Mohon tunggu...
Deddi Ajir
Deddi Ajir Mohon Tunggu... Alumni Pasca Sarjana UIN Imam Bonjol Padang

Saya seorang pensiuan berpengalaman di bidang pemerintahan dengan kemampuan analisis dan komunikasi yang baik. Terbiasa bekerja secara tim maupun mandiri, saya selalu berkomitmen memberikan hasil terbaik dan terus belajar untuk berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pulang ke Asalnya

5 Oktober 2025   16:32 Diperbarui: 5 Oktober 2025   16:32 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam-malam sepi, ketika suara kodok bersahutan di sawah dan langit menumpahkan kabut, ia sering duduk di tangga kayu rumah panggungnya, memikirkan satu hal: mengapa orang-orang percaya menitipkan hal paling sunyi kepadanya?

"Aku bukan siapa-siapa, Uda," katanya suatu malam pada Masril, tetua kampung.

"Tapi mereka percaya padamu, karena kau tahu arah pulang lebih baik dari siapa pun," jawab Masril sambil menyulut rokok kretek.

Telepon dari Rantau

Pagi itu kabut turun lebih tebal dari biasa. Di beranda rumahnya yang menghadap lembah, Pak Ruhin sedang menjemur tikar pandan. Baru saja ia selesai mengantar jenazah seorang mantan guru SD ke pemakaman. Belum sempat minum teh, ponselnya bergetar.

Suara seorang perempuan menyapa, lembut tapi tergetar.

"Apakah benar ini nomor Bapak Ruhin... yang biasa antar jenazah ke Bukik?"

"Iya, Uni," jawabnya tenang. "Siapa yang meninggal?"

Sunyi sejenak. Lalu suara itu pecah.

"Abak... Abak kami... semalam... di Jakarta. Beliau ingin dikuburkan di dekat rumah gadang. Di sebelah Mak... katanya."

Pak Ruhin terdiam. Nama lelaki itu tak asing. Marjohan, sahabat masa kecil. Mereka dulu mandi bersama di Batang Antokan, lomba pacu itik, berlatih silek di surau yang kini tinggal satu tiang berdiri. Terakhir bertemu sepuluh tahun lalu, Marjohan hanya pulang sebentar, menitipkan sebungkus kopi dan senyum lelah dari rantau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun