Masjid bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga pusat kehidupan umat yang dinamis. Konsep ini terasa begitu kuat saat saya berkesempatan mengunjungi Masjid Jogokariyan di Yogyakarta. Masjid ini bukan hanya terkenal karena arsitekturnya, tetapi lebih karena manajemennya yang luar biasa dalam menghidupkan fungsi masjid secara optimal.
Sejak didirikan pada tahun 1966, Masjid Jogokariyan mengalami transformasi besar sejak awal 2000-an. Kini, ia menjadi contoh bagaimana masjid dapat menjadi pusat pemberdayaan umat dengan sistem manajemen yang transparan, program sosial yang berdampak luas, dan pelayanan jamaah yang luar biasa.
Kesederhanaan yang Menjadi Kekuatan
Masjid Jogokariyan terletak di pinggir Jalan Jogokariyan, sebuah jalan yang tidak terlalu besar di Kota Yogyakarta. Dari luar, bangunan fisiknya tampak sederhana, tidak megah seperti masjid-masjid besar lainnya. Namun, justru dalam kesederhanaan inilah kekuatan masjid ini terlihat.
Masjid ini terdiri dari bangunan inti dan tambahan tiga lantai yang berfungsi untuk berbagai aktivitas keislaman. Yang menarik, tersedia lift khusus bagi jamaah lansia yang ingin shalat di lantai atas. Fasilitas ini menunjukkan perhatian pengurus terhadap semua lapisan jamaah, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Di samping masjid, terdapat dua ATM bank yang memudahkan jamaah dalam bertransaksi. Tak jauh dari masjid, ada Omah Da'wah Pro-U Media, sebuah penerbitan buku-buku agama yang banyak menampilkan karya Ustadz Salim A. Fillah. Selain itu, Pro-U Media juga memproduksi busana muslim yang turut berkontribusi dalam dakwah melalui ekonomi kreatif.
Shalat Subuh yang Penuh oleh Kaum Muda
Salah satu hal yang sangat mengesankan adalah shalat Subuh berjamaah yang begitu ramai, meskipun ini adalah hari kerja. Pada Rabu pagi, saya melihat masjid dipenuhi jamaah, mayoritas adalah anak-anak muda. Ini bukan fenomena biasa, karena di banyak tempat shalat Subuh sering kali hanya diikuti oleh segelintir orang tua.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Masjid Jogokariyan telah berhasil menarik perhatian generasi muda untuk kembali ke masjid. Mereka tidak hanya datang untuk shalat, tetapi juga terlibat aktif dalam berbagai kegiatan keislaman yang diadakan di masjid ini.
Ramainya Pedagang Sarapan Pagi di Sekitar Masjid
Setelah shalat Subuh yang penuh dengan jamaah, saya melihat suasana yang begitu ramai di luar masjid. Puluhan pedagang makanan berjejer di sekitar area masjid, menawarkan berbagai macam menu sarapan pagi.
Dari bubur ayam, nasi pecel, hingga aneka jajanan khas Yogyakarta, semua tersedia. Para jamaah yang baru selesai shalat bisa langsung menikmati sarapan pagi yang lezat sambil bercengkerama dengan teman atau keluarga. Suasana ini mengingatkan saya pada tradisi pasar pagi yang selalu hidup di sekitar masjid pada masa kejayaan Islam dahulu.
Fenomena ini tidak hanya menunjukkan bahwa masjid ini menjadi pusat ibadah, tetapi juga pusat ekonomi yang menggerakkan roda perekonomian masyarakat sekitar.
Masjid yang Hidup 24 Jam
Kehidupan di Masjid Jogokariyan tidak berhenti hanya pada waktu-waktu shalat wajib. Ketika saya berjalan melewati masjid sekitar pukul 10 malam, saya melihat banyak anak muda masih berada di dalam masjid. Beberapa sedang berdiskusi, membaca Al-Qur'an, atau hanya duduk menikmati suasana yang nyaman.
Fenomena ini mengingatkan saya pada gambaran masjid pada zaman Rasulullah, yang tidak hanya menjadi tempat shalat tetapi juga pusat belajar, tempat berdiskusi, dan ruang bagi umat untuk berkembang.
Ramah Musafir, Tempat Singgah yang Nyaman
Keistimewaan lain dari Masjid Jogokariyan adalah keramahannya terhadap musafir. Pengurus masjid sangat terbuka menerima tamu dari berbagai daerah yang datang untuk beristirahat, menunaikan ibadah, atau sekadar belajar dari sistem manajemen masjid ini.
Di banyak masjid, musafir sering kali dianggap sebagai "orang asing" yang kurang mendapatkan perhatian. Namun, di sini musafir benar-benar disambut dengan baik. Fasilitas yang disediakan pun cukup nyaman, sehingga banyak pelancong yang menjadikan Masjid Jogokariyan sebagai tempat persinggahan.
Manajemen Keuangan: Transparansi yang Menginspirasi
Keberhasilan Masjid Jogokariyan tidak lepas dari sistem pengelolaan keuangan yang transparan. Setiap Jumat, masjid mempublikasikan laporan keuangannya secara terbuka, lengkap dengan rincian pemasukan, pengeluaran, dan saldo yang tersisa.
Uniknya, masjid ini menerapkan konsep kas nol rupiah, yang berarti setiap donasi yang masuk segera digunakan untuk program sosial dan pengembangan masjid. Jamaah bisa langsung melihat dampak dari sedekah yang mereka berikan, sehingga kepercayaan terhadap masjid semakin kuat.
Program Sosial yang Berdampak Langsung
Masjid Jogokariyan telah membuktikan bahwa masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga solusi bagi permasalahan sosial masyarakat. Beberapa program unggulan yang dijalankan di antaranya:
- ATM Beras -- Fasilitas beras gratis bagi masyarakat kurang mampu.
- Layanan Jemput Jamaah -- Memudahkan lansia dan warga yang kesulitan datang ke masjid.
- Beasiswa Pendidikan -- Memberikan bantuan kepada anak-anak dari keluarga tidak mampu.
- Kajian Wanita dan Remaja -- Program edukasi agama yang rutin diselenggarakan.
- Pemberdayaan Ekonomi Jamaah -- Mendukung pedagang kecil di sekitar masjid agar berkembang.
- Klinik Bantuan Hukum -- Program konsultasi dan pendampingan masalah hukum yang mungkin sedang dihadapi oleh jama'ah.Â
Keberadaan program-program ini menunjukkan bahwa masjid dapat menjadi solusi bagi permasalahan sosial masyarakat, bukan hanya sebagai tempat ibadah yang pasif.
Konsistensi dalam Memakmurkan Masjid
Keberhasilan Masjid Jogokariyan bukanlah hasil dari kerja singkat, tetapi buah dari konsistensi selama lebih dari dua dekade. Sejak tahun 2000-an, masjid ini menerapkan sistem manajemen yang rapi, transparan, dan selalu melibatkan jamaah dalam setiap programnya.
Kini, Masjid Jogokariyan menjadi rujukan bagi banyak masjid di Indonesia yang ingin menerapkan konsep serupa. Banyak pengurus masjid dari berbagai daerah datang untuk belajar bagaimana mengelola masjid dengan lebih profesional dan berdampak luas bagi umat.
Kesimpulan: Masjid yang Menjadi Model Peradaban
Kunjungan saya ke Masjid Jogokariyan memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana masjid dapat benar-benar hidup dan menjadi solusi bagi umat.
Dengan transparansi keuangan, program sosial yang tepat sasaran, pelayanan ramah kepada musafir, serta keterlibatan aktif anak muda, masjid ini membuktikan bahwa masjid dapat kembali menjadi pusat peradaban Islam---bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai ruang belajar, pemberdayaan, dan penguatan ukhuwah Islamiyah.
Jika lebih banyak masjid di Indonesia meniru model ini, bukan tidak mungkin kita akan melihat kebangkitan peran masjid seperti di masa kejayaan Islam dulu. Kini, pertanyaannya adalah:
Apakah masjid-masjid lain siap belajar dari Jogokariyan dan menghidupkan kembali fungsi masjid yang sesungguhnya?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI