Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kuliah Tanpa Skripsi atau Tesis, Bisakah Menjadi Bagian dari "New Normal"?

6 Juni 2020   16:23 Diperbarui: 6 Juli 2020   05:50 3452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Gustavo Fring from Pexels

Untuk program Master di Australia terbagi menjadi 2 macam, yaitu: Master by Coursework dan Master by Research.  Mirip dengan perkuliahan Bachelor, mahasiswa master by coursework dianggap lulus jika sudah menyelesaikan setiap mata kuliah wajib dengan jumlah credits tertentu. Sedangkan Master by Research harus melakukan penelitian, dan dibelakang gelarnya akan ditambahkan (Hons).

Dalam sistem pendidikan Amerika, mirip dengan di Australia, program S1 nya tidak ada skripsi, cukup ujian semester saja. Mahasiswa bachelor dapat memilih tiga pilihan; (1) ujian skripsi atau tesis, (2) professional project, bisa dalam bentuk film dokumenter, tulisan jurnal, atau presentasi ilmiah, bisa juga berbentuk karya lainnya, atau (3) ujian komprehensif, biasanya berbentuk tulisan. 

Masih mirip dengan Australia, memang ada beberapa jurusan yang melakukan project. Biasanya, mahasiswa sosial seperti jurusan bisnis dan arts tidak diharuskan mengadakan project. Namun mahasiswa sains ataupun teknik diwajibkan mengerjakan project akhir atau skripsi. 

Mungkinkah pola by coursework ini mulai diadopsi secara nasional?
Mungkin hal ini bisa menjadi bagian dari modernisasi sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Saya jadi ingat tiga kata ketika mengikuti suatu diklat kepemimpinan. ATM: Amati Tiru Modifikasi. Rasanya boleh lah kita lakukan ini untuk sistem pembelajaran di kampus Indonesia. Amati yang bagus di luar sana, Tiru caranya, modifikasi sesuai kearifan lokal kita. 

Toh, beberapa kampus di Indonesia sudah mulai melakukan terobosan ini. Kampus Universitas Indonesia, pada program Ilmu Komunikasi, sudah memberikan  pilihan bagi mahasiswa untuk lulus. Lulus dengan skripsi, atau tugas karya akhir, atau memenuhi 146 sks. Bahkan yang boleh skripsi disyaratkan IPK minimal 3,5, hanya yang memang mampu dan berniat. 

Universitas Sebelas Maret Surakarta membolehkan mahasiswanya bisa lulus tanpa skripsi, asalkan sudah melakukan riset setingkat skripsi yang dilombakan. Di Malang, Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, kampus swasta yang dipimpin oleh Risa Santosa, rektor termuda di Indonesia, berani melakukan terobosan.

Untuk lulus sarjana di kampus tersebut, tidak harus membuat skripsi. Namun jika mahasiswa berkeinginan meneruskan karir di dunia akademik atau peneliti, maka diwajibkan skripsi. Selainnya tidak perlu skripsi. Ini bukan kebijakan yang sembarangan, Risa Santosa mengklaim, sistem di Harvard lah yang diadopsi di sana. 

Bukan kebijakan 'kaleng-kaleng' tentunya. Bisa saja Menteri Nadiem akan menerapkannya. Apalagi dia tidak asing dengan sistem perkuliahan di luar negeri.

Tentu perlu kajian lengkap bagaimana yang paling pas penerapannya di Indonesia.  

Untuk meraih titel sarjana ya tidak juga harus dipusingkan skripsi. Apalagi kalo skripsi itu toh hanya memenuhi lemari perpustakaan saja. Dan ketika membuatnya pun mungkin saja ada pihak ketiga nya. Alias tidak dikerjakan sendiri. Lalu esensi skripsi itu menjadi sirna kan? 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun