Apakah Jumlah Partai Banyak Jadi Indikator Kebebasan Berpolitik?

Secara geografi dan demografi Indonesia sangat luas dan plural, sehingga butuh sumber daya yang lumayan besar untuk melakukan konsolidasi dan mendirikan cabang partai politik di seluruh wilayah Indonesia. 

Selain butuh perjuangan dan pengorbanan besar untuk menjadi partai politik yang memiliki organisasi ke seluruh wilayah Indonesia, partai politik juga dituntut agar tidak menjadi partai politik musiman, yaitu hanya memiliki aktivitas menjelang event pemilihan umum. Dan partai politik jangan bagaikan mati suri ketika sudah usai pemilihan umum.

Partai politik tidak bisa bagaikan menara gading, hanya nampak di permukaan para elit politiknya, sementara partainya tidak mengakar di tengah masyarakat karena minimnya proses konsolidasi, kaderisasi dan tidak memiliki basis massa. 

Oleh karena itu partai politik itu harus memiliki manajemen yang baik, memiliki program yang selaras dengan azas perjuangan partai, dan tentu memiliki visi dan misi yang harus senantiasa diaktualisasikan.

Yang paling penting jika ingin eksis dan memperoleh elektabilitas maka partai politik harus memiliki basis massa yang jelas dan terkelola dengan baik, sehingga kehadiran partai politik itu benar-benar dirasakan oleh masyarakat, serta partai politik harus terasa ada di tengah-tengah masyarakat melalui keberadaan anggota maupun pengurus partai politik di tengah masyarakat itu sendiri.

Harus jujur diakui hal itu bukan merupakan pekerjaan yang gampang dilakukan mengingat begitu luasnya wilayah Indonesia, dan begitu pluralnya masyarakat Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan kalkulasi yang matang untuk mendirikan sebuah partai politik jika tidak ingin partai politik yang didirikan itu hanya sekadar "cheerleader" pemilihan umum.

Peningkatan kualitas partai politik sangat dibutuhkan karena berkaitan dengan peningkatan kualitas pemilihan umum. 

Pelaksanaan pemilihan umum yang tidak berkualitas justru mendegradasi makna sesungguhnya lahirnya era reformasi yang pada esensinya adalah menggantikan sistem pemilihan umum sebelumnya yang selalu dilaksanakan dengan mengutamakan prosedural belaka, dan dilaksankan hanya untuk melanggengkan kepentingan penguasa saat itu tanpa memperdulikan kualitas pemilu yang sesuai dengan sistem demokrasi sesungguhnya.