Telah terjadi pergeseran signifikan angka kelahiran anak di Jakarta saat ini, mengalami penurunan jumlah drastis dibandingkan wilayah lain di Indonesia dilihat dari jumlah rata-rata anak yang lahir dari perempuan usia subur atau masa reproduksi.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, TFR (total fertility rate) atau rata-rata jumlah anak dilahirkan perempuan usia subur (15-49 tahun) di Jakarta tahun 2020 hanya sebesar 1.75.
Mempergunakan rumus TFR, angka TFR lebih besar dari 2,1 sebagai indikator bahwa jumlah populasi akan stabil, sebaliknya jika angka TFR di bawah 2,1 maka jumlah populasi akan menyusut atau berkurang dari jumlah sebelumnya.
Angka TFR tahun 2020 Jakarta sebesar 1,75 merupakan angka terendah di Indonesia dibandingkan dengan wilayah lain di seluruh Indonesia. TFR ini lazim dipergunakan sebagai alat memprediksi pertumbuhan jumlah penduduk suatu wilayah.
Berarti berdasarkan data BPS menggambarkan TFS di Jakarta rendah sebagai salah satu indikator tengah terjadi pengurangan jumlah kelahiran anak di ibukota, karena menurut data BKKBN angka TFR Indonesia sebesar 2,14.
Fenomena ini menarik diperbincangkan karena Jakarta merupakan pusat pemerintahan, dan selalu dijadikan pola anutan bagi seluruh wilayah Indonesia. Sehingga wajar muncul pertanyaan, apakah penurunan jumlah kelahiran anak di Jakarta layak dijadikan barometer bahwa masyarakat Indonesia saat ini semakin enggan memiliki anak dalam jumlah besar?
Angka TFR Jakarta sebesar 1,75 dimaknai bahwa perempuan di Jakarta hanya melahirkan rata-rata 1 anak. Daerah lain nilai TFR-nya 2 berarti di sana rata-rata melahirkan anak 2.
Menurunnya angka kelahiran anak di Jakarta tidak bisa dipatok dalam satu defenisi bahwa perempuan berusia subur di Jakarta tengah menganut trend enggan memiliki anak, atau membatasi jumlah anak dilahirkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadi penguranan jumlah anak yang lahir, misalnya pengaruh faktor sosial, ekonomi atau tingkat pendapatan, Tingkat pendidikan dan kemudahan terhadap akses layanan kesehatan.
Sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis, perempuan di Jakarta memiliki persentase tinggi memiliki pendidikan, sehingga usia memasuki jenjang pernikahan lebih sering dilakukan pada usia matang. Misalnya di atas usia 30 tahun, dan perempuan di Jakarta juga cenderung mengutamakan karir dahulu sebelum memikirkan perkawinan, termasuk untuk mengutamakan kemapanan secara finansial.
Bagi perempuan yang berpendidikan di Jakarta juga memiliki akses sangat terbuka terhadap pelayanan kesehatan untuk merencanakan kelahiran anak, baik untuk membatasi jumlah anak maupun untuk mempergunakan kontrasepsi.