Entah itu mitos atau sekedar kalimat membesarkan hati, tapi pernah beberapa kali baca ulasan mengenai pentingnya terkadang untuk pura-pura bahagia di saat terjebak dalam emosi yang buruk, kesedihan, kemalangan, dan kekecewaan.
Kita akan mengganggap ulasan itu hanya sekedar pendapat semata dan tidak akan berefek apapun, sampai pada satu titik berada dalam kondisi di mana emosi mau tidak mau harus sejalan dengan situasi yang dihadapi saat itu.
Dalam situasi di saat kita berselisih dengan salah satu orang di lingkungan kantor, tapi di sisi lain kita harus berada di satu tim sebuah penyelenggaraan besar yang melibatkan banyak rekan kerja lainnya. Oke secara tidak langsung tampaknya jurus ini yang paling pas digunakan, pikirku.
Di saat emosimu yang tidak menyenangkan karena situasi perselisihan, tetapi harus tetap bekerjasama dalam satu tim, mungkin saya bukan orang pertama yang pernah terjebak dalam situasi awkward ini.
Mencoba profesional, setidaknya niatan itu yang jadi dasar untuk menahan emosi. Berusaha keras menyesuaikan mimik wajah, gekstur, dan menganggap tidak terjadi apapun.
Ternyata untuk mengaplikasikan jurus pura-pura bahagia itu tidak semudah kelihatannya. Bisa dibilang diperlukan kebesaran hati untuk menahan ego, mengontrol emosi, dan berusaha memaafkan baik secara personal maupun situasi yang tidak nyaman sekali. Tapi kita otomatis akan berusaha melakukan itu karena pada dasarnya manusia menyukai situasi yang nyaman dan bersahabat. Untuk itu di saat kita menghadapi situasi yang kita tahu tidak menyenangkan diri sendiri, kita akan berupaya melakukan apapun yang membuat kita nyaman membawa diri, apalagi situasi lingkungan pekerjaan.
Keputusan untuk mencoba pura-pura bahagia saat itu tidak seburuk yang dikira. Dengan berusaha untuk nyaman, dan tidak mengkhawatirkan apapun meski dalam kondisi yang tidak menyenangkan sebenarnya, ternyata lama kelamaan membuat kita akan terbawa dengan situasi pura-pura bahagia yang kita lakonkan.Â
Apakah seperti menipu diri sendiri?
Mengalami pengalaman yang mengharuskan diri untuk berusaha nyaman di tengah situasi hati atau emosi yang sebenarnya kurang baik, tetapi berupaya melakoni peran yang "in a good mood" saya kira bukan persoalan menipu diri atau tidak.Â
Justru sebenarnya kita sedang berusaha untuk tidak menuruti emosi negatif dalam diri. Kemarahan dan kekecawaan pasti memproduksi emosi negatif buat kita, dan bayangkan jika kita menuruti emosi itu dan menghempaskannya melalui tindakan? Saya kira justru akan menimbulkan permasalahan yang baru. Jadi pikirku sebaiknya pura-pura bahagia saja supaya tidak larut dengan emosi yang buruk.
Balut Luka dengan Menangis dan Berdoa