Mohon tunggu...
Dede Fatinova
Dede Fatinova Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Doktoral Linguistik UPI

Linguistik

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kecurangan TSM dalam Pilpres 2024

29 April 2024   08:38 Diperbarui: 29 April 2024   08:43 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Isu "Kecurangan TSM" (Terstruktur, Sistemik, dan Massif) mencuat kuat dalam Pilpres 2024.  Hal ini sepertinya dimulai dari adanya tayangan berjudul "Dirty Vote" yang secara gamblang memaparkan adanya indikasi kecurangan TSM dalam Pilpres 2024.  Sebenarnya, apa itu "kecurangan"? dan bagaimana isu kecurangan ini berkaitan dengan Pilpres 2024?? Pada tulisan ini penulis akan mengulas secara sederhana mengenai hal tersebut. 

Kata “kecurangan” berasal dari kata “curang”, istilah ini lekat dengan konotasi negatif. Dalam KBBI kata “curang” merupakan sebuah kata sifat yang bermakna “tidak jujur”, sementara kata “kecurangan” merupakan sebuah kata benda yang bermakna “perbuatan curang”, “ketidakjujuran”, dan “keculasan”. Sejalan dengan itu, legal-dictionary (dikutip dari https://legal-dictionary.thefreedictionary.com/Fraud) mendefinisikan “kecurangan” sebagai “ketidakjujuran yang dilakukan demi mendapatkan keuntungan”. Dari pendefinisian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindak kecurangan merujuk pada sebuah tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sengaja dan didasarkan pada motivasi tertentu yang menyebabkan adanya pihak atau kelompok yang dirugikan.

Dikutip dari geograf.id, kecurangan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu penipuan, pemalsuan, pemanipulasian data, juga korupsi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kecurangan dapat berdampak besar bagi pihak yang terlibat; bagi korban tindakan tersebut dapat menimbulkan tercemarnya reputasi, juga kerugian emosional, sementara bagi tersangka tindak kecurangan dapat menyebabkan adanya sanksi hukum, hilangnya kepercayaan dari masyarakat, dan merusak hubungan baik dengan pihak lain. Dalam konteks pemilu (electional fraud), praktik kecurangan dapat merugikan pesaing politiknya karena berpotensi mempengaruhi hasil pemilu yang dilakukan melalui pemanfaatan legal machinery, seperti sistem hukum yang ada (Lehoucq, 2003:235).

Isu adanya praktik kecurangan mencuat kuat dalam pemilu 2024 di Indonesia. Meskipun pasangan terpilih sudah diumumkan oleh KPU pada 20 Maret 2024, pasangan tersebut digugat oleh dua pesaingnya ke Mahkamah Konstitusi atas dasar adanya kecurangan dalam pemilu yang sudah terselenggara. Diungkapkan oleh kubu penggugat, seperti dikutip dari https://www.bbc.com/indonesia/articles/c720l13y2lxo, kecurangan dalam pilpres 2024 dibumbui dengan adanya praktik nepotisme dalam pencalonan paslon tertentu. Artinya kecurangan tersebut terjadi sebelum pemungutan suara dilakukan. Sekaitan dengan ini, ketua timnas pesaing menyebutkan bahwa kecurangan dalam pemilu kali ini terjadi sebelum, sesaat, dan setelah pemungutan suara berlangsung (Wiryono & Prabowo, 2024).

Kecurangan sebelum pemungutan suara salah satunya berkaitan dengan netralitas Presiden dan pejabat negara. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 29 memang dinyatakan bahwa beberapa pejabat negara diperbolehkan untuk berkampanye. Namun terdapat beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi, salah satunya adalah “sedang cuti”. Namun pada saat kampanye dilakukan, para Menteri dan Presiden sedang tidak cuti dan secara terang-terangan berkampanye, di sisi lain mereka pun tidak termasuk pada tim kampanye sesuai yang tertera pada pasal 299 ayat (3). kemungkinan kecurangan lainnya yang diungkapkan adalah adanya politisasi bantuan sosial. Pada saat itu Presiden membagikan bansos untuk warga di dekat spanduk pasangan tertentu.

Kecurangan terkait pemungutan dan perolehan suara pun sempat terdengar, beberapa di antaranya adalah adanya pencoblosan dini untuk pasangan tertentu di beberapa tempat, baik dalam dan luar negeri. Dikutip dari Tirto.id, beberapa dugaan kecurangan lainnya, yaitu terdapat WNI di London yang tidak dapat mencoblos. Terkait ini KPU mengklarifikasi bahwa data mereka berada di DPT dalam negeri. Selain itu adanya dugaan penggelembungan perolehan suara untuk kemenangan paslon tertentu, sehingga perolehan suara yang didapatkan melebihi jumlah pemilih di banyak TPS. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan data antara sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) dan data di TPS. Maka dari itu muncullah dugaan bahwa Sirekap merupakan bagian dari kecurangan pemilu, namun ini disanggah oleh ketua hukum KPU di sidang sengketa Pilpres 2024 yang diselenggarakan pada 28 Maret 2024.

Kuatnya dugaan praktik kecurangan dalam pilpres 2024 memantik ratusan tokoh agama, cendekiawan, ilmuwan, dan pekerja sosial di Indonesia menyampaikan pernyataan sikap untuk menolak hasil pemilu 2024. Hal ini disampaikan dalam deklarasi kelompok Gerakan Pemilu Bersih yang diprakarsai oleh Din Syamsudin juga tokoh lainnya seperti mantan wakil Presiden, bapak Jusuf Kalla. Din Syamsuddin mengatakan bahwa dalam pilpres 2024 terjadi kecurangan yang bersifat terstruktur, sistemik, dan massif. Kecurangan ini terjadi sejak masa persiapan, proses pemungutan, dan perhitungan suara. Ia bahkan berkata bahwa KPU tidak beres dalam menjalankan pemilu ini.

Terkait praktik kecurangan yang terstruktur, sistemik, dan massif (TSM), Effendi (2023) menjelaskan bahwa istilah tersebut muncul dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), khususnya pada pasal 286. Namun, sebenarnya pasal tersebut membahas pelanggaran dalam konteks pemilihan anggota legislatif. Secara terminologi, pelanggaran “terstruktur” didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan secara struktural, baik oleh aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama, sementara pelanggaran “sistematis” maknanya sebagai pelanggaran yang berencana, secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Aturan lebih rinci mengenai pelanggaran TSM tertuang dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum.

Praktik kecurangan dalam pilpres 2024 merupakan sebuah praktik yang terstruktur dan sistemik karena proses kecurangan tersebut telah diatur dan dilakukan secara terorganisir. Dalam konteks perpolitikan, tindakan ini bertujuan untuk memanipulasi atau mengubah hasil pemilihan demi kepentingan tertentu. Pada pilpres 2024, praktik ini terlihat dari mulai persiapan Gibran sebagai anak Presiden untuk dapat melenggang dengan legal dalam kancah pilpres 2024 melalui penetapan UU Pemilu pasal 169 Huruf q mengenai batas usia capres dan cawapres oleh MK yang tidak lain adalah paman dari Gibran. Selain itu, kecurangan tersutruktur ini juga terlihat dari adanya intimidasi terhadap para aparat desa untuk dapat memenangkan paslon tertentu. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Gerakan Pemilu Bersih, bahwa adanya praktik pengerahan aparat pemerintahan untuk mendukung paslon tertentu (Abdurrahman, 2024). Adanya praktik ini dapat merusak integritas proses demokratis, mengancam stabilitas politik, dan mengurangi legitimasi pemerintahan yang terpilih.

Selain terstruktur dan sistemik, kecurangan dalam pilpres 2024 ini pun bersifat masif, artinya terjadi dalam skala yang besar. Adapun pelanggaran “masif” didefinisikan sebagai pelanggaran yang dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan (Effendi, 2023). Senada dengan hal tersebut, Jatmiko (2024) menyatakan bahwa kecurangan yang masif adalah kecurangan yang dilakukan dalam skala besar yang dapat memengaruhi hasil keseluruhan pemilihan. Ini mencakup berbagai teknik penipuan, intimidasi, atau penggunaan sumber daya pemerintah untuk memengaruhi hasil dengan cara yang tidak adil.

Adanya dugaan praktik kecurangan yang terstruktur, sistemik, dan masif (TSM) dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap sistem politik, hukum, dan pemerintahan di Indonesia. Hal ini pun dapat mengancam integritas demokrasi karena adanya perusakan terhadap prinsip-prinsip pemilihan yang bebas dan adil, serta partisipasi yang sehat dalam proses politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun