Mohon tunggu...
Adi Gunawan
Adi Gunawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Seorang jurnalis, penulis dan blogger. Aktif dalam kegiatan di alam bebas, outbound dan travel agent.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Zero City: Penguntit (Part 1)

23 Februari 2023   16:00 Diperbarui: 23 Februari 2023   16:04 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita fiksi. Ilustrasi: pinterest.com/ll_FiMM_ll

Di sudut perbatasan Kota Zero, terdapat pengawasan ketat oleh ribuan personel gabungan, yang terdiri dari tentara dan kepolisian. Mereka melakukan penjagaan selama dua puluh empat jam dengan pergantian sift secara berkala. Penduduk asing dilarang memasuki kota ini sejak pengumuman situasi pandemi oleh para pemimpin dunia.

Kota Zero terlihat seperti sebuah penjara raksasa, dengan batas kota yang dipagari tembok besi yang mengeluarkan sengatan listrik. Setiap kurang dari seratus meter terdapat sebuah pos jaga yang dahulu bersifat sementara, kini telah menjadi bangunan permanen lengkap dengan fasilitas penunjangnya.

Saat seorang prajurit bertanya tentang virus yang telah bermutasi, rekan sejawatnya menyebutkan bahwa Kota Zero adalah satu-satunya wilayah yang aman dari virus tersebut. Aktivitas di dalam kota berlangsung seperti biasa dan penduduk tidak memerlukan masker atau alat pelindung lainnya.

Kota ini dihuni oleh kaum elit dari berbagai negara, termasuk para Globalis yang dikatakan menguasai dunia. Hanya Presiden, sejumlah Menteri, Jenderal, Staff Ahli Negara, Teknisi, dan para ahli lain yang diizinkan menetap di Kota Zero, sesuai dengan kebutuhan pemerintah dalam membangun peradaban baru yang mereka sebut sebagai 'Pemerintahan Dunia'.

Meski menjadi kota yang paling aman dari virus mematikan, Kota Zero sepi aktivitas dan hampir tidak memiliki kendaraan yang melintas. Ada satu titik yang dijaga ketat oleh aparat, yang merupakan akses ke bawah tanah tempat sekitar satu juta kaum elit tinggal. Setiap keluarga memiliki bungker sebagai rumah.

Kota Zero terlihat seperti sebuah peradaban kuno tanpa istana, dengan bangunan yang sebagian besar hanya satu lantai. Pusat pemerintahan adalah satu-satunya gedung tinggi, dengan tinggi yang hanya sampai empat lantai. Namun, di bawah tanah Kota Zero, terdapat peradaban baru yang tersembunyi dari pandemi dan segala macam ancaman luar.

Grace sedang menjalani isolasi di pusat transmigrasi di sudut Kota Zero. Dia telah membeli sebuah bungker kelas E senilai satu juta dolar Amerika atau sekitar tujuh puluh miliar rupiah, hasil dari seluruh profit perusahaan milik keluarganya.

"Padahal, dahulu, Ayah pernah mau beli bungker di sini, kan? Lihatlah, bungker yang hanya ratusan juta kini menjadi miliaran," bisik Grace.

"Sudahlah, Nak, sebentar lagi kita akan hidup dengan damai," tukas Ayah Grace, sembari memasuki ruang dengan tembok baja berlapis-lapis.

"Kau dengar, orang tua tak berguna itu memiliki tiket bungker kelas sedang," kata seorang pria paruh baya yang menguntit perbincangan Grace bersama Ayahnya.

"Kau serius, Tom?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun