"Entahlah. Kita tunggu saja hingga tengah malam."
"Tubuhku sudah segar lagi. Kalian istirahatlah dulu, biar aku yang berjaga disini."
Si pemuda menemani malam yang gelap dan sunyi. Orang -- orang gunung tertidur pulas karena kelelahan sekaligus kekenyangan. Saat tengah malam tiba, kuburan yang awalnya gelap perlahan dipenuhi cahaya kuning kecil.
"Oh, inilah kunang -- kunang yang dimaksud bait puisi itu."
Saat ia senang melihat bintik -- bintik kunang itu, tiba -- tiba terdengar suara gaduh.
Terdengar suara ringkik kuda. Ia berlari ke pohon tempat kuda -- kuda itu ditambatkan. Tidak ada yang aneh. Lalu ia melihat ke tanah, ternyata ada makhluk kecil yang mendekati seekor kuda.
Hanya seekor lintah, pikirnya. Lalu ia menginjak lintah itu dan seketika lintah itu lenyap ke dalam tanah.
Namun saat ia kembali, ternyata sudah ada ribuan lintah disana. Gerombolan lintah itu bergerak bagai belut, mereka gesit dan lincah. Orang -- orang gunung yang sedang tertidur dibuat tak bisa bangun lagi.
Pasukan lintah itu mengeroyok orang -- orang gunung. Masuk ke dalam tubuh mereka dan menyedot jiwa mereka hingga mati. Si pemuda menyelamatkan dirinya, dan mengambil tombak serta tasnya.
Namun foto yang terjatuh dari tangan orang gunung menyita perhatiannya. Foto satu orang gunung, disampingnya ada wanita yang sedang hamil, dan lima anak yang masih kecil.
Ia mengambil foto itu sebelum berlari ke jalan setapak di tengah pemakaman. Sambil menggenggam foto itu, ia menerobos kunang -- kunang yang terus berkelap -- kelip, yang membuat dirinya terbawa masuk ke dunia asing yang tak pernah dilihatnya.