Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Pemuda dan Gadis Pujaannya

5 April 2021   00:58 Diperbarui: 5 April 2021   01:17 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si pemuda dan gadis pujaannya. Sumber Ilustrasi: Pixabay

Si pemuda berjalan bersama si gadis. Mereka sampai di sebuah kebun luas. Lalu mereka memetik kacang yang berbuah lebat. Namun saat si gadis mengambil kacang dari tanah, ia perlahan memudar. Si pemuda berteriak dan mengejarnya, namun si gadis telah menghilang bagaikan asap.

Si pemuda terbangun. Ia melihat puluhan orang gunung sedang berisitirahat di depannya. Ia baru ingat, mereka ada di pemakaman itu untuk mencari air terjun bertuah.

"Tampaknya kau habis mimpi buruk." Kata salah satu orang gunung di sampingnya.

"Entahlah. Aku sekarang merasa kepayahan. Mungkin karena aku tak tidur berhari -- hari."

"Istirahatlah lagi. Sekarang masih siang. Nanti malam kita akan mencari kunang -- kunang itu."

Si pemuda ingin meneruskan tidur, tapi tak bisa.

"Mataku terpejam tapi pikiranku kemana -- mana." Kata si pemuda.

"Haha. Kau tidak sendiri. Kadang aku juga begitu."

"Kalau kau tak bisa tidur, biasanya apa yang kau lakukan?"

"Aku akan terus membuka kedua mataku."

"Lalu?"

"Entahlah, mungkin aku akan memperhatikan sekitar. Seperti melihat langit, ngobrol dengan orang lain, atau bermain dengan anak -- anak."

"Oh, jadi kau punya anak."

"Lima. Dan sekarang istriku sedang hamil yang keenam."

Si pemuda memperhatikan orang gunung itu. Pikirnya, usia orang itu tak jauh berbeda dengan dirinya. Mungkin selisih dua atau tiga tahun. Tapi dia sudah berkeluarga.

"Kalau kau bagaimana, apa kau bermain dengan anakmu saat tak bisa tidur?"

"Aku belum punya anak."

"Kenapa?"

"Karena aku tak punya istri."

Si orang gunung diam sebentar, lalu ia menepuk pundak pemuda sambil terkekeh.

"Kau.. bisa melawak juga."

"Tidak, aku serius."

Si orang gunung makin tergelak.

"Ya, ya. Mungkin saja begitu. Tapi aku tidak menertawakan itu."

"Maksudmu?"

"Di kampung kami, pemuda seperti kita sudah memiliki keturunan semua. Jadi nanti saat kami tua, ada yang meneruskan perjuangan kami menjaga gunung. Jadi aku bekerja siang dan malam, untuk anak -- anak itu."

"Sementara kau, aku lihat kau senang berpetualang dan membantu banyak kerajaan. Yang membuat aku heran, untuk siapa kau bekerja sekeras itu kalau bukan untuk anak -- anakmu?"

Si pemuda tak menjawab.

"Aku tahu. Kau hanya pura -- pura kan. Mungkin sebenarnya kau sudah punya istri dua dan belasan anak. Tapi kau menyembunyikannya. Benar, kan?"

"Darimana kau tahu?"

"Entahlah. Aku hanya merasa, seorang petualang sepertimu mudah menarik para wanita. Kupikir salah satu dari mereka ada yang mau berhubungan denganmu."

"Kau benar satu hal."

"Apa?"

"Aku seorang petualang."

"Dan sisanya?"

"Bahkan kalau itu benar, apa pengaruhnya untukmu?"

Si orang gunung makin tergelak.

"Caramu menjawab membuatku tambah yakin satu hal."

"Apa?"

"Kau ini.. selain jago berpetualang, juga jago melawak ya." Lalu si orang gunung meninggalkan pemuda sambil tertawa.

Sedangkan si pemuda, masih belum bisa tertidur, melihat ke arah gerombolan orang gunung itu. Beberapa dari mereka baru selesai mengubur satu orang gunung, yang telah memberi tahu petunjuk dimana air suci itu berada.

"Mereka ini.. ternyata tak se-buruk yang orang kira." Katanya dalam hati, lalu berterimakasih kepada alam karena telah menghadirkan mereka dalam hidupnya.

Lalu ia mengambil sebuah foto dari sakunya. Foto seorang gadis yang tadi masuk ke dalam mimpinya. Si pemuda menatap kedua matanya yang sayu, lalu berjanji kepada dirinya sendiri, "Setelah menemukan air terjun itu , kita akan bertemu. Tunggulah."

Tamat

Cerita sebelumnya:
Si Pemuda dan Selembar Foto Gadis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun