"Suatu sistem yang berubah, akan ada konsekuensi dan harapan yang mengiringi."
Ketika mengetahui kabar tentang peniadaan tugas tilang kepada Polantas dan pengalihan ke tilang elektronik yang artinya mengandalkan kamera pengawas, maka pikiran saya langsung tertuju pada tulisan yang pernah saya tulis beberapa waktu lalu. Tulisan itu tentang pencurian kendaraan bermotor (curanmor).
Curanmor adalah salah satu bentuk kriminalitas yang tidak hanya memperdaya manusia, tetapi juga memanfaatkan minimnya pengawasan. Pengawasan di sini bisa dari manusia juga bisa dari kamera pengawas (CCTV).
Kebetulan saya juga menyinggung tentang keberadaan Closed Circuit Television (CCTV) dalam tulisan tersebut. Menurut saya akan minim peluang seorang pencuri kendaraan jika ada CCTV yang aktif dan strategis. Sedangkan dalam kasus tersebut, kamera pengawas hanya ada satu dan rusak. Sudah satu, rusak pula.
Keabaian terkait keamanan ini jelas membuka kesempatan bagi orang 'gelap pikir' untuk beraksi. Kita tentu sudah familiar dengan istilah "kejahatan ada karena ada kesempatan". Begitu juga pada kasus curanmor tersebut.
Pada kasus itu, penyelidikan mengandalkan kamera pengawas di jalan raya. Namun, sepertinya si pelaku tahu titik buta dari kamera pengawas itu, sehingga kabarnya berhasil lolos dari identifikasi jejak.
Sebenarnya, pengetahuan saya tentang pemanfaatan kamera pengawas dalam mengidentifikasi pelaku kriminalitas khususnya curanmor ada di dua momen. Pertama, saat menonton film atau serial misteri/kriminal. Kedua, saat teman saya kehilangan sepeda motor di area tempat pendidikan.
Pada momen kedua, saya pernah ikut mengawasi langsung laju para pengendara sepeda motor yang keluar dari gerbang utama. Namun, sayangnya hasil dari pemantauan itu sulit ditemukan jejaknya.
Saya juga menyayangkan bahwa tidak ada alternatif pengawasan di lokasi lain yang bisa diandalkan saat itu. Artinya, pelaku bisa melakukannya karena tahu titik-titik kelemahan pengawasan baik secara konvensional maupun digital.