Mohon tunggu...
Dasep Bayu Ahyar
Dasep Bayu Ahyar Mohon Tunggu... Seorang Dosen, Peneliti, dan Penulis dalam bidang Kajian Pendidikan Islam, Tafsir, Pendidikan Bahasa dan kebahasaaraban

Seorang Dosen, Peneliti, dan Penulis dalam bidang Kajian Pendidikan Islam, Tafsir, Pendidikan Bahasa dan kebahasaaraban

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) dan Ekoteologi: Jalan Baru Pendidikan Bahasa Arab

22 Agustus 2025   11:30 Diperbarui: 22 Agustus 2025   10:44 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kementerian Agama RI baru-baru ini menggagas paradigma baru dalam pendidikan Agama, salah satunya adalah Kurikulum Berbasis Cinta dan Ekoteologi. Kurikulum berbasis cinta berangkat dari kesadaran bahwa inti ajaran agama adalah menebarkan kasih sayang, sebagaimana Islam menegaskan prinsip rahmatan lil ‘alamin. Sementara itu, pendekatan ekoteologi menekankan relasi harmonis antara manusia dengan alam, di mana keberagamaan tidak boleh berhenti pada ritus formal, tetapi harus diwujudkan dalam kepedulian ekologis.

Jika ditinjau dari aspek filosofis, kurikulum berbasis cinta meneguhkan hakikat pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia. Cinta dalam konteks ini bukan sekadar emosi, melainkan energi spiritual yang mendorong terciptanya kedamaian, solidaritas, dan penghargaan terhadap perbedaan. Sementara itu, ekoteologi mengingatkan bahwa bumi adalah amanah yang harus dijaga. Dalam perspektif Islam, Al-Qur’an berulang kali menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi seringkali terjadi akibat ulah tangan manusia (QS. Ar-Rum  [30]: 41). Oleh karena itu, pendidikan yang mengintegrasikan nilai cinta dan ekoteologi akan membentuk generasi yang tidak hanya beriman, tetapi juga berkomitmen pada kelestarian lingkungan dan keadilan sosial. Inilah landasan etis yang hendak dibangun oleh Kementerian Agama melalui desain kurikulum ini.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana kurikulum berbasis cinta (KBC) dan ekoteologi dapat diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Arab? Pembelajaran bahasa Arab selama ini sering dipersepsikan kaku, karena fokus pada tata bahasa (nahwu-sharaf), hafalan kosa kata, dan terjemahan teks. Padahal, bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an yang sarat dengan nilai cinta, kasih sayang, dan kesadaran ekologis. Implementasi kurikulum ini menuntut pergeseran pendekatan, dari pembelajaran yang berorientasi tekstual semata menuju pembelajaran kontekstual yang menanamkan nilai. Misalnya, guru tidak hanya mengajarkan struktur gramatikal, tetapi juga menyajikan teks-teks Arab yang memuat pesan-pesan cinta kasih, kepedulian sosial, serta tanggung jawab ekologis.

Secara praktis, implementasi kurikulum berbasis cinta (KBC) dapat dilakukan dengan menyusun bahan ajar bahasa Arab yang menekankan pada tema-tema kasih sayang, empati, dan toleransi. Misalnya, siswa dilatih untuk membaca teks Arab klasik maupun kontemporer yang berbicara tentang ukhuwah insaniyah, penghormatan terhadap sesama, dan pentingnya hidup damai. Dalam latihan percakapan (muhadatsah), siswa dapat diarahkan untuk menggunakan ungkapan-ungkapan yang mengandung muatan afektif, seperti ucapan salam, doa, atau kata-kata motivatif. Dengan cara ini, pembelajaran bahasa Arab bukan sekadar transfer bahasa, tetapi juga transformasi nilai cinta. Sehingga peserta didik terbiasa mengekspresikan cinta dalam kehidupan sehari-hari melalui bahasa yang mereka pelajari.

Sementara itu, penerapan pendekatan ekoteologi dapat diwujudkan dengan mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam materi pembelajaran bahasa Arab. Guru dapat menghadirkan teks bacaan tentang pentingnya menjaga alam, kebersihan, serta ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang penciptaan langit, bumi, hewan, dan tumbuhan. Diskusi kelas dapat diarahkan pada bagaimana bahasa Arab mengungkapkan makna keindahan dan keteraturan kosmos, misalnya melalui kata-kata seperti samawat, ardh, jannah, dan anhar. Dalam tugas menulis, siswa dapat diminta membuat esai singkat dalam bahasa Arab tentang pentingnya mengurangi sampah plastik atau menjaga kelestarian air.

Pembelajaran bahasa Arab berbasis cinta dan ekoteologi juga dapat dikembangkan melalui pendekatan proyek (project-based learning). Misalnya, siswa diminta membuat kampanye lingkungan menggunakan bahasa Arab, seperti poster, video singkat, atau pidato tentang pentingnya menjaga bumi. Aktivitas ini bukan hanya mengasah keterampilan berbahasa, tetapi juga melatih kreativitas, kerja sama, dan kepedulian ekologis. Selain itu, kegiatan halaqah atau diskusi dalam bahasa Arab tentang tema cinta kasih sesama manusia atau pelestarian alam akan membantu siswa menghubungkan bahasa dengan nilai-nilai kehidupan nyata. Hal ini sejalan dengan konsep life skills education yang ditekankan dalam paradigma kurikulum modern.

Kurikulum berbasis cinta dan ekoteologi yang digagas Kementerian Agama dapat menjadi paradigma baru dalam pembelajaran bahasa Arab. Bahasa Arab tidak lagi diposisikan hanya sebagai keterampilan akademik, melainkan juga sebagai sarana pembentukan karakter dan kesadaran ekologis. Melalui pendekatan ini, siswa diharapkan tumbuh menjadi generasi yang cerdas, penuh kasih, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Pendidikan bahasa Arab yang terintegrasi dengan nilai cinta dan ekoteologi akan memperkuat peran sekolah dan madrasah sebagai ruang pembentukan insan yang berakhlak mulia sekaligus berwawasan ekologis. Inilah bentuk nyata bahwa pendidikan agama, termasuk bahasa Arab, mampu memberikan kontribusi strategis dalam menghadapi tantangan krisis moral dan krisis lingkungan di abad 21.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun