Pelatih dikritik karena merekalah yang mempunyai hak prerogatif untuk memilih dan menyusun pemain serta menyiapkan rencana bermain (taktik).
Bagaimana dengan pemain?
Pemain bisa berada di atas lapangan karena ada keputusan dari pelatih, dan pelatih bisa ada di tepi lapangan karena direkrut federasi.
Artinya, pemain bisa ada dan tidak ada selain karena performanya bersama klub, juga karena keputusan pelatih. Dan pelatih bisa ada di tepi lapangan untuk memimpin tim tersebut juga karena ia direkrut oleh federasi--jika konteksnya tim nasional.
Inilah mengapa, pemain adalah faktor lanjutan setelah federasi dan pelatih.
Sehingga, gagal dan berhasilnya sebuah tim tetap membutuhkan federasi yang sehat, pelatih yang tepat, lalu disusul pemain yang kuat. Kuat di sini adalah kemauan yang kuat untuk mewujudkan rencana bermain pelatih secara kolektif.
Berdasarkan runutan tersebut ditemukan bahwa jika Indonesia gagal lolos, yang harus bertanggung jawab terlebih dahulu adalah federasi dan pelatih.
Ini pun tak hanya karena pelatihnya Kluivert, tetapi juga berlaku bagi siapa pun pelatihnya.
Bahkan, jika yang memimpin masih Shin Tae-yong, yang bertanggung jawab atas gagal lolosnya Indonesia ke Piala Dunia juga termasuk STY.
Maka dari itu, standar ganda harus dihapuskan ketika Indonesia gagal lolos.
Standar ganda yang dimaksud seperti berikut ini.