Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"ENTAH" dan Teater Daring (Bagian 2)

1 April 2021   06:18 Diperbarui: 1 April 2021   13:06 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah lanjutan dari bagian pertama pembahasan tentang pementasan teater dari Teater Pribumi yang mengusung naskah "ENTAH", karya Ekwan Wiratno. Sebelum membaca bagian ini, alangkah baiknya untuk membaca bagian pertama. (Spoiler alert!)

Pada bagian ini saya akan mengajak pembaca melangkah ke pembahasan ketiga, yaitu tentang pementasan dengan naskah "ENTAH". Apakah ada misi khusus dengan naskah tersebut?

Saya sebenarnya menjadi orang beruntung, karena pernah membaca naskah yang kebetulan juga ditulis oleh orang yang saya kenal. Ini yang membuat saya punya kesempatan turut mendengar diskusi terkait apa isi dari naskah tersebut.

Itu yang membuat saya menangkap naskah itu menarik sekaligus unik. Karena, dapat menjebak asumsi pembacanya. Apakah pembaca akan menelaah kisah tersebut sebagai tragedi rumah tangga atau lainnya.

Itu pula yang saya nantikan dari pementasan ini. Kira-kira, adakah pesan tertentu yang dapat dikaitkan dengan fenomena masa kini (kontekstual) dengan pementasan tersebut?

Jika mengikuti jalannya cerita dari awal sampai menjelang akhir, saya masih berusaha mencarinya. Sampai saya harus menemukan dua pemikiran dari pementasan ini.

Pertama, apakah pementasan ini akan membentuk asumsi bahwa hidup bersama penulis itu rumit? Kedua, apakah pementasan ini akan membentuk asumsi bahwa menjadi penulis bisa berisiko (dianggap) gila?

Jika memang begitu, maka saya akan segera kabur dari biduk "tulis-menulis". Saya juga takut dihindari oleh perempuan, dan tentunya saya juga takut menjadi (dianggap) gila.

Tetapi, selain asumsi receh itu, saya juga menemukan satu hal menarik dari pementasan tersebut, yaitu tentang kebanggaan menjadi penulis. Ketika menjadi penulis, kita bisa memikirkan adegan di dalam kisah yang ditulis menjadi seolah-olah nyata. Menjadi penulis juga bisa memikirkan hal lain yang tidak dipikirkan orang kebanyakan.

Menurut saya, itu suatu kelebihan. Karena, terkadang tidak semua orang bisa membayangkan apa yang rasanya mustahil menjadi ada. Minimal dalam bentuk tulisan, dan itu tidak lepas dari peran penulis.

Cuplikan dalam Trailer - Sumber: Youtube/ARTmediaNET
Cuplikan dalam Trailer - Sumber: Youtube/ARTmediaNET
Itulah mengapa, saya menganggap pementasan ini sebenarnya untuk mengangkat itu. Sekalipun, ini masih asumsi saya pribadi. Saya tidak tahu bagaimana asumsi penonton lain, apalagi pemikiran dari lubuk terdalam sutradaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun