Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bimbel Dapat Menentukan Masa Depan Anak?

12 April 2019   08:50 Diperbarui: 13 April 2019   10:40 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak bimbel (Foto: www.quipper.com)

Hal ini biasanya terjadi di keluarga yang ekonomi menengah-atas, orangtuanya pekerja setengah hari dan pulang malam. Maka, ketika pulang, si anak sudah tidur ataupun sudah memiliki kesibukannya---contohnya belajar/mengerjakan PR. Maka, komunikasinya akan cukup sedikit, dan ini akan membatasi kesempatan bagi anak untuk berkomunikasi dengan orangtuanya apalagi mencurahkan kisah-kisah yang dialami saat di sekolah.

Keterbatasan waktu untuk berinteraksi antara anak dan orangtua ini akan punya potensi membuat anak mulai terbiasa memendam sendiri beban yang ada di pikirannya. Selain itu, si anak juga akan merasa sudah punya hak besar untuk menentukan sendiri tentang solusi dalam menghadapi suatu hal yang sedang "urgent" saat itu---dengan caranya.

Ambil contoh, ketika si anak kedapatan melawan guru atau balik memukul guru ketika dipukul/dihukum. Itu bisa jadi adalah bentuk (naluri) upaya membela diri atau melindungi dirinya ketika merasa tertekan atau tidak nyaman. 

Hal ini tergolong lumrah, jika kita masing-masing mereka-reka adegan kembali untuk menjadi anak pada zamannya masing-masing. Kira-kira bagaimanakah rasanya terintimidasi oleh kebijakan guru atau aturan guru? 

Apalagi jika sedang berada di situasi yang tidak baik. Misalnya, tidak menyukai mata pelajaran (matpel) tersebut---karena susah menguasai matpel itu. Bisakah kita menahan diri, khususnya emosi kita saat itu? Tentu saja susah, bukan?

Poin terakhir inilah yang sebenarnya perlu diprioritaskan bagi orangtua, alih-alih fokus mencerdaskan anak, namun lupa terhadap kewajibannya. Yaitu, mengenali karakteristik anaknya sendiri. Dewasa ini, tidak sedikit orangtua yang cukup asing terhadap anaknya. 

Karena, minimnya komunikasi dua arah, membuat orangtua hanya berpikir tentang tanggung jawabnya untuk menghidupi anak, sedangkan haknya adalah memberikan petuah dan perintah. Sehingga, tahunya si orangtua terhadap anaknya adalah rengekan minta uang buat beli jajan saja. Padahal, masih banyak hal lain yang perlu diketahui orangtua terhadap anaknya. Termasuk permasalahan anak saat berada di sekolah maupun di lingkungan permainannya.

Artinya, anak perlu diberikan ruang dan waktu untuk berkomunikasi dengan orangtua di luar "Pa, Ma, aku minta uang..." saja. Karena, di luar itu, si anak pasti ada suatu hal lain yang ingin dibagikan ke orangtuanya. 

Selain itu, keseringan mendapatkan petuah dan perintah, juga akan membuat si anak jenuh dan berontak. Apalagi, jika kita mengulur prediksi ke masa depan si anak. Bahwa, pada akhirnya nanti, si anak juga akan menjadi orang dewasa dan menjadi sosok orangtua. Sehingga, kenapa harus hanya fokus mencerdaskan anak dan kemudian bergantung pada bimbel? Jika, bimbingan orangtua dan komunikasi dua arah itu lebih penting dan membuat si anak nyaman dan aman.

Perasaan nyaman dan aman inilah yang seharusnya berada di pikiran anak, agar dirinya dapat belajar bukan hanya untuk menjadi pintar dan ranking satu. Melainkan menjadi pribadi yang baik, benar, dan berkontribusi aktif terhadap situasi di sekitar kehidupannya.

Toh, pada akhirnya si anak macan menjadi macan dan seharusnya mampu mengejar rusa, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun