Mohon tunggu...
darwinarya
darwinarya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer Specialized Hotels and Resorts

Travel Enthusiast. Hospitality Photography Junkie

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Respek Saya terhadap Hutan Mangrove

17 Maret 2017   19:15 Diperbarui: 18 Maret 2017   22:00 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Setapak Hutan Mangrove Bali / dap

Dari sebuah video singkat, pandangan saya terhadap hutan mangrove melejit tajam. Selain dapat menangkal gelombang laut dahsyat, bila dikelola secara baik, hutan mangrove bisa menarik hati para wisatawan.

Video itu berjudul, "Mangrove, How They Protect Us From Tsunami". Bisa di search pada YouTube. Selama ini belum pernah saya melihat secara langsung efek kehebatannya. Dari video itu lah saya baru 'ngeh'. Pantas saja di kawasan Tol Bali Mandara hingga Nusa Dua, banyak sekali tanaman mangrove-nya.

Dengan semangat '45, saya berkunjung ke Hutan Mangrove Bali di jalan Bypass Ngurah Rai Km21, Suwung Kauh, Pemogan, Bali, Rabu (15/3). Berangkat siang hari karena asumsi saya, namanya hutan pasti teduh. Setidaknya kepala tidak tersengat langsung sinar matahari. Banyak pepohonan yang menjulang tinggi.

Papan Peringatan Untuk Mengurangi Laju Kendaraan / dap
Papan Peringatan Untuk Mengurangi Laju Kendaraan / dap
Tak berselang lama, keluar dari jalan utama, suasana sekeliling berubah 180 derajat. Suara hiruk-pikuk kendaraan tak begitu terdengar. Terdapat papan peringatan di sebelah kanan. Dihimbau untuk mengurangi laju kendaraan. Banyak biawak melintas.

Ada dua posko di sana. Satu penjualan tiket dan satu lagi pemeriksaan tiket. Jaraknya tak begitu jauh. Kurang lebih terpaut sepuluh langkah saja. Wisatawan domestik dewasa dikenakan biaya Rp 10 ribu / orang.

Salah Satu Pohon Mangrove. Akar-akarnya Mencengkram Bumi Kuat / dap
Salah Satu Pohon Mangrove. Akar-akarnya Mencengkram Bumi Kuat / dap
"Berapa luas hutan ini, Pak?" tanya saya kepada petugas pemeriksaan tiket masuk.

"Sekitar 700 hektar, Mas" jawabnya singkat sembari merobek tiket yang saya serahkan.

Sewaktu petugas itu merobek tiket, dengan gayanya seperti merobek kertas contekan jaman SMA, saya termangu. Lha kok dirobek semua? Belum juga tiket itu saya foto. Disobek dikit bagian pinggirnya atau distempel kek, kan lumayan dibawa pulang buat kenang-kenangan. Tapi ya sudah lah. Tak apa.

700 hektar itu luas banget lho. Kalau datang jam segitu, kapan selesainya? Apa enggak kesorean? Kata saya dalam hati.

Jalan Setapak Panjang Masuk Jauh ke Dalam, Bagai Memasuki 'Lorong Waktu' / dap
Jalan Setapak Panjang Masuk Jauh ke Dalam, Bagai Memasuki 'Lorong Waktu' / dap
Saya melangkahkan kaki di atas jalan setapak berbahan kayu. Memulai petualangan. Sesekali kayu itu berderit ketika saya menginjaknya. Yang namanya kayu, suatu saat pasti akan lapuk. Di bawah kayu mengalir air keruh berwarna cokelat. Entah air sungai atau laut. Saya pun tak tau kedalamannya seberapa. Aliran airnya saya rasa cukup deras. Bisa dilihat dari kecepatan gerak ranting patah berukuran kecil yang hanyut terbawa arus.

Mari lupakan soal jalan setapak berbahan kayu itu. Sekarang kita fokus ke pemandangan yang terhampar di depan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun