Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Harapan Orang Gunung

9 April 2021   06:23 Diperbarui: 9 April 2021   06:29 272 7
Si pemuda baru bangun tidur. Ia baru sadar kalau hari itu sudah senja. Matahari terbenam di barat, menyisakan remah -- remah cahaya kekuningan.

Tak jauh dari tempatnya beristirahat, tampak beberapa orang gunung yang menyalakan api unggun. Mereka berkumpul sambil menyantap sesuatu. Entah dari mana mereka dapat makanan itu, tapi tampaknya ketela itu membuat dirinya lapar juga.

Ia bergabung dengan mereka. Menyantap seonggok ketela empuk yang agak gosong tapi rasanya sungguh nikmat. Lalu ia melihat seseorang yang duduk di pinggir sebuah batu nisan.

Si pemuda mendekati orang gunung itu.

"Sudah berapa banyak orang gunung yang gugur?"

"Gugur karena apa?"

"Karena mencari air terjun itu."

"Entahlah. Kami mencari air suci itu waktu aku masih kecil. Kakekku juga ikut gugur saat mencarinya. Dan yang baru kita kubur ini, adalah teman ayahku waktu kecil. Ia membuntuti dua orang asing yang tahu tempat air itu berada."

"Dua orang asing?"

"Ya. Seperti yang kami bilang, banyak orang yang mencari air bertuah itu. Dan dua orang itu juga mencarinya. Namun karena mereka mampu menjelajah gunung ini dengan mudah, kami memutuskan untuk membuntutinya. Kami pikir dengan begitu, kami bisa ikut menemukan air terjun itu."

"Jadi teman ayahmu ini mengikuti mereka?"

"Ya. Dia mengajukan dirinya sendiri, dibantu oleh seorang temannya lagi. Namun ternyata perjuangannya terhenti sampai disini."

"Bagaimana dengan temannya?"

"Entahlah. Kami tidak tahu apakah dia masih membuntuti dua orang itu atau tidak. Kami belum mendengar kabar tentang dia."

Si orang gunung mengeluarkan secarik foto.

"Pencarian itu tidak mudah. Kalau kami juga gagal menemukan air itu. Hanya merekalah harapan kami."

Kata orang gunung sambil memperlihatkan foto keluarganya. Si pemuda melihat foto itu. Tampak dalam foto itu anak -- anaknya yang masih kecil, namun terlihat kekuatan orang gunung di tiap sorot matanya.

Lalu si pemuda menggenggam tanah kuburan yang masih basah.

"Berkat perjuangan kalian, tugas kita jadi lebih mudah. Dia gugur dengan pengorbanan yang tak sia -- sia."

"Ya. Sepertinya dia sudah berhasil memecahkan bait pertama puisi itu, sebelum meninggal kehabisan darah."

"Apakah kunang -- kunang itu akan muncul disini?"

"Entahlah. Kita tunggu saja hingga tengah malam."

"Tubuhku sudah segar lagi. Kalian istirahatlah dulu, biar aku yang berjaga disini."

Si pemuda menemani malam yang gelap dan sunyi. Orang -- orang gunung tertidur pulas karena kelelahan sekaligus kekenyangan. Saat tengah malam tiba, kuburan yang awalnya gelap perlahan dipenuhi cahaya kuning kecil.

"Oh, inilah kunang -- kunang yang dimaksud bait puisi itu."

Saat ia senang melihat bintik -- bintik kunang itu, tiba -- tiba terdengar suara gaduh.

Terdengar suara ringkik kuda. Ia berlari ke pohon tempat kuda -- kuda itu ditambatkan. Tidak ada yang aneh. Lalu ia melihat ke tanah, ternyata ada makhluk kecil yang mendekati seekor kuda.

Hanya seekor lintah, pikirnya. Lalu ia menginjak lintah itu dan seketika lintah itu lenyap ke dalam tanah.

Namun saat ia kembali, ternyata sudah ada ribuan lintah disana. Gerombolan lintah itu bergerak bagai belut, mereka gesit dan lincah. Orang -- orang gunung yang sedang tertidur dibuat tak bisa bangun lagi.

Pasukan lintah itu mengeroyok orang -- orang gunung. Masuk ke dalam tubuh mereka dan menyedot jiwa mereka hingga mati. Si pemuda menyelamatkan dirinya, dan mengambil tombak serta tasnya.

Namun foto yang terjatuh dari tangan orang gunung menyita perhatiannya. Foto satu orang gunung, disampingnya ada wanita yang sedang hamil, dan lima anak yang masih kecil.

Ia mengambil foto itu sebelum berlari ke jalan setapak di tengah pemakaman. Sambil menggenggam foto itu, ia menerobos kunang -- kunang yang terus berkelap -- kelip, yang membuat dirinya terbawa masuk ke dunia asing yang tak pernah dilihatnya.

Tamat

Cerita sebelumnya:
Si Pemuda dan Gadis Pujaannya

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun