Mohon tunggu...
Chinintya Widia Astari
Chinintya Widia Astari Mohon Tunggu... Penulis - Pecandu Insight

Seorang pembaca dan penulis ulung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Adikku Hana (Cerita Pendek)

30 September 2020   20:38 Diperbarui: 30 September 2020   20:53 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi olahan pribadi penulis

Adikku korban perundungan, sudah hampir dua tahun ia berada di lingkungan yang tidak pernah menerimanya. Aku tidak habis pikir, dengan alasan bodoh Hana mendapatkan perlakuan buruk terus menerus, dan tidak ada orang dewasa yang mulai menghentikannya. Hatiku ikut terluka setiap mendengar bagaimana mereka memperlakukan adikku di sekolah.

Keinginanku untuk mengetahui kehidupan Hana semakin mendalam, aku mulai menjelajahi Instagram dan Twitter teman-teman Hana. Tidak sulit mencari keberadaan mereka, Instagram OSIS menjadi ladang makmur untuk melihat satu persatu orang yang selama ini Hana ceritakan. 

Mereka terlihat seperti remaja pada umumnya. Salah satu foto memantik amarahku, terlihat seperti foto bersama di kelas dengan gaya dan posisi acak. Hana ada di sudut kanan foto, duduk dan melihat temannya dengan tatapan takut. Mereka bahagia di atas penderitaan adikku.

Hana melarangku untuk datang ke sekolah atau ikut campur terhadap ketidakadilan yang ia dapatkan. Ia hanya ingin pindah sekolah setelah tahun ajaran ini selesai. Adikku tidak pernah tahu bahwa aku sudah dua bulan memperhatikan aktivitas mereka di sosial media.

Sesekali Hana cerita mengenai tweet yang dibuat teman sekelasnya, aku berpura-pura tidak tahu, tetapi aku sudah membacanya lebih dulu sebelum ia bercerita. Tuduhan dan sindiran mereka di Twitter tidak main-main.

Tidak tahu diri, sok cantik, mending mati aja, dan kata-kata kejam lainnya mereka sebarkan. Dibalas dan ditertawakan oleh teman-teman lainnya di kolom komentar. Walau tidak menyebut nama, aku yakin itu ditujukan untuk adikku. Aku semakin geram melihat tingkah mereka.

Hana bercerita bahwa bisikan teman-temannya di sekolah mulai mengganggunya hingga dunia mimpi. Ia sering merasa ketakutan di kamar, merasa sedang dihakimi.

Di suatu malam Hana mengetuk kamarku dengan keras, ia berlari bersembunyi di balik selimut dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya. Napasnya menderu keras, Hana meringkuk, memejamkan mata, dan menutup kedua telinganya. Tangannya yang gemetar berusaha untuk meraih telepon genggamku, membuka aplikasi pemutar musik dan menyalakan lagu sekencang mungkin.

Aku yang masih setengah mengantuk, berusaha memperhatikan gerak gerik Hana. Ia berbicara lirih "hp ku mati mbak, hp ku mati" dan kembali menempelkan telepon genggamku ke telinganya. Aku memeluk Hana yang mulai tenang.

Setelah lima belas menit kami hanya diam, Hana melepaskan pelukanku, ia berjalan tergesa-gesa meraih cas hp ku yang masih tertancap. Ia duduk dengan wajah risau dan terus berusaha menyalakan hp-nya.

Setelah berhasil menyala, Hana memainkan lagu yang tadi ia nyalakan di kamarku, kali ini menggunakan pengeras suara. Aku menyadarinya, lagu ini yang Hana putar setiap malam. Yesterday - The Beatles.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun