Mohon tunggu...
Don Bosco Doho
Don Bosco Doho Mohon Tunggu... Dosen

Dengan latar belakang Filsafat dan menekuni bidang Etika dan Filsafat dalam bidang komunikasi dan pendidikan saya ingin mendedikasikan diri mengedukasi publik agar menjadi insan yang etis dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil dan sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memudarnya Etika Publik: Tanggung Jawab Siapa?

15 September 2025   16:36 Diperbarui: 15 September 2025   16:36 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantar

Dalam riuh rendah media sosial dan hiruk pikuk berita harian, kita disuguhkan sebuah tontonan yang kian memilukan: memudarnya etika publik. Fenomena ini bukan sekadar insiden sporadis, melainkan sebuah pola yang sistematis, merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mulai dari public figure yang menebar ujaran kebencian demi popularitas, pesohor yang mempertontonkan gaya hidup hedonis tanpa empati, hingga pejabat publik dan bahkan sebagian akademisi yang terjebak dalam pusaran korupsi, nepotisme, dan perilaku yang jauh dari prinsip-prinsip etika publik.

Fenomena ini adalah sebuah anomali serius. Etika publik seharusnya menjadi kompas moral bagi para figur publik, pedoman bagi mereka yang dipercaya mengemban tanggung jawab di ruang publik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kita menyaksikan bagaimana kekuasaan dan popularitas seringkali dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, mengabaikan kepentingan kolektif. Integritas dan kejujuran seolah menjadi barang langka, tergantikan oleh pragmatisme yang menghalalkan segala cara.

Lalu, apa sebetulnya fenomena ini? Jika kita menelaahnya lebih dalam, ini adalah sebuah krisis moralitas publik. Krisis ini tidak hanya terjadi pada tingkat individu, melainkan juga pada tingkat struktural. Tatanan nilai yang rapuh, penegakan hukum yang tumpul, dan budaya permisif yang kian meluas menjadi lahan subur bagi krisis ini. Perilaku tak etis tidak lagi dilihat sebagai aib, melainkan sebagai "hal biasa" atau bahkan "prestasi" dalam mencapai tujuan.

Melacak Akar Masalah: Analisis dari Sudut Pandang Filsafat

Untuk memahami fenomena ini, kita perlu meminjam lensa filsafat. Filsafat menawarkan kerangka berpikir yang mendalam untuk menyingkap akar permasalahan dan meninjau fenomena ini dari berbagai sudut pandang.

Aristoteles: Kegagalan Menanamkan Karakter Mulia

Filsuf Yunani kuno, Aristoteles, dalam karyanya Nicomachean Ethics, menekankan pentingnya etika kebajikan (virtue ethics). Menurutnya, etika bukanlah sekadar mematuhi aturan, melainkan tentang pengembangan karakter moral yang baik. Seseorang yang bermoral adalah mereka yang memiliki kebajikan seperti keadilan, keberanian, kebijaksanaan, dan moderasi.

Dari perspektif Aristoteles, memudarnya etika publik menunjukkan kegagalan dalam membentuk karakter publik yang berbudi luhur. Para figur publik tidak lagi berupaya menjadi pribadi yang adil dan bijaksana, melainkan terjebak dalam pusaran egoisme dan hedonisme. Kekuasaan tidak lagi dilihat sebagai amanah untuk berbuat baik, melainkan sebagai alat untuk memenuhi nafsu pribadi. Aristoteles akan memandang fenomena ini sebagai tanda bahwa masyarakat gagal menanamkan kebajikan-kebajikan dasar pada para pemimpinnya, sehingga mereka tidak mampu bertindak sesuai dengan standar moral yang tinggi.

Immanuel Kant: Pelanggaran Kewajiban Moral Universal

Filsuf Jerman, Immanuel Kant, menawarkan perspektif yang berbeda melalui deontologi atau etika kewajiban. Menurut Kant, tindakan yang bermoral adalah tindakan yang didasarkan pada kewajiban moral (duty), bukan pada konsekuensi atau tujuan. Prinsip utamanya adalah imperatif kategoris, yang menyatakan bahwa kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga kita dapat menghendaki maksim (aturan) dari tindakan kita menjadi hukum universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun