Bahkan, kritikan kepada Manchester United juga berdasarkan permainan. Banyak hasil minor Man. United disebabkan dari permainan mereka yang sering hanya mengandalkan satu pakem--bermain dengan Bruno Fernandes.
Itu belum lagi jika para pemainnya ada yang melakukan kesalahan. Akibatnya, potensi untuk kalah semakin besar.
Memang, itu sebenarnya bukan murni kesalahan pelatih, tetapi apa yang terjadi di lapangan bisa dipengaruhi pula pada pola yang diberikan pelatih kepada pemain. Bisa saja para pemain mulai tidak nyaman, tidak respek, dan semacamnya.
Jika ada pergantian pelatih, para pemain akan kembali fokus pada pemainan dan tidak mencari permasalahan nonteknis. Selain itu, Allegri juga pasti akan menawarkan bentuk permainan yang baru dan lebih taktikal dibandingkan Solskjaer.
Sekali lagi, Allegri unggul dalam hal pengalaman. Jam terbangnya di Liga Champions juga tidak buruk. Itulah yang patut dipertimbangkan Manchester United terhadap Allegri.
Apalagi, secara usia, Allegri belum setua Jose Mourinho yang masih menganggap dirinya muda. Artinya, Man. United tidak perlu khawatir dengan proses jangka panjang. Allegri pasti siap melakukannya.
Tetapi, ada satu ganjalan yang bisa menjadi penghalang Allegri pergi ke Premier League, yaitu bahasa. Meskipun, Allegri sudah dikabarkan melakukan kursus Bahasa Inggris, tetap saja dirinya akan memiliki satu celah alasan seandainya klub yang dia asuh belum kunjung tampil bagus.
Pasti media massa akan menyoroti perihal kendala bahasa yang kemudian dapat memengaruhi distribusi taktik dari pelatih ke pemain. Bagaimana dengan peran asisten?
Kita bisa menengok kasusnya Arsenal dengan Unai Emery. Walaupun Emery punya skuad pelatih yang bertahun-tahun di Arsenal, buktinya kekurangannya dalam berbahasa Inggris masih menjadi sorotan ketika Arsenal tidak kunjung membaik di tangannya.
Artinya, itu juga bisa terjadi pada Allegri. Bahkan, meskipun tidak sedikit pelatih Italia yang sukses di Inggris, mereka tetap akan lebih nyaman berlaga di tanah airnya, karena faktor bahasa.