Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Akhirnya Ada Pebalap Prancis Juara di MotoGP

20 Juli 2020   01:21 Diperbarui: 20 Juli 2020   01:35 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fabio Quartararo juara seri perdana MotoGP 2020. Gambar: Twitter/MotoGP

Dalam dua dekade terakhir jika mendengar atau membaca istilah MotoGP, pasti banyak yang membayangkan nama Valentino Rossi dan negara Italia. Begitu pun dalam waktu 5 tahun terakhir, kita mulai memikirkan tentang Marc Marquez dan Spanyol.

Hal ini lumrah, karena dua nama itu sedang menjadi ikon dengan generasi yang berbeda. Valentino Rossi adalah perwakilan generasi lama MotoGP era modern. Sedangkan Marc Marquez adalah generasi baru.

Keduanya kemudian menghasilkan dua kubu yang berbeda dalam mendominasi ajang balap motor paling bergengsi ini. Italia vs Spanyol.

Sejak kekuatan Valentino Rossi memudar, gaung Italia terlihat juga kurang terdengar. Ditambah dengan fakta bahwa pemenang MotoGP sejak 2011 adalah pembalap dari Spanyol.

Hanya Australia (2011) dengan pembalapnya Casey Stoner (Repsol Honda) yang pernah memotong dominasi Spanyol, yang mana sebenarnya sudah terlihat sejak musim 2010. Di akhir musim tersebut, pemenangnya adalah Jorge Lorenzo yang merupakan pembalap Spanyol.

Sejak itu, pembalap Spanyol menggila dengan menempatkan Jorge Lorenzo (2012 dan 2015) yang disusul segera oleh Marc Marquez untuk merengkuh juara dunia MotoGP (2013-2019). Kehadiran dua pembalap ini kemudian memotivasi pembalap Spanyol lain untuk menjadi yang terdepan.

Seperti Maverick Vinales, Alex Rins, Joan Mir, hingga Alex Marquez. Mereka kemudian masih berupaya bersaing dengan pembalap Italia seperti Danilo Petrucci, Franco Morbidelli, dan tentunya Francesco Bagnaia.

Baca juga: Apa Pengaruh Julukan Baru pada Andrea Dovisiozo?

Di duel teratas, masih menempatkan pembalap Italia dan Spanyol, yaitu Andrea Dovizioso, Valentino Rossi dan Marc Marquez. Seiring berjalannya waktu Rossi merelakan duel teratas untuk Dovizioso dan Marquez, begitu pun dengan Jorge Lorenzo yang pensiun pasca membela Repsol Honda.

Lalu, di mana pembalap dari negara lain?

Jika melihat kurun waktu yang sama dengan munculnya dominasi pembalap Spanyol, MotoGP juga masih diikuti oleh pembalap asal negara lain. Seperti Inggris dengan Cal Crutchlow dan Bradley Smith, Australia dengan Jack Miller, hingga kini ada Brad Binder yang merupakan pembalap asal Afrika Selatan.

Prancis pun sempat diwakili Loris Baz, meski kariernya hanya sebentar. Hingga akhirnya negeri dengan landmark Menara Eiffel itu menaruh harapan kepada Johann Zarco.

Bukan suatu hal yang berlebihan, karena dia adalah perengkuh juara dunia Moto2 dua kali. Rekam jejak itu serupa dengan apa yang dicapai Marc Marquez, bahkan Jorge Lorenzo.

Ekspektasi itu sebenarnya tidak sepenuhnya gagal. Terbukti, dirinya sukses menyabet gelar rookie of the year di musim pertamanya balapan di kelas tertinggi (2017). Namun, apa yang dia capai itu ternyata tidak begitu impresif ketika menjalani musim kedua.

Ditambah dengan nasib Tech3 yang tidak lagi menjadi tim satelit Yamaha di musim 2019. Zarco pun kemudian memilih bergabung dengan tim pabrikan KTM.

Awalnya keputusan ini terlihat bagus, mengingat Zarco sangat berambisi untuk menjadi pembalap pabrikan. Maklum, menjadi pembalap yang baru mentas di usia yang sebenarnya tidak begitu muda, maka sangat diperlukan adanya target yang cepat untuk dapat menjadi pembalap mapan.

Harapan ini biasanya berkaitan dengan hal teknis, yaitu pembagian hak untuk mengembangkan motor sesuai dengan gaya balapnya. Itulah yang membuat dirinya tidak begitu betah di musim kedua bersama Yamaha Tech3.

Namun, keputusan pindah ke KTM ternyata tidak semudah apa yang diinginkan Zarco. Bukan hanya karena KTM merupakan tim baru dan kemudian identik dengan kualitas motornya yang belum selevel dengan pabrikan lain. Tetapi yang patut dicermati adalah perbedaan mesin yang mencolok antara KTM dengan Yamaha.

Perbedaan mesin ini nyatanya menjadi momok bagi banyak pembalap, bahkan termasuk Jorge Lorenzo. Dia perlu semusim untuk menaklukkan Ducati (2017) setelah pindah dari Yamaha.

Baca juga: Musim Berat Lagi, Jorge

Bergabung pada musim 2017, Lorenzo baru menunjukkan kapasitasnya sebagai mantan juara dunia pada musim 2018 bersama Ducati. Ini menunjukkan bahwa perpindahan pembalap ke pabrikan yang berbeda--ditambah perbedaan mesinnya, akan membuat pembalap sangat butuh waktu untuk beradaptasi.

Faktor ini yang membuat nama Zarco mulai tenggelam. Dia yang awalnya digadang-gadang sebagai penerus Jorge Lorenzo (di Yamaha) karena gaya balapnya yang cukup smooth, malah tidak menemukan kejelasan.

Kehadirannya sebagai pembalap asal Prancis pun mulai tergeser oleh talenta muda dari negerinya, Fabio Quartararo. Menariknya, Quartararo juga mengikuti jejak Zarco sebagai rookie of the year 2019.

Baca juga: Tidak ada Zarco, Quartararo pun Jadi

Kiprahnya pun nyaris 11-12 dengan Zarco yang selalu nyaris finis sebagai juara di seri balap, termasuk di Le Mans, sirkuit tanah airnya. Sedangkan Quartararo terlihat menjanjikan di seri Spanyol.

Awalnya, ada dugaan jika Quartararo akan seperti Zarco yang hanya mengejutkan di awal musim kariernya di MotoGP. Namun, jika merujuk pada akhir musim 2019 dan persiapan musim 2020, terlihat bahwa Quartararo masih potensial untuk bersaing di depan.

Selain itu, pihak Yamaha juga terlihat belajar dari rekam jejak sebelumnya. Mereka awalnya (seolah) dianggap sebagai penyebab luntang-lantungnya Zarco akibat keinginannya untuk memiliki motor dengan spesifikasi yang sesuai tim pabrikan.

Maklum, permintaan ini sebenarnya untuk menyesuaikan dengan peta persaingan di tim satelit. LCR Honda dengan pembalapnya, Cal Crutchlow juga menggunakan spesifikasi motor yang sama dengan Repsol Honda.

Di Pramac Ducati juga menempatkan salah satu pembalapnya untuk mengendarai spesifikasi motornya yang sesuai dengan tim pabrikan Ducati. Ini yang kemudian dianggap wajar jika Zarco juga menginginkan hal yang sama.

Sebelum Quartararo datang, Yamaha masih berupaya menempatkan Vinales sebagai pembalap terdepan dibandingkan harus berjudi dengan tim satelit. Gambar: Motogp.com
Sebelum Quartararo datang, Yamaha masih berupaya menempatkan Vinales sebagai pembalap terdepan dibandingkan harus berjudi dengan tim satelit. Gambar: Motogp.com
Namun, tuntutan ini tak dituruti Yamaha, dan baru terealisasikan pada 2020 ini dengan menempatkan Quartararo sebagai jagoannya. Yamaha bahkan juga sudah menempatkan Quartararo sebagai pembalap di tim pabrikan pada 2021 untuk mendampingi Maverick Vinales.

Harapan besar ini kemudian terlihat seperti ingin dijawab oleh Quartararo dengan performa di seri perdana MotoGP 2020 setelah penangguhan awal musim akibat pandemi covid-19. Titik start-nya pun adalah seri Spanyol, yaitu Jerez (19/7).

Di seri perdana inilah, Quartararo akhirnya menuntaskan dahaganya sebagai pembalap Prancis yang berhasil juara seri di MotoGP. Keberhasilan ini tak hanya menjadi pencapaian terbaik Quartararo di kelas MotoGP, melainkan juga menjadi perhitungan terkait peluangnya untuk juara dunia.

Baca juga: Kenormalan Baru MotoGP 2020

Memang, ini masih terlihat muluk. Namun, apa yang diperlihatkan Quartararo seolah memberikan kelegaan sekaligus membukakan mata publik, bahwa MotoGP memang sudah berada di generasi yang berbeda.

Keberhasilan Quartararo juga bukan hanya atas kinerjanya, melainkan juga atas kepercayaan Yamaha untuk menempatkannya sebagai calon pembalap utama Yamaha. Di sini Yamaha patut diapresiasi, karena sudah mencoba move on dari generasi lama yang digawangi oleh Rossi--termasuk Lorenzo.

Hanya, ada satu hal yang patut diingat oleh calon-calon penggemar Quartararo adalah jangan cepat mengangkat Quartararo sebagai pesaing terdekat Marc Marquez. Biarkan dirinya berkembang dengan caranya dan waktu.

Jika merujuk pada balapan pertama musim ini di Jerez, Quartararo terlihat sudah memiliki satu modal yang harus dimiliki seorang calon juara dunia, yaitu perhitungan. Hal ini dapat dilihat dengan pemilihan ban, dan perhitungan yang tepat untuk memimpin balapan.

Harapannya, Quartararo tidak terlena dengan hasil ini, melainkan kian termotivasi untuk dapat mengelola kemampuannya di lintasan, sekaligus momentum. Karena, jika lawannya bukan Marquez, maka sudah dipastikan bahwa lawannya adalah Maverick Vinales dan Andrea Dovizioso.

Dovizioso masih bisa berpeluang menjadi juara dunia 2020. Gambar: Motogp.com
Dovizioso masih bisa berpeluang menjadi juara dunia 2020. Gambar: Motogp.com
Mereka adalah dua pembalap yang lebih berpengalaman, dan tentunya akan lebih tahu bagaimana cara untuk menjaga peluang untuk tetap bersaing di perebutan gelar juara. Mengingat Quartararo promosi ke MotoGP tanpa embel-embel juara Moto2, maka Quartararo perlu segera memperoleh bimbingan terkait bagaimana cara untuk dapat menjadi juara sejati.

Apakah hal itu akan terjadi?

Malang, 19-20 Juli 2020

Deddy Husein S.

Berita terkait:

Republika, Okezone, Kompas, Detik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun