Mohon tunggu...
Dea Amelia
Dea Amelia Mohon Tunggu... Freelancer - seorang mahasiswi

saat ini sedang menempuh studi S-1 jurusan Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Retorika Rasisme di Era Trump: Bagaimana Pengaruhnya terhadap Perilaku Masyarakat Amerika?

20 Desember 2019   12:00 Diperbarui: 20 Desember 2019   12:10 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture's Source: Click Here

Kemenangan Trump dalam pemilu merepresentasikan kemenangan bagi supremasi kulit putih dan mereka percaya bahwa Trump adalah penyebabnya. Ketika berbicara mengenai patriotisme yang diusung oleh Trump, anggota KKK merasa bahwa mereka menjadi seorang ksatria yang dapat menjaga Amerika dari invasi masyarakat kulit berwarna. Mereka membentuk dukungan kolektif karena mereka telah memiliki pandangan yang sama terhadap Trump.

Kelompok minoritas di Amerika merasa takut dan tidak aman

Trump telah membentuk retorika anti-Imigran dan anti-Latino selama masa kampanyenya dan ditujukan kepada orang Meksiko. Salah satu perkataannya yang kontroversial, yaitu They're bringing drugs, they're bringing crimes, they're rapist' (BBC, 2016). Peristiwa penembakan massal El Paso pada bulan Agustus 2019 mengindikasikan adanya suatu kejadian yang didorong oleh ketakutan terhadap "cultural genocide" atau "white genocide". Penembak dari kejadian tersebut menuliskan sebuah manifesto yang sebagian besar terinspirasi oleh retorika Donald Trump mengenai 'invasi' non-kulit putih (Rupar, 2019).

Beberapa minggu setelah Trump menjabat sebagai Presiden AS, kejaksaan AS resmi menetapkan kebijakan larangan bepergian yang membatasi imigran dari negara tertentu---Iran, Libya, Suriah, Republik Yaman, Somalia, Venezuela, dan Korea Utara---yang mayoritas merupakan negara muslim. Peresmian kebijakan tersebut merupakan institusionalisasi islamophobia dan rasisme. Akibatnya adalah siswa yang sedang menempuh pendidikan di AS mendapat kesulitan. Pembentukan tembok perbatasan Meksiko-AS juga menuai kecaman dan protes dari masyarakat, tetapi proyek tersebut tetap dilanjutkan. Trump mengatakan bahwa tembok tersebut untuk mengamankan keamanan nasional dan mencegah masuknya imigran ilegal dari Selatan negara Amerika (Liptak & Shear, 2018).

Retorika Trump mengenai anti-imigran juga meningkatkan tingkat perundungan di AS. Menurut Sword dan Zimbardo (2017), siswa imigran ataupun anak-anak yang orang tuanya merupakan imigran sering mendapat kecaman dan pernyataan yang memojokan mereka serta ancaman akan dideportasi, membuat para siswa tersebut mengalami serangan panik dan mendapat pikiran untuk bunuh diri.

Bagi warga Muslim Amerika dan Arab-Amerika, kehidupan mereka akan menjadi berat selama masa pemerintahan Donald Trump. Retorikanya selama masa kampanye menimbulkan ketakutan bagi kaum Muslim di Amerika. Mereka menjadi takut untuk keluar rumah, merasa tidak memiliki ruang aman di publik karena dapat saja mereka mendapatkan tindakan kekerasan, seperti menarik kerudung secara tiba-tiba dan ucapan yang menyakiti hati mereka. Saat ini, Amerika menjadi negara dimana kaum Muslim dan imigran takut akan keberadaan mereka tidak lagi diterima.

Menurut Stelee dalam tulisan Sanchez (2018), kepemimpinan Presiden Obama menjadi awal munculnya era "post-racial" di AS, tetapi pemilihan Presiden Trump menjadi respons supremasi kulit putih terhadap Obama dengan retorika-retorika Trump menjadi suatu hal yang terlegitimasi. Munculnya kembali kelompok supremasi kulit putih menebarkan rasa ketakutan terhadap kelompok minoritas di Amerika, secara spesifik masyarakat kulit berwarna, yaitu terminologi untuk orang yang bukan merupakan warga kulit putih (hispanik, Afrika-Amerika, dan Arab-Amerika).

Amerika Serikat akan melaksanakan kembali pemilihan presiden pada tahun 2020 dan Donald Trump sebagai salah satu kandidatnya. Peristiwa bocornya percakapan Trump dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy akhir-akhir ini mengakibatkan Kongres Amerika mengadakan investigasi mengenai kasus ini. Tim investigasi menyimpulkan bahwa Trump melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan dan praktik "quid pro quo" untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Karena alasan tersebut banyak pihak yang menyuarakan pemakzulan Trump, terutama Partai Demokrat. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Five Thirty Eight (2019), 47,4% masyarakat Amerika mendukung keputusan Trump untuk dimakzulkan, sedangkan 46,2% menolak.

Aksi-aksi rasisme Trump di masa jabatannya yang merugikan kelompok minoritas juga mempengaruhi suara kelompok minoritas pada pemilu 2020 mendatang. Survei yang telah dilakukan oleh The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research dalam NBC News memberikan penilaian mengenai bagaimana masyarakat AS memandang Trump dalam masalah rasisme dan hasilnya adalah 81% masyarakat menilai Trump memperburuk keadaan mereka, termasuk kaum Afrika-Amerika, Hispanik, Muslim, dan Latino. Berdasarkan survei tersebut, mengindikasikan adanya potensi kelompok minoritas yang menginginkan Trump untuk dimakzulkan dan tidak memilih Trump sebagai presiden selanjutnya.

Trump berhasil mendapatkan perhatian rakyat Amerika dengan retorikanya yang kontroversial. Perkataan Trump yang seakan-akan sesuai dengan isi hati rakyat Amerika menjadi salah satu penyebab semakin populernya Trump. Kombinasi antara sejarah Amerika yang kompleks dan retorika Trump yang menyisipkan unsur ketakutan terhadap "white oppression" dan "white genocide" serta mempropagandakan slogan Make America Great Again yang menekankan keamanan dan peninggalan masa lalu yang Amerika punya berhasil membangkitkan kembali sentimen, nilai, dan norma tentang supremasi kulit putih yang selama ini terkubur di masyarakat. Perkataannya menjadi pemantik---memotivasi dan mempersuasikan---munculnya kembali kelompok supremasi kulit putih dan sentimen anti-Imigran serta anti-Muslim. Hal tersebut sejalan dengan Theory of Rhetorical Climate, yaitu terbentuknya shared feelings dan perkataan Trump dapat memobilisasi massa untuk melakukan tindakan serupa, dalam hal ini memiliki pemahaman yang sama dengan Trump dan mendukungnya.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun