Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengelola Sindrom FOMO Dampak Media Sosial demi Kesehatan Mental

2 Maret 2024   22:59 Diperbarui: 2 Maret 2024   23:01 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.Com

Trend kemajuan teknologi informasi khususnya perkembangan media sosial layak disyukuri karena sangat membantu kehidupan umat manusia. Berkat kehadiran teknologi internet yang melaju kencang memberi kemudahan bagi umat manusia, sehingga banyak pekerjaan dapat dilakukan secara online, seperti baca berita, interaksi sosial, belanja dan proses belajar mengajar.

Khususnya kemajuan media sosial berdampak positif untuk memudahkan interaksi sosial bagi setiap orang tanpa dibatasi jarak geografis, memperluas pergaulan, penyebaran informasi dapat berlangsung dengan cepat dan biaya komunikasi semakin murah.

Namun dibalik rasa syukur atas kemajuan teknologi informasi, khususnya media sosial, ternyata ada juga efek sampingnya yang dapat menimbulkan penyakit patologi sosial, atau gejala-gejala sosial yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial, terutama oleh media sosial itu sendiri yang menimbulkan penderitaan dan penyakit.

Tingginya interaksi lewat media sosial, dan banyaknya informasi yang diterima dari media sosial ternyata dapat menimbulkan Sindrom berupa penyakit psikis "Fear Of Missing Out" (FOMO), atau "Ketakutan Ketinggalan Momen",  yang berarti suatu kondisi dimana seseorang merasa takut,  kuatir dan cemas tertinggal informasi, trend, gaya hidup atau aktivitas yang trending maupun booming dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Sederhanya FOMO merupakan fenomena psikologis "Perasan Takut Tertinggal" gaya hidup yang sedang trend. FOMO merupakan salah satu istilah yang pertama sekali dipopulerkan Dr, Andrew K Przybylski (2013), yang mengatakan FOMO adalah sebuah sindrom atau fenomena dimana seseorang percaya bahwa semua momen berharga yang terjadi pada dirinya tidak boleh dilewatkan. Hal ini menyebabkan seseorang akan merasa resah dan kuatir apabila merasa tidak bisa mengikuti apa yang dilihatnya.

Orang yang FOMO akan terus menerus merasa harus tetap terlibat dalam segala hal agar tidak tertinggal oleh momen, tidak hanya terbatas dalam konteks media sosial, tetapi berkaitan juga terhadap pendidikan, pekerjaan dan hobby.

Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang terkena sindrom FOMO adalah interaksi yang sangat intensif di media sosial.  Karena lewat media sosial seseorang selalu memperoleh berita terbaru, trend kehidupan yang baru maupun trend kehidupan modern terbaru. Semua tindakan dan gaya hidup orang dapat dilihat di media sosial baik berbentuk narasi, gambar maupun video sehingga jadi informasi yang sangat mudah nancap di pemikiran seseorang untuk dijadikan role model yang mesti diikuti, bahkan merasa cemas dan takut jika tertinggal trend itu.

Kondisi ini kerap menimpa generasi muda yang sangat aktif di sosial media. Tetapi akhir-akhir ini fenomena ini justru menjalar menimpa semua kalangan tanpa melihat kelas sosial, usia dan jabatan.

FOMO terjadi umumnya terhadap orang yang mempergunakan media sosial secara berlebihan, dan berharap lewat media sosial dapat melihat trend kehidupan, serta berharap dapat melihat apa yang sedang terjadi dalam kehidupan orang lain, dan tidak rela melewatkan momen yang sedang populer. 

Padahal dunia maya itu bukanlah merupakan dunia yang sebenarnya, bahkan bisa mengecoh kehidupan seseorang. Karena sering melihat atau menonton gaya hidup orang lain lewat media sosial maka seseorang terpicu membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain, bahkan ingin melakukan apa yang sedang dilakukan oleh orang lain, dan akan meras cemas dan stress apabila tidak bisa mengikuti gaya hidup orang lain. 

FOMO juga dapat menyebabkan gangguan tidur, kecemasan yang berlebihan dan menyebabkan depresi, karena seseorang merasa takut dikucilkan dan ditolak dari pergaulan sosial. 

Hal ini mempengaruhi harga diri seseorang dan merasa lebih rendah status sosialnya dibandingkan orang lain, sehingga merasa tidak puas terhadap dirinya sendiri dan menganggap orang lain lebih berbahagia dibandingkan dirinya sendiri.

Sudah barang tentu FOMO sangat signifikan mempengaruhi kesehatan mental seseorang.  Oleh karena itu perlu belajar tentang FOMO dan belajar bagaimana mengelola FOMO dengan tepat.

FOMO merupakan hal wajar terjadi terhadap diri seseorang akibat banyaknya asupan informasi yang diterima lewat media sosial. Informasi yang diterima tersebut akan mempengaruhi kerangka berpikir seseorang dan menjadi alternatif pilihan mengikuti trend yang sedang terjadi. Sebaiknya memang setiap orang mampu mengikuti perkembangan zaman namun dalam realitanya yang sering terjadi adalah realita kehidupan bertolak belakang dengan ekspektasi. Bahkan kemampuan seseorang adakalanya berjalan lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan trend kemajuan teknologi dan informasi sehingga menimbulkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Untuk menjaga kesehatan mental, khususnya agar mampu mengelola dan mengendalikan FOMO dengan baik, maka setiap orang dituntut untuk mampu memprioritaskan hal-hal penting dalam kehidupan (Mempergunakan Skala Prioritas), dan tidak selamanya kita harus ikut trend jika pada dasarnya belum mampu untuk merealisasikannya.

Kemudian perlu diingat, bahwa keseringan membandingkan diri dengan orang lain tidak baik untuk kesehatan mental, karena dapat menyebabkan seseorang merasa dirinya merasa rendah, dan merasa orang lain lebih bahagia dibandingkan dirinya sendiri. Kebiasaan buruk seperti ini sangat merugikan kesehatan mental seseorang karena dapat menyebabkan seseorang itu Insecure.

Selain dibutuhkan kemampuan pengendalian diri agar kesehatan mental tetap terjaga, hal penting yang perlu dilakukan agar terhindar dari dampak FOMO adalah perilaku lebih bijak mempergunakan media sosial. Memang seiring dengan perkembangan zaman kemajuan teknologi media sosial tidak dapat kita hindari, tetapi bukan berarti kita harus merelakan diri kita jadi budak media sosial, tidak bisa lepas dari media sosial, dan yang terpenting apa yang dilihat dalam media sosial tidak harus di- Copy Paste jadi gaya hidup kita sendiri, tetapi pilah mana yang baik dan buruk lewat filter diri sendiri.

Jangan memaksakan diri terhadap suatu hal diluar diri sendiri, karena hal itu akan menyiksa diri. Apapun namanya yang dilakukan dengan memaksakan diri tidak ada baiknya, bahkan hal itu sama halnya dengan pemerkosaa, oleh karena itu jangan memperkosa diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun