Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Mistis Pedesaan: "Lemah Geni"

2 Januari 2021   02:31 Diperbarui: 2 Januari 2021   02:36 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Legenda Lemah Geni. (Sumber Ilustrasi: Pixabay)

"Kau.. Benar -- benar ada!" Katanya setengah tergagap.

"Aku lapar! Aku lapar!" bayangan itu berteriak.

 "Pesta! Di bulan ada pesta! Lihatlah purnama itu, merah menyala seakan ada api unggun yang membakarnya!"

"Setiap purnama, aku kemari untuk mencari mangsa. Aku menunggu di jembatan ini karena dulu aku mati disini, dibakar oleh Lemah Geni sebelum aku. Sekarang tugasku mencari mangsa, agar aku terbebas dari kutukan ini! Dan kaulah yang menggantikanku untuk mencari mangsa selanjutnya. Hahah! Aku akan bebas!"

Bayangan api itu melihat tangannya sendiri, lalu perlahan -- lahan nyala apinya memudar.

"Tubuhku menyatu dengan pasir, tanah dan debu. Agar aku bisa masuk ke tubuh seseorang lalu membakarnya hidup -- hidup!"

Bayangan api itu menyusut perlahan, lalu mencoba memasuki tubuh sang kusir lewat hidungnya. Namun anehnya, api itu tidak bisa masuk. Sang kusir yang terus menutup hidungnya dengan sehelai kain pun sebenarnya sudah tak bisa berkutik. Tanpa sepengetahuannya, sehelai kain itu ternyata sudah diberi semacam air oleh sang pemilik penginapan. Jadi api itu tertolak saat mau merasuki tubuh orang itu.

"Cepat lari!" sergah sang penumpang sambil menyeret lengan si kusir.

Mereka berdua berlari sekencang -- kencangnya melewati hutan tadi, kembali menuju penginapan sebelumnya. Bayangan api terus mengejar di belakangnya. Membakar jalan setapak, menghanguskan pohon -- pohon dan menyinari kegelapan hutan itu menjadi merah menyala.

Namun langkahnya terhenti karena di ujung jalan itu, tampak si pemilik penginapan. Ia juga menutup hidungnya dengan kain. Dan ia sedang menuang sebotol air di atas tanah, membentuk garis pembatas yang melintang di tengah jalan. Saat si kusir dan si penumpang melewati garis air itu, Lemah Geni tak bisa mengejarnya dan hanya bisa menggeram sambil marah.

"Aku akan kembali. Ingat itu, kawanku." Ia pun berlalu, kembali ke arah jembatan tadi lalu terbang ke atas, menguap menuju bulan purnama yang semakin merah membara.
**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun