Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apakah WTO Akan Delegitimasi Kemandirian Ekonomi Indonesia

20 Februari 2023   13:18 Diperbarui: 21 Februari 2023   19:38 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : mengejar.id

Kebijakan Hilirisasi Industri dan larangan ekspor Nikel oleh pemerintah Indonesia mendapat gugatan di WTO (World Trade Organization) dari UE (Uni Eropa).

Bulan Desember 2022, UE menggugat Indonesia ke WTO karena pemerintah Indonesia melarang ekspor biji nikel.

Pihak Indonesia dalam hal itu mengalami kekalahan, karena kebijakan larangan nikel tersebut dianggap tidak sesuai dengan prinsip perdagangan sesuai ketetapan WTO.

WTO berpendapat larangan ekspor bahan mentah (raw material) oleh suatu negara hanya diijinkan bila Industri Hilir di Negara tersebut sudah matang dan berkembang maju. Sementara industri Nikel menjadi Besi di Indonesia dianggap belum meningkat.

Atas kekalahan tersebut Pemerintah Indonesia kemudian melakukan perlawanan atau banding pada bulan Desember 2022, tetapi panel banding oleh WTO diperkirakan baru bisa berlangsung di tahun 2024 karena badan banding (Appellate Body) WTO mengalami kekosongan Hakim Uji.

Bahkan Amerika disinyalir melakukan blokade dan menuntut agar dilakukan reformasi besar-besaran di WTO.  Sebelum reformasi dilakukan Amerika tidak akan memberikan persetujuan Panel Banding.

Kekalahan Indonesia dalam sengketa di WTO menjadi sebuah gambaran kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kemandirian ekonomi nasional mendapat hambatan di tingkat internasional atau global, terutama dari organisasi perdagangan dunia.

Fenomena itu tidak ubahnya bagaikan bentuk penjajahan gaya baru, bukan menguasai negara lain lewat penjajahan secara langsung seperti era imperialisme, tapi saat ini melakukan intervensi lewat kebijakan organisasi internasional.

Ironisnya organisasi-organisasi internasional itu dikuasai oleh negara-negara besar, dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan organisasi tersebut sesuai dengan kepentingan mereka.

Kekalahan Indonesia dalam sengketa larangan ekspor nikel tidak bisa dipungkiri sebagai bentuk campur tangan negara-negara besar terhadap kebijakan domestik Indonesia, dan merupakan bentuk intervensi dan penjajahan gaya baru oleh negara lain ke Indonesia.

Karena kebijakan Indonesia melakukan larangan ekspor biji nikel merupakan program pembangunan ekonomi nasional yang berorientasi kepada hilirisasi industri Minerba dan gas sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional dan PDB, serta mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia.

Kemandirian ekonomi nasional tersebut sesuai dengan Pasal 33 UUD 1045 yang  mengatakan "Sumber daya alam digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat".

Serta sesuai dengan cita-cita the founding father bangsa Indonesia yang sejak awal kemerdekaan Indonesia  ingin berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan (TRISAKTI)

Kemandirian ekonomi itu ingin direalisasikan pemerintahan Presiden Joko Widodo lewat kebijakan hilirisasi industri, khususnya hilirisasi minerba dan gas, dan tidak menjual bahan mentah atau raw material sebagaimana sebelumnya.

Dengan hilirisasi industri tersebut diharapkan akan memberi nilai tambah dan sumber pendapatan bagi perekonomian nasional, PDB dan APBN, serta sebagai upaya mewujudkan kemandirian perekonomian Indonesia.

Dengan hilirisasi diharapkan pada tahun 2045 Gross Domestic Bruto (GDB) mencapai 9 hingga 11 triliun US dolar, dan pendapatan perkapita mencapai 21.000 hingga 29.000 dollar US.

Kalkulasinya, jika Indonesia tidak ekspor raw material tetapi di olah di dalam negeri maka nilai jual produk tersebut mengalami peningkatan sangat signifikan. Contohnya, jika nikel diolah jadi feronikel maka nilai tambahnya jadi 14 kali lipat,  jika nikel diolah jadi billet stainless stell maka nilai tambahnya jadi 19 kali lipat.

Oleh karena itu pemerintahan Joko Widodo akan berupaya untuk merealisasikan hilirisasi industri, bahkan jika sebelumnya melakukan larangan ekspor nikel, maka selanjutnya berencana melakukan larangan ekspor bauksit.

Hilirisasi minerba dan gas tersebut diharapakan sebagai kebijakan yang mampu meningkatkan Indonesia sebagai negara maju memiliki perekonomian besar, dan menjadi salah satu negara perekonomian terbesar di dunia, dan diprediksi jadi negara besar ke-3 terbesar di dunia.

Oleh karena itu hambatan perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara besar, khususnya Uni Eropah mengingatkan kita ke sejarah masa lalu saat dijajah Belanda.

Maka sudah tibalah saatnya Bangsa Indonesia menunjukkan eksistensinya dengan mandiri secara politik, serta berdiri di atas kaki sendiri secara ekonomi, salah satu caranya lewat menjadikan hilirisasi industri  sebagai program andalan, serta berupaya memenangkan perselisihan perdagangan di WTO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun