Hak Asasi Manusia (HAM) adalah bagian dari setiap manusia sejak lahir. Namun, sejauh apa siswa sekolah menengah memahami pentingnya menghormati hak tersebut?
Itulah pertanyaan awal yang mendorong kami, empat mahasiswa dari Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI), Program studi Sistem Informasi-Daulia Artika Samdani, Sahda Nabilah, Eugenia Inez dan Grace Simanungkalit-untuk turun langsung ke lapangan. Tepatnya di MTs At-Taqwa, sebuah sekolah menengah pertama yang terletak di kawasan Belendung, Tangerang.
Dari Ruang Kelas, Kami Belajar BersamaÂ
Tangerang, 22 Mei 2025  - Menjadi hari yang cukup bersejarah bagi kami dan adik-adik di MTs At-Taqwa. Di ruang kelas yang sederhana namun penuh semangat, kami menyampaikan materi tentang HAM dengan pendekatan yang jauh dari kata membosankan. Kami menghindari ceramah panjang, dan memilih metode yang lebih bersahabat seperti diskusi terbuka, permainan, kuis, dan simulasi kasus.
Kami tidak datang sebagai "guru", melainkan sebagai teman belajar. Kami ingin membangun pemahaman, bukan sekadar menyampaikan definisi.
"Kalau ada teman dihina karena beda agama, itu termasuk pelanggaran HAM enggak, Kak?" tanya seorang siswa.
Pertanyaan itu membuat kami tersenyum. Artinya, mereka mulai mengaitkan materi dengan realitas mereka sendiri.
Hasil Nyata dari Pendekatan Sederhana
Agar tidak hanya sekadar "masuk telinga kanan keluar telinga kiri", kami melakukan pre-test dan post-test sederhana. Hasilnya mengejutkan namun membahagiakan. Pemahaman siswa tentang HAM meningkat drastis.
Sebelum kegiatan, hanya 30% siswa yang tahu pengertian HAM. Setelah kegiatan, angka itu melonjak ke 90%. Kemampuan mereka mengidentifikasi pelanggaran HAM di sekolah pun meningkat, dari hanya 30% menjadi 80%.
Semua capaian ini bukan karena kami luar biasa. Justru kami belajar bahwa metode sederhana bisa berdampak besar---asal disampaikan dengan hati.