Legenda Batu Besar Cengal, Bagian 2: Sebuah Pengakuan
Bagian 2: Sebuah Pengakuan
Waktu spesial yang dipilih Batara bertepatan dengan pelaksanaan upacara seren tahun panen padi di pedukuhan Cengal. Saat itu Dahayu sedang bertugas membawa dupa mendampingi sang ayah. Mereka akan menghampiri setiap penduduk dan gegedeng yang sedang bersila di pandapa.
Batara terus memerhatikan Dahayu. Sepasang mata teduh yang selalu tampak bahagia itu, bunga kamboja berkelopak lima di telinga kirinya itu, bibir tipis yang selalu menebar senyuman itu, dan semua hal yang ada di tubuh Dahayu telah mencuri perhatian Batara saat itu.
Perhatian Batara beberapa kali terhenti ketika Dahayu sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan. Dahayu sesekali membalas tatapan Batara dan setiap adu pandang itu terjadi, maka tersipulah mereka.
Dahayu dan sang ayah kini telah sampai di barisan gegedeng. Setelah selesai memberkati pemimpin pedukuhan Cengal mereka lalu menuju Batara, si putra mahkota pewaris tahta pedukuhan Cengal.
Ayah Dahayu sudah selesai memberkati Batara. Kini Dahayu di belakang sang ayah sedang membiarkan asap dupa yang ia bawa menyelimuti wajah dan badan Batara. Batara dan Dahayu kini berhadap-hadapan.
"Tadi ada yang salah dengan wajahku, kang?" bisik Dahayu tiba-tiba.
"Tidak ada yang salah, dik."
Dahayu tersenyum mendengar perkataan Batara. Ia lalu bersiap menuju gegedeng selanjutnya. Saat Dahayu hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba Batara mendekati wajah dan telinga Dahayu.