Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Love

Ketika Isteri Selingkuh

21 Januari 2021   09:53 Diperbarui: 21 Januari 2021   10:14 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A True Story

Sudah 3 kali secara tak sengaja aku bertemu dengannya di toilet suatu mall. Dia sedang mem-blowdry rambutnya menjadi gelombang-gelombang yang membingkai wajah cantiknya. Lantas dibubuhkannya beberapa pulasan make up warna yang senada ke wajah mulusnya yang membuatnya makin cantik saja.

Setelah puas dengan tatanan make up-nya, dia membenahi perlengkapan makeup yang tergeletak di sekeliling wastafel. Satu persatu dimasukkan ke pouch, hairdryer mungil dilipat dan diselipkan diantaranya. Terakhir dia melipat jilbab lantas menyisipkannya di bagian atas pouch sebelum akhirnya menarik reitsleting penutupnya. Aku yang baru masuk ruang toilet dan terperangah melihatnya segera menegur temanku itu,

"Win, ga salah? Kamu mau ngapain?"

Awalnya dia terkejut demi melihatku, namun setelah menarik napas panjang, dia berusaha menjawab dengan tenang,

"Mau ketemu Bams. Tutup mulut ya Dee, the girl just want to have fun for a while."


Whaat??

Ketika adegan itu terjadi ketiga kalinya dengan sedikit keras aku menegurnya, "Ini dah ketiga kalinya, Nyonya Winda Nielsam. Itupun belum tentu ketiga. Behave, Win."

Dia hanya tersenyum tipis dan sebelum meninggalkanku, masih sempat menepuk-nepuk pipiku.

Aku terdiam dan kali ini sudah tidak tahan lagi, kuajak teman-teman inner circle yang berasal dari ex tempat kerja untuk bertemu, termasuk dengan Winda. Yup, aku, Winda dan 3 teman yang lain sangat akrab bukan hanya saat sama-sama bekerja di perusahaan manajer investasi X. Bahkan setelah  masing-masing pindah dari perusahaan itu, kami secara rutin masih bertemu dan berkomunikasi melalui Whatsapp Group. 

Ternyata tidak hanya aku yang melihat Winda dengan kelakuannya itu, Nanapun pernah bertemu Winda bersama Bams di sebuah resto di mall itu. Winda yang selama ini kami juluki sebagai "angel" karena cantik, berjilbab dengan kelakuan yang santun membuat kami terkejut dengan ulahnya. Apalagi mengingat dia sudah menikah dengan Nielsam serta memiliki 2 anak remaja.

Jadilah kami bertemu santai, walaupun hidangan lezat tersaji di hadapan namun kami tak bernafsu  menyantapnya sebelum meminta penjelasan pada Winda.  Winda hanya tersenyum manis mendengarkan pertanyaanku dan Nana, pasti dia sudah mempersiapkan mental. Teman-teman yang lain menyimak dengan tertib, Winda menjelaskan bahwa Bams adalah teman SMP nya yang juga sudah menikah. Mereka bertemu kembali saat menghadiri reuni. Yak ampun, jadi cerita-cerita tentang CLBK lantaran reuni benar-benar terjadi.

Setelah pertemuan  itu masih ada beberapa kali pertemuan bersama, tentunya Winda juga hadir namun kita tak pernah membahas masalahnya lagi. Pada dasarnya kami tetap menganggap Winda sebagai bidadari, entah setan dari penjuru angin mana yang mampu merubah perilakunya. Beberapa teman secara pribadi masih menasehatinya. Namun entah apa daya pesona Bams hingga Winda tetap melanjutkan kencan-kencan rahasianya.

Hingga di bulan Oktober 2020 lalu aku mendapat pekerjaan content creator dari sebuah perusahaan plat merah. Ternyata yang kasih briefing Niel - suami Winda. Untung dia tidak mengenaliku karena memang tak pernah bertemu. Sembari mencermati briefingnya, aku juga sibuk menilai Niel. Pasti ada sesuatu yang salah dengan lelaki ini hingga membuat Winda selingkuh, demikian pikirku. Namun tampaknya Niel lelaki yang baik, terbukti orang-orang di kantor bolak balik menyapanya dengan ceria sembari tak lupa membubuhi dengan sapaan "mas" termasuk office girl paruh baya.

Usai memenuhi target pekerjaan yang diberikan, honor dibayar. Namun kami (bertiga) diundang ke kantor Niel kembali. Atasannya ingin bertemu untuk mengeksplore rencana campaign berikutnya serta  memberikan tanda terimakasih yang lain. Sekotak kue yang lezat diberikan pada masing-masing Content Creator.

Niel sempat menyapaku, "Sepertinya kita pernah bertemu."

Aku menggelengkan kepala walaupun dalam hati maklum karena kendatipun aku yang tidak pernah bertemu Niel tetapi bisa mengenalinya melalui photo keluarga Winda. Mungkin Niel-pun melihatku melalui koleksi photo Winda.

Pagi di bulan Desember itu seperti biasa aku olahraga jalan hingga mencapai sebuah rumah berpagar putih, seorang Ibu sepuh sedang memilih roti dari penjaja yang lewat. Sebuah sepeda keluar dan kulihat Niel menuntun, Niel pun tak kalah surprise melihatku. 

Kami berbasa- basi sebentar hingga Ibunya mengajak duduk di teras untuk bersama-sama menikmati roti. Rupanya Niel dan kakaknya memboyong keluarga mereka untuk tinggal di rumah orangtuanya selama WFH. Aku tidak ikut menikmati sarapan, bagaimanapun protokol cegah Covid-19 tetap jalan, namun aku sempat membuka masker untuk meneguk minum dari tumbler. Saat itu Ibu Niel berkata,

"Mbak, sepertinya Ibu pernah lihat mukanya. Kalau engga salah di salah satu photo Winda bersama teman-temannya."

Daya ingat Ibunya luarbiasa, aku mengangguk membenarkan dugaannya. Niel tertegun menatapku tajam. Beberapa saat setelah berbincang, aku pamit.

Setelah itu Niel acapkali lalu lalang di muka rumahku. Hingga suatu hari saat ke gang sayur, kulihat Niel sudah disana. Demi apa coba sepeda Brompton masuk gang sayur? Dengan fasih berbahasa Jawa Niel memilih penganan pagi yang aneka ragam. Setelah itu dia meninggalkanku yang gantian memilih. Usai membayar dan keluar dari gang sayur, Niel ternyata menungguku di jalanan yang sepi di mulut gang dan menyapa,

"Dee, boleh aku singgah ke rumahmu?"

Firasatku mengatakan kalau Niel ingin bertanya tentang Winda jadi kupastikan,

"Mau apa Niel? Kalau sekedar berbincang-bincang biar aku yang datang ke rumahmu. Aku senang ngobrol dengan keluargamu."

Niel tentunya tak ingin keluarganya ikut mendengar. Jadi dia menolak gagasan itu, sementara aku juga tidak setuju dia ke rumah.

Beberapa hari kemudian lagi-lagi berselisipan jalan dengan Niel, dia seperti menungguku di portal dekat masjid yang baru dibuka pukul 12 siang. Hingga banyak orang berjualan panganan di sana.

"Dee, aku perlu bicara denganmu."

"Sudahlah, Niel. Kurasa tidak perlu. Berdamailah dengan keadaan." Kuberanikan menjawab demikian.

Ternyata ucapanku membuat Niel tertunduk sembari duduk di sepedanya. Saat dia menengadah terlihat matanya berkaca-kaca. Aku tambah yakin tidak akan membuka percakapan apapun tentang Winda, apalagi belakangan kutahu Winda memilih tempat di mall itu karena apartemen Bams terletak di atas mall. Jika Winda berani membuka jilbab sebelum berkencan dengan Bams entah kenekatan apalagi yang dilakukannya saat bersama Bams.

Akhirnya ada butir airmata yang menetes ke pipi Niel. Aku memegang telapak tangannya yang menggenggam stang sepeda,

"Tabahkan Niel. Coba sholat 2 rakaat di masjid. Kalau hatimu belum tenang, tambah lagi 2 rakaat seterusnya hingga tenang. Biar kujaga sepedamu."

Niel menuruti saranku. Aku berdiri di dekat sepedanya. Cukup lama Niel di masjid sebelum akhirnya muncul lagi.

"Aku dah beli bubur ayam nih, mau sarapan di teras rumahku? Kata orang sih perut kenyang bikin hati senang."

Niel mengangguk senang namun kusampaikan syarat, "Jangan ngebahas apa-apa ya."

"Jadi kita makan aja ga pakai ngobrol?"

Aku mengangguk, dia tertawa. Dan memang selama menikmati bubur ayam di teras rumah, kami hanya bertukar percakapan tentang pekerjaan serta berbagai issue yang hangat saat ini. Yah perbincangan antara content creator dan petugas divisi marcom suatu instansi plat merah.

Kami sering berpapasan saat pagi hari, aku berjalan pagi -- dia bersepeda. Hingga suatu saat Niel mencegatku. "Nih dah saya beliin mie ayam, ke terasmu yuk."

Jadilah kami menikmati mie ayam, Niel dengan cepat menyantap  dan dalam sekejap mie ayam tandas. Usai melap mulutnya, tanpa tedeng aling-aling, dia membuka percakapan,

"Maaf Dee, aku sudah tidak bisa menahan lagi.Semoga kamu tidak keberatan untuk menjelaskan tentang perselingkuhan Winda."

Aku tertegun dan bertanya, "Kamu tahu darimana?"

"Dari pengakuan Winda. Saat ia terbaring sakit itu dan betapa nyaris tiap kali cuci darah, aku mengantarnya ke Rumah Sakit. Dia akhirnya merasa bersalah dan membuat pengakuan serta meminta maaf."

Ya, penyakit autoimun yang dideritanya itu kambuh lagi dan kali ini membuat ginjalnya jadi bermasalah, hingga harus menjalani cuci darah. Aku menarik napas panjang lantas bertanya padanya,

"Lantas bagaimana reaksimu saat itu."

"Dalam kondisinya yang lemah itu, mana mungkin aku marah. Walaupun aku sangat terkejut juga terpukul. Bayangkan, selama ini kupikir kita baik-baik saja. Sudah 20 tahun kami menikah, Dee."

"Nah itu sudah tepat, Niel. Sekarang Winda sudah tiada, Buat tapa kau ungkit-ungkit lagi?"

Aku tahu penyakit gagal ginjal Winda akhirnya sudah melampaui batas asuransi yang mereka miliki. Akhirnya tabungan keluargapun jadi terkuras, demikianpun derita pasangan itu masih berlanjut saat Winda terdiagnosa menderita Covid-19. Hanya sebentar dari diagnosa tersebut, Winda akhirnya menghembuskan napas terakhir. Dan 4 bulan kemudian, Niel masih penasaran.

Niel gusar, "Coba kalau kamu yang mengalaminya. Bagaimana reaksimu?"

Aku tertawa, "Kamu kok nanya ke aku. Aku yang hanya bisa mempertahankan perkawinan selama 3 tahun. Kamu tahu Niel, aku bukan orang yang pemaaf jika merasa sudah optimal dalam membina hubungan. Jika aku tersakiti, aku akan pergi."

"Nah apalagi 20 tahun menikah, tiba-tba pasanganmu mengakui perselingkuhannya. Yang ada kan jadi mikir, salahku apa kok jadi begini," Niel makin mendesak.

"Tidakkah hal itu kau tanyakan pada Winda?"

"Ya dan dia hanya menangis sembari meminta maaf."

 "Aku tahu sampai detik ini mungkin belum timbul maafmu padanya. Namun saranku, maafkanlah. Aku tidak paham bagaimana 20 tahun pernikahan bisa dikhianati. Pasti ada sebabnya dan selain Winda jika kau mau bersabar serta teliti memeriksa masa lalu kalian pasti kau bisa menemukan penyebabnya.. Namun dengan kepergian abadinya sementara kau dan anak-anakmu masih harus menjalankan hidup yang pastinya masih panjang bagi mereka. Kau harus tegar demi mereka. Aku sih menyarankan lupakanlah masa lalu bersama Winda, dia Ibu dari 2 anakmu dan dia sudah pergi selamanya."

Niel terdiam lama, anak sulungnya melintas dengan sepedanya. Aku melambaikan tangan seraya mengingatkan,

"Tuh Angga lewat, ganteng banget ya. Jagain dia dan Puput (adiknya) agar mereka jadi anak-anak yang bahagia."

Niel tersenyum melihat anaknya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun