Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Paolo Rossi, Kebutuhan, dan Nurani

14 Desember 2020   10:41 Diperbarui: 15 Desember 2020   07:26 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paolo Rossi sangat dikenal karena sumbangsihnya kepada Timnas Italia. Gambar: FIFA via Kompas.com

Sebenarnya menulis tentang Paolo Rossi seperti menulis tentang sok tahunya saya tentang Paolo Rossi. Itulah mengapa, saya tidak akan banyak menulis tentang Paolo Rossi.

Awalnya, saya juga meragukan apakah ibu saya--yang sering saya jadikan acuan mengenal pesepak bola lama--mengenal Paolo Rossi. Karena, pada 1982 yang mana merupakan tahun keemasannya Rossi di jagat sepak bola dunia, saat itu pula ibu saya masih sekolah.

Saya menduga bahwa dirinya akan lebih mengenal nama-nama hebat seperti Arnold Schwarzeneger, Sylvester Stallone, atau Rhoma Irama dan Barry Prima. Tetapi, ibu saya ternyata cukup tahu tentang Paolo Rossi. Bahkan, dirinya mengingatkan saya jika dirinya juga suka dengan Timnas Italia.

Perihal kesukaannya dengan Timnas Italia, saya memang tidak meragukannya. Tetapi, bagaimana dengan Rossi?

Menurut saya sehebat-hebatnya Rossi kala itu, belum tentu bisa menjangkau jagat penggemar sepak bola segala kalangan, khususnya perempuan di Indonesia seperti ibu saya. Apalagi, kalau masih remaja.

Tetapi, akhirnya saya memilih menerima saja obrolan singkat dengan ibu saya terkait Rossi. Karena, ketika membaca pesan online dari ibu saya terkait meninggalnya Rossi, saya berpikir bahwa belasungkawa tidak selalu harus karena saling mengenal.


Dunia sepak bola berduka karena ditinggal dua legendanya. Gambar: Twitter/ccollova via Sindonews.com
Dunia sepak bola berduka karena ditinggal dua legendanya. Gambar: Twitter/ccollova via Sindonews.com
Belasungkawa bisa hadir karena kita pasti tahu rasanya ditinggal pergi selama-lamanya oleh orang yang telah disayangi, atau setidaknya sudah mengisi hari-hari bersama. Itulah yang dapat ditumbuhkan oleh orang-orang yang ingin berbelasungkawa.

Saya pun sudah pernah merasakan momen ditinggal pergi untuk selamanya. Bahkan, saya sempat sakit sekitar seminggu karena hal itu.

Dari situlah saya mulai mencoba mencari tahu tentang Paolo Rossi, yang ternyata merupakan mantan rekan seklub Michel Platini di Juventus. Kalau Platini, saya tahu, walau sebagian besar karena dia pernah menjadi orang penting di UEFA.

Setidaknya, saya dapat menilai bagaimana rekam jejaknya untuk sepak bola, walau lebih secara implisit. Tidak seperti saya mengenal Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo yang masih jelas dapat ditonton permainan aktualnya.

Namun, perhatian saya terhadap Paolo Rossi semakin besar ketika ada berita terkait rumahnya yang kemalingan. Itulah yang mendorong saya untuk menulis artikel ini.

Temuan berita tentang Rossi. Gambar: Google/dokumentasi pribadi
Temuan berita tentang Rossi. Gambar: Google/dokumentasi pribadi
Saya heran, mengapa masih ada orang yang berani melakukan tindak kejahatan kepada pihak yang sedang berduka. Apakah itu murni karena keterdesakan ekonomi akibat pandemi covid-19?

Rasanya konyol jika memikirkan alasan itu. Karena, semepet-mepetnya orang kala terjepit akibat pandemi, seharusnya tetap memikirkan cara yang benar untuk mendapatkan uang.

Begitu pun dengan risiko di kemudian hari, apakah orang itu bisa selamat dari kejaran polisi? Apakah hidupnya akan aman dan tenteram pasca menikmati hasil pencurian tersebut?

Belum lagi jika ini dikaitkan dengan mitologi terkait teror orang meninggal. Apakah para pencuri itu bisa tenang dari ancaman teror arwah Rossi?

Dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian muncul pula pertanyaan pamungkas saya, yaitu ke manakah nurani si pencuri? Adakah sisa-sisa kemanusiaan di lubuk logikanya?

Jika memang berbicara tentang pandemi covid-19 yang mampu merusak segala tatanan kehidupan, maka tidak hanya si pencuri itu yang kelaparan. Banyak orang yang mengalami nasib serupa.

Bahkan, di Indonesia saja masyarakatnya mengenal kebiasaan kerokan atau pun minum air hangat untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara di lambung. Atau, setidaknya untuk membuat lambung tetap bekerja tanpa menggerus dinding lambung dengan memberikan asupan minuman-minuman hangat.

Itu masih soal kebutuhan pangan, bagaimana dengan kebutuhan lain?

Ada kebutuhan krusial lain seperti listrik, air, pendidikan, dan kesehatan. Minimnya pemasukan kala pandemi membuat orang banyak kesulitan membayar beban listrik, air, dan pendidikan.

Begitu pula dengan kesehatan. Semakin minim pemasukan, makin minim pula asupan gizi untuk tubuh. Orang pun bisa sakit karena merosotnya kesejahteraan, bukan karena terkena virus Corona.

Itu artinya, banyak orang sedang menjerit karena kebutuhannya semakin terjepit. Tetapi, apakah orang-orang itu harus mencuri?

Apalagi, hal itu dilakukan kepada orang yang sedang berduka. Apakah orang itu tidak pernah berpikir, bagaimana jika dia yang menjadi korbannya dalam kondisi seperti itu?

Orang gelap mata memang bisa, apalagi jika kaitannya dengan uang. Semua orang membutuhkan uang untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam rangka bertahan hidup.

Tetapi, pasti ada cara yang lebih baik untuk memenuhinya. Tentang apakah itu bisa terwujud secara cepat dan hasilnya banyak, itu urusan metode dan daya tahan.

Metode yang bagus ada kemungkinan untuk berhasil dengan cepat dan hasilnya banyak. Tetapi, menemukan metode yang bagus bukan perkara mudah.

Paling mentok, seseorang akan dapat menemukan satu di antara metode baik atau metode benar. Metode baik berarti mencoba cara-cara yang sesuai dengan apa yang berlaku di lingkungan sosialnya. Metode benar berarti melakukan segala upaya yang sesuai aturan yang mutlak.

Di manakah letaknya pencurian?

Sebenarnya, tidak ada. Tetapi, saya menduga bahwa tindakan pencurian itu bisa terjadi karena dorongan sosialnya. Entah, lingkup kecil (tuntutan keluarga atau kelompok/geng) atau lingkup besar (kebiasaan masyarakat setempat).

Jika itu yang tercipta, maka tindakan pencurian bisa disebut baik versi mereka. Tetapi, tentu saja itu sangat tidak benar.

Setiap negara selalu memiliki hukuman terkait pencurian. Itulah mengapa tindakan pencurian disebut tidak benar secara mutlak.

Tindakan pencurian itu juga semakin jahat ketika terjadi kala korban sedang berbelasungkawa. Itu seperti menghujamkan belati kepada orang yang sudah terpanah. Artinya, sungguh kejam pelaku pencurian itu.

Melalui tulisan ini, saya pun berharap pihak kepolisian di Italia menyusut tuntas kasus pencurian itu. Jangan biarkan para pelaku kejahatan berpesta di tengah kesedihan besar orang lain!

Selamat jalan, Paolo Rossi.

Turut berduka untuk keluarga tercinta yang ditinggalkan. Semoga mereka tabah dan mampu menghadapi lembaran baru yang harus ditulisi tanpa Rossi.

Selamat jalan duo legenda! Gambar diolah dari: Italia/Foto/fanpage.it via Sindonews.com
Selamat jalan duo legenda! Gambar diolah dari: Italia/Foto/fanpage.it via Sindonews.com
~ Malang, 14 Desember 2020
Deddy Husein S.

Terkait:
Kompas.com, BBC.com, Liputan6.com, Hukum-hukum.com, Independent.co.uk, Statista.com, dan Link.springer.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun