Bahkan, Stefano Lilipaly yang sudah berusia 35 tahun baru mengemas 34 penampilan bersama Garuda.
Bandingkan dengan Jalal Hasan (34 tahun) di Irak yang telah bermain 94 laga, Rebin Sulaka (33 tahun) 53 laga, dan Osama Rashid (33 tahun) 43 laga.
Arab Saudi juga mempunyai Salem Al Dawsari (34 tahun) dengan 99 laga, Mohamed Kanno (31 tahun) 65 laga, dan Saleh Al Shehri (31 tahun) 46 laga.
Situasi beberapa pemain Irak dan Saudi tersebut dulu juga terjadi pada Indonesia 2010.
Pemain seperti Bambang Pamungkas bahkan mempunyai 63 penampilan sebelum 2010. Artinya, ketika ia bermain di usia 30 tahun pada 2010, ia memang matang secara level timnas.
Kematangan ini sangat dibutuhkan, karena tekanan dalam bermain di timnas dan klub terkadang berbeda. Di sinilah, pemain yang telah lama membela timnas akan mempunyai nilai lebih dibanding yang baru bergabung.
Maka dari itu, Indonesia berada di situasi ideal pada 2010 untuk ukuran bermain di AFF. Mereka mempunyai pemain senior yang memang senior secara caps di Timnas, dikombinasikan dengan tenaga segar ala pemain muda yang sedang semangat membuktikan diri.
Lalu, dilengkapi dengan pemain naturalisasi yang haus gol seperti Cristian Gonzales, serta pemain keturunan Irfan Bachdim yang juga bersemangat membuktikan kecintaannya terhadap negara asal ayahnya.
Dengan kombinasi seideal itu, saat itu saya berharap Indonesia bisa juara Piala AFF. Namun, ternyata harapan itu sirna dengan segala dramanya.
Seperti sorotan laser ke pemain Indonesia, dugaan pengaturan skor, hingga isu gaya hidup yang tak mencerminkan atlet sepak bola profesional dan berkorelasi dengan performa di atas lapangan.
Lantas, bagaimana dengan Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026?