4. Â Banjar dikatakan 'Salapik sakaguringan, sabantal sakalang gulu' satu tikar tempat tidur, satu bantal penyangga leher. Kiasan ini bermakna hubungan yang erat antar elemen masyarakat. Saling setia dan saling mendukung satu sama lain.
5. Minahasa  'Si tou timou tumou tou'. Manusia hidup untuk menghidupi orang lain.
6. Minang: Tuah Sakato, yang dimaksuda bahwa dalam kesepakatan berdasar musyawarah terdapat tuah kebermanfaatan.
Rangkaian pidato itu sendiri diahiri dengan ungkapan dalam budaya Melayu/Jakarta melalui dua bait pantun :
Bekerja giat di Kali Anyar
Mencuci mata di Kampung Rawa
Luruskan niat teguhkan ikhtiar
Bangun Jakarta bahagiakan warganya
Cuaca hangat di Ciracas
Tidur pulas di Pondok Indah
Mari berkeringat bekerja keras
Tulus ikhlas tunaikan amanah
Membaca uraian di atas, penulis menilai bahwa pidato Pelantikan Anies Baswedan berusaha untuk membumikan pancasila, bhineka tunggal ika, gotong royong, yang sesuai nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, bukan hanya masyarakat Betawi, tetapi dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Hal ini penulis pahami karena Gubernur Anies Baswedan sangat memahami karakteristik sebagai Ibu Kota NKRI yang didalamnya hidup beragam suku bangsa. Namun Anies Basweda juga menyadari bahwa bagaimanapun Jakarta dibangn oleh Fatahilah tidak lepas dari spirit keagamaannya, nilai-nilai berketuhanan cap yang dilontarkan oleh kelompok yang mengecam pidato Anies Baswedan melalui sosial media yang menyatakan Anies sebagai "Gubernur X" (kelompok tertententu).Â
Sangat tidak logis seorang gubernur yang berupaya merangkul semua golongan masyarakat Jakarta dipolisikan dengan tuntutan rasialis, menyebar SARA dll. Kutu di kepala kalian pun kagak bakalan percaya, iya belih Son ?Â