Ternyata ada masalah besar dalam tata niaga telur ayam dan jagung. Tarik ulur soal harga jagung belum terpecahkan. Petani jagung mengaku rugi jika harga jual ke petelur hanya Rp.4.500,-.
Dengan harga jual pabrik segitu pasti harga beli ke petani hanya Rp. 3.500 sampai Rp.4.000 per kg.
Selama ini harga jual ke konsumen itu biasanya berkisar antara Rp. 5.300 sampai Rp.5.600.
Kalau kurang dari itu apalagi mengacu kepada Permendag harga jual petani hanya Rp. 3.150.
Itu namanya pembunuhan kepada para petani jagung, kata pengusaha dan petani Dean Novel.
Sengkarut harga ini harus bisa selesai dengan keputusan Presiden yang meminta harga jagung ditetapkan Rp.4.500. Mereka harus bersepakat. Antara petani jagung dengan peternak itu harus sinergis. Antara mereka itu ada hubungan simbiosis mutualisme kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan hewan I Ketut Diarmita.
Anggota komisi IV DPR Ono Surono meminta agar menteri Pertanian dan menteri perdagangan mengesekusi arahan presiden itu.
Ono yang kader PDIP itu melihat adanya hal yang harus dibenahi dalam produksi dan tata niaga jagung. Misalnya soal ada impor tapi juga ada ekspor. Ini bagaimana.
Ketua DPD Matalitti meminta agar import jagung dihentikan. Import ini akan menurunkan harga dan mengganggu serapan produksi lokal. Selain itu juga melukai rasa keadilan petani.
Sementara itu menurut sumber di Kementan produksi jagung tahun ini diperkirakan mencapai 33 juta ton sementara kebutuhan pakan ternak hanya 10,28 juta ton setahun.
Ini tidak ada management yang jelas berapa kebutuhan ril untuk konsumsi dan pakan ternak selain ternak ayam. Kenapa sampai masih harus impor.