang memberikan buku itu beberapa saat sebelum dia ditangkap dan dibuang ke Srilangka oleh Kumpeni. Ayahnya waktu itu pernah menerangkan bahwa bila penguasaan Aji Brajamusti  sudah sempurna maka akan bisa melakukan pukulan dari jarak jauh. Raden Mas Said terus menekuni ilmu itu untuk bisa mencapai tahap penguasaan yang sempurna cuma sayangnya sampai hari ini tahapan itu belum bisa diraihnya.

Karena kesulitan berkonsentrasi, maka untuk menghalau kebuntuan perasaan, Raden Mas Said menulis sebait syair dibuku kecil yang selalu dibawa dalam kantong bajunya. Dari pengendapan rasa yang sangat dalam dan tajamnya torehan pikiran, tertulislah kata-kata sebagai berikut;Mulat sarira hangrasa wani, melu handarbeni, melu hangrukubi, tiji tibeh, mati siji mati kabeh,  tiji tibeh,mukti siji mukti kabeh. Raden Mas Said masih belum tahu, bait syair itu merupakan nilai-nilai filsafat hidup, prinsip-prinsip ilmu kanuragan, atau sekedar ekspresi dari hati yang luka. Mungkin hakikat makna belumlah terlalu penting, yang penting menulislah dulu.

" Sreng !" Disela gemercik air Kali Pepe yang mengukir hening menyambut malam, lamat-lamat terdengar suara busur panah yang ditarik disisi gendewa. Mungkin semut-semut yang berbaris disisi atas dahan dan ranting dari pepohonan jati yang banyak tumbuh disitu tidak akan mendengar, tapi Raden Mas Said mampu mendengarnya. Meski usianya masih sangat muda, indra keenam Raden Mas Said sudah diatas rata-rata, suara sangat kecil yang tidak tertangkap oleh indra semut atau indra kucing garongsekalipun, Raden Mas Said mampu menangkapnya.

Dari balik rimbunan daun pohon jati, melesat tiga busur anak panah. Mata panah yang terbuat dari logam putih itu seakan menyala, seperti mata iblis dari negeri kegelapan yang

siap membantai para pejuang di dunia kebajikan. Terlambat bergerak sedikit saja, nyawa kita bisa melayang berpisah dari badan. Namun bagi Raden Mas Said, pendekar muda papan atas dari kraton Mataram, serangan gelap semacam inisudah merupakan sarapan sehari-hari. Dengan mudah dia berhasil mengatasi serangan tersebut. Dia merunduk dan satu busur panah dibiarkan lewat di atas kepalanya, yang satunya ditangkap dengan tangan kiri dan yang satunya lagi ditangkap dengan giginya.

" Hai, pengecut, siapa kau ? Kalau berani keluarlah !"

Teriakan Raden Mas Said dilambari dengan tenagaprana yang tinggi,kalau Si Penyerang Gelap tidak memiliki tenaga prana yang tinggi juga, dia pasti akan teriak mengaduh dengan gendang telinga terluka parah. Tetapi tidak terjadi apa-apa.

"Kalau kamu tidak segera keluar, akan aku bakar hutan ini. Pepohonan di hutan akan jadi abu, dan kamu akan jadi abu juga !" Sebetulnya ancaman Raden Mas Said ini cuma gertakan saja, dia kan termasuk pecinta lingkungan hidup, tak mungkin sampai hati membakar hutan.

Tak ada jawaban dan suasana semakin mencekam.

Untuk menghadapi segala kemungkinan Raden Mas Said meletakkan busur panahditangan kirinya, dan segera mengambil Cambuk Dadung Awuk dan Tameng Waja Putih. Dia tak ingin bernasib tragis seperti Raden Abimanyu, anak Arjuna yang gugur diperang Baratayuda dengan ribuan anak panah yang menancap ditubuhnya.

Tiba-tiba seekor burung merpati berbulu putih terbang lambat ke arahnya. Melayang-layang didepannya dengan sayap yang selalu dikepak-kepak. Di dua kaki burung merpati itu ada gulungan kain putih kumal sepanjang dua kilan.Setelah menyerahkan kain itu, burung Merpati itu segera pergi. Raden Mas Said sangat terkejut saat membaca tulisan di kain tersebut. "Sayembara. Hadiah sebesar 1.000 real bagi semua orang yang dapat menangkap Pangeran Sambernyawa hidup atau mati. Nicholas Hartingh, pemimpin VOC yang berkedudukan di Semarang."

Raden Mas Said mendesis kencang, "Gila. Kaum Penjajah benar-benar menginginkan kematianku. Sepertinya aku harus membuang jauh-jauh keraguanku, perjuangan ini harus dilanjutkan."Sesaat kemudian, Raden Mas Said melayangkan pandangannya ke segenap sisi lokasi hutan jati di pinggir Kali Pepe tersebut. NamunSi Penyerang Gelap belum menunjukkan tanda-tanda akan segera menampakkan diri. " Wahai penyerang gelap pengecut, aku tidak tahu kamu ingin membunuhku demi uang atau demi kejayaan Kaum Penjajah durjana. Namun yang pasti, malam ini kamulah yang pertama kali akan kusambar nyawanya, karena kau telah mengabdi kepada kedzaliman !"

Teriakan lantang Raden Mas Said dijawab dengan berondongan hujan puluhan anakpanah. Sebetulnya serangan kedua ini jauh lebih dahsyat dari yang pertama, tapi dengan dua senjatapusaka ditangannya, tiada kesulitan bagi Raden Mas Said untuk mengatasinya. Yang membuat Raden Mas Said heran, kenapa Si penyerang Gelap ini tidak mau bicara sama sekali, tapi dia menjelaskan dengan gamblang maksud dan tujuannya lewat burung merpati itu. Kenapa harus memberi tahu. Biasanya seorang penjahat kalau mau membunuh dia langsung lakukan saja, tanpa merasa perlu menjelaskan maksud dan tujuannya.

Raden Mas Said berusaha menepis rasa penasarannya dengan melakukan sebuah serangan balik yang dahsyat. Puluhan anak panah itu dibikin berpatahan karena sabetan Cambuk Dadung Awuk dan Tameng Waja Putih. Dan pada tahap selanjutnya, anak panah yang berdatangan lagi digulung denganbelitan Cambuk Dadung Awuk. Diputar-putar ke udara dan dilemparkan kembali arah rerimbunan daun jati tempat asal anak panah itu diluncurkan.

"Trang ! Trang !  Trang !" Terdengar suara benturan antara besi dengan kayu. Tampaknya Si Penyerang menangkis serangan balik puluhan anak panah itudengan pedang. Raden Mas Said punya prediksi, dengan satu atau dua pedang, tak mungkin Si Penyerang Gelap mampu menghalau cecaran puluhan anak panah.

" Aih !" Samar-samar terdengar Si Penyerang Gelap merintih, dan kalau diamati dari suaranya, itu suara seorang wanita. Pasti salah satu anak panah itu ada yang mengenainya. Raden Mas Said semakin penasaran, siapa sebenarnya Penyerang Gelap itu. Pantas dari tadi dia seperti sengaja tak mau bersuara, rupa-rupanya dia ingin menyembunyikan salah satu identitasnyabahwa dia seorang wanita. Namun rasa-rasanya Raden Mas Said pernah mendengar suara itu, tapi dimana. Raden Mas Said meningkatkan kewaspadaan bisa saja ini hanya jebakan, tipu muslihat pendekar wanita berwatak jahat. Dalam dunia persilatan banyak sekali model-model tipuan untuk mengecoh lawan.

Benar saja, Si Penyerang Gelap seperti tidak terpengaruh oleh lukanya, atau mungkin dia tidak terluka, hanya pura-pura saja. Seperti sudah kita duga sebelumnya, Si Penyerang Gelap melompat tinggi ke udara, untuk menghindari hujan anak panah yang mustahil ditangkis dengan satu pedang. Dan saat Si Penyerang Gelap masih melayang di udara, Raden Mas Said memburunya dengan lemparan Tameng Waja Putih. Raden Mas Said tak mau membuang waktu dan berspekulasi, Si Penyerang Gelap ini harus dirobohkan secepatnya. Bisa saja selain Si Penyerang Gelap itu, dibalik gelapnya bantaran Kali Pepe masih banyak penyerang gelap lain yang mengincar nyawa Raden Mas Said. Maka Raden Mas Said langsung menyerang dengan kemampuan penuh.SaatposisiRaden Mas Said denganlawannyasudahcukupdekat, terlihatbahwalengankiri Si PenyerangGelapterluka.Rupanyasenjatamakantuan, Si PenyerangGelapterlukaolehpanahnyasendiri. Terdapatlukamenganga di bagianbawahlengannya.Namuntampaknyalukaitutidakmengurangikelincahan Si PenyerangGelap.

Dan benar, saat di hujaniserangandahsyatolehRaden Mas Said, Si Penyerang Gelap bisa menghindari sambaran Tameng Waja Putih mudah.Diacukupmenggegoskan tubuhnya. Dalam posisi sambil melayang di udara, jarang ada pendekar bisa menghindari sambaran Tameng Waja Putih. Paling-paling menangkis. Dan dalam keadaan ini Si Penyerang Gelap tak mungkin menangkis dengan pedangnya, karena pedang yang dia pegang meski panjang tapi dia tipisseperti seng dan sangat lentur. Pedang tipis lentur begini sangat efektif untuk menghadapi musuh yang membawa senjata pendek seperti

golok, ruyung atau belati, tapi tidak untuk menghadapi serangan perisai besi yang dilemparkan. Raden Mas Said melanjutkan serangannya dengan sambaran cambuk bertubi-tubi, sambil menunggu Tameng Waja Putih kembali ke tangannya. Si Penyerang Gelap punya dua langkah untuk menghadapi serangan itu, yaitu kembali menghindar dengan cara menggegoskan tubuhnya atau dengan menangkis sambaran cambuk itu dengan tebasan pedang. Namun bila tenaga prana pemegang cambuk lebih tinggi dari tenaga prana pemegang pedang, maka cambuk itu tidak akan mempan ditebas. Dari reaksi Si Penyerang Gelap yang tidak menggunakan pedangnya untuk menangkis, Raden Mas Said yakin tenaga prananya masih jauh lebih tinggi. Terlihat disini Si Penyerang Gelap menghindari sambaran cambuk dengan cara meliukliukan tubuhnya, masih dalam posisi sambil melayang di udara.

Raden Mas Said cukup kagum dengan kelincahanSi Penyerang Gelap. Meliukkan tubuh sambil melayang di udara bukan hal yang mudah untuk dilakukan, hanya bisa dilakukan oleh pendekar papan atas. Terlihat disini Si Penyerang Gelap cukup lihay dalam membaca situasi, karena dengan mengandalkan pedang dan tenaga prana sulit menghalau serangan, maka dia gunakan kelincahan tubuhnya. Model gerakan seperti itu banyak dipakai oleh para pesilat pantai; maka ilmu silat semacam itu banyak disebut orang dengan istilah silat pesisir atau silat syahbandar. Cuma rasa-rasanya Raden Mas Said mengenal jurus-jurus itu, bisa dipastikan Raden Mas Said mengenal siapa siapa Penyerang Gelap itu.

Beberapa saat kemudian Si Penyerang Gelap sudah mendaratkan kedua telapak kakinya ke tanah, dan Raden Mas Said sudah merangsek semakin dekat. " Pengecut, buka topengmu ! Jangan beraninya cuma bersembunyi !" Topeng yang dipakai Si Penyerang Gelap itu terbuat dari besi bajayang dicat dengan warna hitam, Raden Mas Said mempergencar serangannya, target utamanya sekarang adalah membuka topeng baja hitam yang menutupi wajah Si Penyerang Gelap itu secepatnya.

Si Penyerang Gelap yang memakai topeng bajawarna hitam itu tetap tak bersuara. Dan Raden Mas Said juga cukup heran, sudah hampir tiga jurus serangan beruntun dengan lemparan tameng dan sabetan cambuk darinya belum juga mengenai sasaran,  boro-boro sampai dapat membuka topengnya. Dalam banyak pertarungan diwaktu yang lalujarang ada orang mampu menahan serangan Raden Mas Said lebih dari dua jurus. Apalagi Si Penyerang Gelap bertopeng baja itu bisa dibilang tidak mengeluarkan ilmu kesaktian khusus, hanya mengandalkan kelincahan dan kekuatan tenaga prana.

Dan seiring mengalirnya waktu, keadaan perlahan-lahan berubah. Pada posisi awal pertarungan terlihat Raden Mas Said yang agresif menyerang, sekarang dia dalam posisi diserang. Pertarungan yang tadinya berjarak jauh, kini berubah menjadi pertarungan jarak pendek. Si Penyerang Gelap, atau kita sebut saja Pendekar Topeng Waja, yang merubah keadaan itu. Dalam formula pertarungan jarak pendek, Raden Mas Said terlihat kewalahan. Pedang tipispanjang Pendekar Topeng Waja mengurung terus tanpa memberi celah sama sekali. Sementara dalam jarak yang begitu dekat seperti ini, Cambuk Dadung Awuk sulit menunjukkan kehebatannya sebagai si penyambar nyawa.  Tameng waja putih juga

cenderung  memberi fungsi pertahanan saja, menangkis dan menangkis, tapi sulit untuk memberi serangan balik yang berarti.

Raden Mas Said tidak menyangka, pasangan senjata Cambuk Dadung Awuk dan Tameng Waja Putih yang terkenal sebagai penyambar nyawa, bisa dibikin kewalahan oleh sebilah pedang tipis yang pemegangnya lincah bagai burung sikatan.  Harus segera diambil langkah yang cerdas untuk mengatasi keadaan ini. Sewaktu beberapa kali terjadi benturan antara pedang tipis dan Tameng Waja Putih, Raden Mas Said bisa mengukur bahwa tenaga prana Pendekar Topeng Waja Putih dibawah tenaga prananya. Saat pedang tipis menempel di permukaan Tameng Waja Putih, beberapa kali dicoba untuk menyedotnya, tapi tidak berhasil. Pendekar Topeng Waja rupa-rupanya sudah tahu kecenderungan itu, maka dia melakukan antisipasi. Serangan pedang ditangannya selalu dilakukan dengan posisi menusuk atau menebas, terkadang dengan berputar bolak-balikkayak baling-baling, tak pernah sisi kanan kiri pedang sampai menempel penuh ke permukaan tameng,sehingga sulit disedot.

Sempat terpikir di benak Raden Mas Said untuk mengeluarkan Aji Brajamesti, tapi setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya tidak jadi. Pukulan tangan yang dilambari Aji Brajamesti dirasa sulit menembus pertahanan Pendekar Topeng Waja. Pedang tipis yang selalu berputar mengelilingi tubuh Pendekar Topeng Waja, menjadi benteng kokoh yang hampir-hampir mustahil untuk ditembus. Dan Pendekar Topeng Waja juga semakin mempergencar serangannya, membuat Raden Mas Said semakin terdesak.

Bila tidak segera diambil langkah, keadaan akan semakin sulit.

Mulat sariro hangrasa wani (berani mawas diri).

Itulah baris pertama puisi yang tadi ditulis oleh Raden Mas Said. Dia mulai melakukan evaluasi diri. Tenaga dalam dahsyat ada dalam dirinya. Ajian-ajian sakti ada dibadannya. Dua senjata pusaka sakti ada ditangannya. Keberanian bergemuruh di dadanya. Dan semua tidak akan berarti bila tidak dihidupkan oleh kecerdasan dan kecerdikan.  Dari tadi, kemana perginya kecerdasan dan kecerdikan. Mengapa dia tidak hadir dan menggelorakan bernyalanya potensi diri. Dengan banyaknya kekayaan yang tersemat dalam jati diri, tak ada alasan untuk kalah atau gagal. Dan setelah diamati lebih dalam, lawan bisa mendesak Raden Mas Said bukan karena dia sangat hebat, tapi karena dia cukup mengenal jurus-jurus Raden Mas Said. Siapakah gerangan dia ?

Melu handarbeni ( ikut merasa memiliki).

Inilah baris kedua puisinya, dari lima baris puisi yang tadi telah ditulisnya. Mata, hidung, mulut, telinga dan kulit adalah panca indra milik kita, semuanya bersemayam di dalam badan wadag. Pengendali dari semua itu adalah hati, dengan pikiran sebagai teknokratnya. Ini adalah konsep badan wadag dalam lingkup mikro. Dalam lingkup makro, pakaian dan senjata yang melekat di tubuh kita adalah juga bagian dari badan kita. Bahkan, segala materi alam yang ada di sekitar kita adalah bagian dari tubuh kita dan kitapengendalinya. Kita merupakan sentral dari sistem itu.

Dan di sekeliling Raden Mas Said ada tanah, udara, sungai, air, rerumputan, pepohonan, burung-burung terbang di udara dan berbagai unsur lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semua yang punya gerakan atau tujuan searah dengan kita, adalah bagian dari tubuh kita. Dan bila gerakannya tidak searah, tetapi kita bisa menjadikannya searah, maka materi itu atau hal itu adalah bagian dari tubuh kita juga. Semua harus kita jaga agar terlindung dari kerusakan, dan bila unsur itu normal dan berfungsi dengan baik, maka akan bisa membawa manfaat bagi kehidupan kita. Satu bagian baik, yang lain harus baik semua. Satu bagian sakit, semua yang lain ikut merasakan sakit. Antar bagian harus ikhlas saling membantu dan rela berkorban. Beginilah juga hakikat kehidupan manusia. Dan sekarang Raden Mas Said terdesak, maka berbagai unsur yang didekatnya seperti senjata, batu dan pohon bisa membantunya untuk memulihkan keadaan.

" Wuss ! Wuss !" Tiba-tiba terasa angin bertiup sangat kencang, menerpa ke arah Raden Mas Said. Ternyata Pendekar Topeng waja mengeluarkan ilmu kesaktian. Rupanya dia ingin mengakhiri pertarungan ini secepatnya, dengan kemenangan tentunya. Dia tak mau mengakhiri pertarungan ini dengan pedang, terlalu spekulasi. Raden Mas Said punya banyak ilmu kesaktian yang belum sempat dikeluarkan; dengan mengandalkan pedang, belum tentu bisa unggul. Terlihat Pendekar Topeng Waja berdiri tegak dengan kaki direnggangkan dan dua buah tangannya direntangkan. Telapak tangan terbukadan mengadah ke atas. Angin yang bertiup semakin kencang, hawanya bervariasiterkadang panas terkadang dingin. Tiba-tiba hamparan air di Kali Pepe terlihat menggeleyak, permukaan air seperti mau terangkat ke atas, dan sekonyong-konyong terjadilah ombak kecil yang bergulung-gulung. Gulungan ombak itu mengarah ke timur, ke posisi Raden Mas Said. Bersamaan dengan itu hawa yang tadinya berubah-ubah antara panas dan dingin, kini dia konstan dalam keadaan dingin. Dan semakin lama semakin dingin. Hampir semua daun yang ada di situ rontok, karena dibelit oleh kebekuan dan dihisap oleh tenaga prana yang dimainkan Pendekar Topeng waja.

" Aji Bayu Samudra !" Raden Mas Said berseru, "Antek Kumpeni Keparat, darimana kau belajar Aji Bayu samudra ?" Aji Bayu Samudra adalah termasuk ilmu sakti perguruan Raja Kawasa dari Tlatah Banyumas, tempat Raden Mas Said berguru dahulu. Bagaimana mungkin ada seorang antek Kumpeni, pemburu sayembaraberhadiah 1.000 real bisa menguasai ilmu itu. Perguruan Raja Kawasa sangat hati-hati dalam menurunkan atau mengajarkan ilmu tersebut; tidak ke sembarang orang, dan asal-usul orang tersebut harus diketahui dengan jelas. Dulu Raden Mas Said sempat mempelajari ilmu tersebut, tapi tidak sampai katam, karena dia belajar di Perguruan Raja Kawasa cuma 6 bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun