Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Napak Tilas Nabi Yusuf, Bijak Berperilaku di Saat Krisis

15 Juni 2020   06:36 Diperbarui: 15 Juni 2020   06:55 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu masa Raja Mesir Kuno bermimpi melihat 7 ekor sapi betina gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi betina kurus, serta 7 tangkai gandum yang hijau dengan 7 tangkai gandum kering. Mimpi itu mengganggu pikiran sang raja. Sehingga Dia mengumpulkan ilmuwan kerajaan untuk menakwilkan mimpinya.

Sayangnya tidak ada seorang pun yang mampu menjelaskannya. Mereka menganggapnya bunga tidur tanpa makna. Atas saran dari seorang pelayannya, raja memanggil Yusuf yang berada di penjara. Pelayan itu teringat saat bersama di penjara, Yusuf tepat menakwilkan mimpinya.

Menurut Yusuf, mimpi tersebut merupakan petunjuk dari Tuhan. Setelah 7 tahun nanti, akan datang 7 tahun musim kemarau. Karenanya rakyat Mesir harus mempersiapkan diri dengan menanam Gandum (makanan pokok) selama 7 tahun berturut-turut. Hasil panennya boleh diambil sedikit untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebagian lain disimpan bersama tangkainya.

Saat kemarau tiba, rakyat Mesir bisa menggunakan persediaan Gandum yang disimpan itu. Menyisakannya sedikit untuk bibit. Setelah 7 tahun masa kemarau, barulah hujan turun. Air kembali melimpah. Rakyat Mesir bisa bercocoktanam seperti biasa, menanam Anggur (buah-buahan) dan Gandum.

Takwil mimpi Yusuf sangat rasional sehingga raja puas. Di kemudian hari takwil itu terbukti nyata. Sebagai imbalan, Yusuf diangkat menjadi bendahara raja yang bertugas mengelola aset dan properti kerajaan. Sekaligus berwenang dalam persiapan menghadapi 7 tahun musim kemarau.

gambar: republika.co.id
gambar: republika.co.id
Kisah itu diabadikan Tuhan dalam kitab-kitab suci agama samawi. Di Al-Quran bisa ditemukan dalam surat Yusuf: 43-55. Sementara dalam Al-Kitab di Kitab Kejadian pasal 40: 1-36, dengan sedikit perbedaan narasi dan detailnya.

Seorang sahabat menceritakannya kembali untuk saya, ketika kami berbincang mengenai bagaimana dia mengatur keuangan keluarganya di era pandemi. "Zaman dulu namanya paceklik, sekarang krisis ekonomi. Tapi nukleus persoalannya sama bro!" Tuturnya berfalsafah.

Dia pegawai seperti kebanyakan orang. Penghasilannya sedikit di atas UMR. Istrinya ibu rumah tangga. Tetapi untuk orang dengan profil penghasilan seperti dia, kehidupannya bisa dikatakan berkecukupan. Di era pandemi, ketika orang lain kalang kabut karena penghasilan menurun drastis, dia seperti tidak terpengaruh.

"Menghadapi krisis ekonomi, kita tidak bisa menggantungkan diri sepenuhnya kepada bantuan dan kebijakan pemerintah. Masyarakat juga harus punya strategi menghadapi masa sulit." Lanjutnya. Saya mengangguk-angguk mendengarkan.

Siang itu dia mengungkapkan inspirasi yang diperolehnya dari kisah Nabi Yusuf dalam mengelola keuangan rumah tangga saat krisis. Menurutnya, langkah paling awal menghadapi krisis ekonomi justru dilakukan sebelum terjadinya krisis. Seperti Nabi Yusuf, mempersiapkan hasil panen selama 7 tahun untuk kebutuhan 7 tahun masa kemarau.

"Masyarakat, dan pastinya juga negara, semestinya memiliki kesiapan menghadapi keadaan terburuk. Ada masa tertentu, saat mau tidak mau kita menghadapi masa sulit. Itu dipersiapkan sebelum ada tanda-tanda krisis." Tuturnya.

Di samping berasuransi, sehari-harinya kawan saya selalu menyisihkan gaji untuk dana darurat. "Ga perlu besar, tapi rutin. Alokasiku sekitar 100-200 ribu, karena cuma mampu segitu. Tapi komitmen, disisihkan tiap bulan." Sarannya, seraya menghirup kopi.

Sengaja dia simpan di bank yang jauh dari rumahnya, tanpa fasilitas m-banking. "Biar susah diambil." Sambungnya terkekeh. Dana itu memang hanya digunakannya saat benar-benar sedang menghadapi kebutuhan mendesak.

gambar: kompas.com
gambar: kompas.com
Penyiapan dana di tataran negara, diatur oleh Bank Indonesia. Melalui kebijakan makroprudensial BI mengingatkan bank untuk selalu berhati-hati dan menyisihkan sebagian labanya. Berjaga-jaga, kalau mendadak badai ekonomi menerpa. Terbukti, wabah covid-19 tiba di Bumi Indonesia tanpa diduga-duga. Krisis kesehatan dengan kecepatan kilat merembet pada krisis ekonomi.

"Mengelola keuangan juga mesti fokus. Bayangkan, rakyat Mesir yang sudah hidup sejahtera masa itu, diminta untuk berhemat. Bukan perkara mudah untuk fokus, apalagi selama 7 tahun." Ia menegaskan.

Penerapannya kini, adalah fokus untuk mengelola keuangan. Dimulai dari menetapkan prioritas kebutuhan hidup dan kewajiban keuangan, sesuai dengan penghasilan. "Terlebih di era sekarang, banyak kebisingan yang mengganggu fokus." Ungkapnya melanjutkan.

"Apa yang kamu maksud dengan kebisingan?" Tanyaku penasaran.

Dalam pandangannya ada dua jenis atau gangguan, dalam mengelola keuangan. Pertama, kebisingan saat ekonomi sedang bagus. Gadget terbaru dengan teknologi terkini, promosi investasi rumah dengan uang muka 0%, atau beragam diskon menggunakan kartu kredit termasuk kategori ini. Banyak godaan untuk berbelanja dan mengajukan pinjaman.

"Jangan tergoda uang muka properti 0% tanpa menghitung kemampuan kita." Ungkapnya. Saya kenal dia memang disiplin, terutama saat membeli kebutuhan yang bernilai besar atau saat mengajukan kredit. Saat berinvestasi pun dia teliti dan penuh perhitungan. 

"Itu strategi marketing saja. BI justru mengatur agar rasio muka pinjaman dinaikkan saat ekonomi menanjak. Bahasa perbankan-nya menurunkan Loan To Value (LTV), yang bertujuan mengerem laju pertumbuhan pinjaman." Lanjutnya, menjelaskan bak seorang bankir.

Dalam mengatur pertumbuhan kredit, BI memang menerbitkan kebijakan yang bersifat countercyclical. Kebijakan makroprudensial BI mengerem laju pertumbuhan kredit ketika ekonomi sedang melaju. Sebaliknya ketika ekonomi macet, kebijakan makroprudensial BI menjadi pedal gas untuk mendorong pertumbuhan kredit.

gambar: suara merdeka
gambar: suara merdeka
Mei lalu misalnya, si tengah pandemi BI menjaga suku bunga acuan di angka 4,5%. Langkah ini ditempuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, yang diproyeksikan melambat menjadi 4,2-4,6% pada 2020 ini. Setelah tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02%.

Meskipun bertolakbelakang tujuannya sama, yaitu tercapainya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Supaya nilai Rupiah terhadap nilai barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, serta terhadap nilai mata uang asing, dapat terkendali. Supaya gerak ekonomi masyarakat dan perusahaan tidak terganggu, akibat fluktuasi nilai mata uang yang terlampau tajam.

Kebisingan kedua marak ketika negara menghadapi tantangan ekonomi, seperti yang terjadi saat ini. Isu berlebihan mengenai melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar, ancaman resesi ekonomi berkepanjangan, hoax, hingga ungkapan frustasi sebagian orang akibat kesulitan ekonomi, bertebaran di jejaring sosial. Sifatnya menakut-nakuti, menimbulkan kepanikan, atau menyulut anarki.

"Di tempat kerjaku, malah ada oknum yang mengajak demo ke perusahaan. Mau protes karena gaji kami dibayar separuh saat PSBB." Dia menghela nafas sebelum melanjutkan.

" Mungkin sebetulnya yang tidak setuju ajakan itu banyak. Tapi cuma aku yang lantang menentang. Masih bagus saat perusahaan tidak ada pemasukan, gaji kami tetap dibayar. Kondisinya sama di tempat lain, bahkan seluruh dunia. Ga kena PHK saja sudah untung."

Menurutnya, kita harus selalu siaga untuk kemungkinan terburuk tapi penting untuk tetap bersikap positif. Hal-hal negatif semacam itu jangan menjadi referensi yang mengganggu fokus kehidupan.

"Jangan panik karena membaca kabar negatif yang asal-usulnya tidak jelas. Apalagi melakukan aksi borong, menarik seluruh simpanan di bank, lalu menimbun barang, atau malah bertindak anarki. Enggak banget deh!"

Kawan saya berpendapat, setiap negara pasti memiliki upaya khusus menghadapi krisis. Seperti Mesir di era Nabi Yusuf. Di zaman modern tentunya tidak bisa dibayangkan menyajikan solusi krisis berdasarkan mimpi.

Kehidupan sosial makin kompleks. Kegiatan ekonomi kian rumit. Teknologi pun berkembang. Prediksi iklim ekonomi saat ini disajikan melalui data holistik, keilmuan, analisa, dan pertukaran informasi antar lembaga. Di Indonesia "amanah Nabi Yusuf" untuk melakukan riset, memprediksi, mencegah dan mengatasi ketika krisis tidak dapat dihindari, diemban oleh Komite SSK yang beranggotakan BI, Kemenkeu, OJK, dan LPS.

"Sebagai rumah tangga, kita nggak ditinggalin kok. Percayalah, mereka yang mengurus ekonomi negara kita tidak tinggal diam." Kawan saya betul, sebagai salah satu dari 4 komponen SSK, di samping Korporasi, Bank, dan Institusi Keuangan Non Bank, ketahanan sektor rumah tangga mendapat pengawasan intensif dari BI.

Prioritas utama bagi masyarakat di saat krisis adalah, terpenuhinya kebutuhan pokok, harga pangan stabil dan terjangkau. SSK merupakan kontrol agar kondisi ekonomi tidak merembet pada fluktuasi harga kebutuhan pokok. BI sendiri menjamin SSK di masa pandemi ini terjaga dengan baik.

Demikian halnya dengan dunia perbankan, yang menunjukkan masih sehat. Pada Rabu 10 Juni 2020 kemarin LPS melaporkan bahwa belum ada bank yang gagal bayar. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir terulangnya krisis 1998.

Kitab suci juga menerangkan langkah antisipasi Nabi Yusuf tidak hanya menjadi solusi jitu dalam mengatasi ancaman kelaparan di Mesir. Selama 7 tahun musim kemarau, Mesir mampu membantu wilayah terdampak paceklik di sekitarnya. Bantuan Mesir pula yang menjadi sebab pertemuan Nabi Yusuf dengan ayah dan saudara-saudaranya, setelah sekian lama terpisah.

"Pelajarannya: meskipun kita menghadapi tantangan, jangan egois di era krisis. Justru sebaliknya, ini kesempatan untuk berbagi dan saling membantu." Tambah kawan saya, meyakinkan.

Kenyataannya pada kondisi krisis tidak setiap orang mengalami kesulitan. Beberapa malahan mendapat berkah. Beberapa lainnya melihat peluang. Istri kawan saya kebetulan pandai menjahit dan biasa menjual pakaian secara online. Pada saat awal pandemi, dia berinisiatif membuat masker kain karena banyak yang menanyakan. "Istriku tidak mengambil untung banyak. Mungkin karena harganya murah juga kali ya, jadi pesanannya malah membludak. Hasilnya lebih dari lumayan." Katanya, terbahak.

Memang, meskipun beberapa ekonomi sektor terpukul. Di era pandemi penjualan daring mengalami peningkatan pesat. Data kominfo menyebutkan di era pandemi transaksi penjualan online meningkat 400%. Dari situ kawan saya berpendapat, era pandemi justru membuka peluang usaha dan investasi. Memang butuh nyali, tapi dia yakin akan menghasilkan selama investasi tersebut dilakukan secara tepat. Seperti Nabi Yusuf yang menyimpan Gandum dengan tangkainya, agar pada saatnya Gandum  tetap dapat ditanam menjadi benih yang menghasilkan.

"Yang paling utama, percayalah badai pasti berlalu. Kalau sekarang kita mengalami krisis, satu atau dua tahun belumlah apa-apa. Ingat, zaman Nabi Yusuf krisisnya 7 tahun. Kekurangan pangan dan kekurangan air. Sekarang kita cuma harus bertahan mengelola keuangan. Jangan putus asa, semua pasti berlalu." Katanya , dengan petuah bijaknya.

Tidak terasa hari sudah gelap, ketika kawan saya menutup diskusi. Saya pun pamit, membawa oleh-oleh berharga dari obrolan kami.

Bogor, 15 Juni 2020

Bahan Bacaan

1 , 2 , 3 , 4 , 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun