Mohon tunggu...
Davinci P
Davinci P Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa semester 7 Program Studi Kedokteran. Selama menjalani masa perkuliahan, saya aktif terlibat dalam berbagai program kerja, baik di lingkungan internal kampus maupun eksternal. Saya suka menulis, karena melalui tulisan saya dapat mencatat ide, pengalaman, dan pemikiran saya, sekaligus menuangkannya menjadi bentuk yang dapat dibaca, diingat, dan dibagikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menuju Ataraxia (Unperturbedness)

30 Juli 2025   13:27 Diperbarui: 30 Juli 2025   13:28 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai mahasiswa kedokteran, ujian sudah jadi bagian dari rutinitas kami. Salah satunya adalah SOCA, ujian yang cukup unik dan menantang karena mengharuskan kami menguasai tujuh kasus dalam satu blok, namun di hari-H hanya satu yang dipresentasikan berdasarkan undian. Penilaiannya kadang terasa subjektif, bergantung pada mood dosen dan impresi sebelumnya. Walau melelahkan dan menguras energi, ada manfaat besar dari SOCA, kami belajar menganalisis kasus secara sistematis, kemampuan penting bagi seorang dokter.

Setelah UTS usai, tepat di Jumat Agung, 18 April 2025, aku dan tiga teman merencanakan liburan singkat untuk "healing". Kami sempat memilih antara Bandung atau Bogor, lalu memutuskan ke Bogor, ke sebuah rumah kopi berkonsep alam di puncak (bukan Puncak Bogor yang biasa). Tempat ini cukup tersembunyi, dan jalurnya sempit serta rusak. Tapi justru di situlah aku mulai berpikir 

walau aksesnya sulit, tetap banyak orang yang datang. Apakah mencari ketenangan memang sesulit itu di tengah hiruk-pikuk ibukota Jakarta?

Sesampainya di sana, suasana alami menyambut. Aku disapa seekor kucing tidur di atas tumpukan padi. Jalan masuknya berupa tangga panjang menuju area bawah yang dikelilingi pepohonan. Ada bangunan bernuansa Jepang, kandang ayam, dan aroma hutan yang menyegarkan. Kami dapat meja beratap namun tetap terbuka. Saat itu, aku memesan “Kopi Alam” kopi luwak yang disajikan dalam teko tanah liat dengan pembakaran kayu. Yang mana penyajiannya langsung di depan kami, unik dan menarik.
Sambil menyeruput kopi perlahan, muncul pertanyaan dalam kepalaku Apakah mereka semua ke sini karena ingin hal yang sama denganku, ketenangan?

Pertanyaan itu membawaku merenungi teori Attention Restoration Theory. Teori ini menjelaskan bahwa interaksi efek biophilia dengan alam dengan melihat hijau pepohonan, mendengar suara air, atau merasakan angin sejuk, mampu memulihkan konsentrasi dan mengurangi stres, menurut penelitian yang berkaitan dengan teori ini menyebutkan bahwa interaksi dengan alam memicu keluarnya endorfin dan menekan kortisol. Bahkan di Jepang, konsep ini sudah diterapkan di kantor-kantor yang dibangun berdampingan dengan alam, karena terbukti meningkatkan ketenangan dan fokus karyawan. Di dukung dalam sebuah artikel yang menyebutkan bahwa ini termasuk dalam Pattern Visual Connection With Nature.

Keterkaitan teori ini dengan kafe yang berada di alam adalah efek dari ketenangan yang didapatkan dari suara alam dan juga suasana sejuk dari pepohonan yang ada, yang mana suasana seperti ini sulit didapatkan di ibukota, berupa tempat alami murni, bukan buatan.

Tetapi dalam memahami suatu teori, sebaiknya kita juga membaca dan memahami teori yang lain sebagai suatu hal agar bisa mengambil sari-sari dari teori yang ada. Selain dari pembahasan tadi mengenai faktor eksternal, banyak juga yang membahas mengenai pencarian ketenangan jiwa dalam faktor internal. Contohnya seperti filosofi stoicism, yang salah satu konsepnya adalah mengontrol suatu hal yang dapat kita kontrol, atau dapat dikatakan faktor internal.

Lalu yang kudapat dari ajaran Buddha juga sejalan dengan ini. Dalam Buddhisme, penderitaan bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan dari kelekatan kita terhadap hal-hal duniawi seperti keinginan, harapan, dan penolakan. Maka, ketenangan tidak didapat dengan menghindari dunia luar, melainkan dengan mengolah batin atau pikiran kita agar tidak terikat. Jika dipikir-pikir, hal ini juga nyambung dengan konsep locus of control internal dalam psikologi. Orang dengan pola pikir ini percaya bahwa apa yang terjadi dalam hidup mereka, termasuk perasaan tenang atau stres, lebih ditentukan oleh cara mereka merespons dan mengelola situasi, bukan karena dunia luar yang menentukan segalanya.


Pada akhirnya, mungkin ketenangan itu bukan soal memilih antara teori tadi seperti faktor eksternal atau internal, melainkan tentang menyadari bagaimana keduanya bisa saling mendukung. Suara alam dan suasana sejuk memang bisa menenangkan, tapi jika batin masih riuh, suasana paling hening pun bisa terasa bising. Sebaliknya, ketika pikiran kita damai, bahkan di tengah hiruk-pikuk kota pun kita bisa merasa teduh.


Davinci sedang membaca buku
Davinci sedang membaca buku

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun