Mohon tunggu...
darwinarya
darwinarya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer Specialized Hotels and Resorts

Travel Enthusiast. Hospitality Photography Junkie

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyusuri Air Terjun "Dunia Narnia"

7 Juni 2017   21:14 Diperbarui: 12 Juni 2017   13:31 2495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita Harus 'Nyempil' di Bebatuan Itu Untuk Dapat Melanjutkan Perjalanan / dap

Saya Termangu Akan Keindahan Alamnya / dap
Saya Termangu Akan Keindahan Alamnya / dap
Jalur terpecah menjadi dua, kanan dan kiri. Sebelah kiri adalah lembah. Panjang sekali jalurnya. Entah sampai mana. Saya tidak berusaha mencari tau lantaran keterbatasan waktu.

Lorong Lembah yang Panjang. Entah Menuju ke Mana / dap
Lorong Lembah yang Panjang. Entah Menuju ke Mana / dap
Kedua sisi tebingnya tertutup sempurna oleh tanaman rambat dan lumut. Tinggi lembah itu kurang lebih setara bangunan tingkat dua atau tiga. Bagian dasarnya merupakan jalur aliran air sungai yang jernih dan jinak. Tidak deras.

Tempat Sembahyang Umat Hindu yang Masuk Sedikit ke Dalam Gua / dap
Tempat Sembahyang Umat Hindu yang Masuk Sedikit ke Dalam Gua / dap
Di sebelah kiri itu juga ada tempat khusus sembahyang. Tempatnya masuk sedikit ke dalam gua. Tinggi gua sekitar 10 meter. Daerah sakral. Amat terasa daya magisnya. Wanita sedang 'berhalangan' dilarang masuk area itu.

Lorong Gua Menuju Air Terjun Tukad Cepung / dap
Lorong Gua Menuju Air Terjun Tukad Cepung / dap
Untuk menuju air terjun Tukad Cepung, kita ke kanan melalui aliran sungai. Ada lorong gua di sana. Langit-langitnya tinggi sekali. Teramat tinggi. Sampai mendongak saya melihat ujung atasnya. Permukaan gua itu memiliki tekstur rata bergurat.

Manusia berdiri di sana terlihat kecil. Tidak ada apa-apanya. Sekeliling alam bagai hidup. Punya nyawa. Menyaksikan segala gerak-gerik kita dari atas. Kesannya sudah seperti di film fantasi 'Narnia' saja. Setidaknya itu lah yang saya rasakan. Maka tak berlebihan di pos loket tadi, saya baca, ada salah satu poin aturan berkunjung, “DILARANG (KERAS) berkata kotor”. Melontarkan bahasa jorok, sumpah serapah atau misuh, juga termasuk dalam poin itu.

Halang Rintang Lain Berupa Bebatuan. Kita Harus 'menyusup' ke Celah Sempit Itu / dap
Halang Rintang Lain Berupa Bebatuan. Kita Harus 'menyusup' ke Celah Sempit Itu / dap
Usai melewati lorong gua, kita tiba di lembah (lagi). Bongkah bebatuan besar kembali menghadang. Lagi-lagi kita harus nyempil di celah sempit itu. Postur badan saya yang normal dan membawa tas ransel saja, terhimpit. Kedua bahu saya kudu dimajukan dan tangan agak ditekuk dulu biar bisa lewat.

Tiada Hentinya Saya Mangap-mangap Melongo Akan Keindahan Tempatnya / dap
Tiada Hentinya Saya Mangap-mangap Melongo Akan Keindahan Tempatnya / dap
Sinar matahari yang sedikit terhalang pepohonan di atas menghasilkan efek sorot cahaya yang cantik. Kalau kamu cukup berani, bebatuan besar itu bisa dinaiki. Untuk keperluan foto-foto. Tapi siapa pun yang naik ke batu itu harus waspada. Karena permukaannya sedikit tertutup lumut. Jangan sampai tergelincir. Karena tidak ada benda apapun yang bisa dipegang. Tingginya pun lumayan.

Batu Sebelah Kanan Paling Besar Itu Bisa Dinaiki Untuk Keperluan Foto-foto. Tapi Hati-hati Karena Ada Lumut. Permukaannya Licin / dap
Batu Sebelah Kanan Paling Besar Itu Bisa Dinaiki Untuk Keperluan Foto-foto. Tapi Hati-hati Karena Ada Lumut. Permukaannya Licin / dap
Setelah melewati bebatuan besar itu, ada lorong gua lagi. Di sana lah Air Terjun Tukad Cepung berada. Debit airnya jinak. Tidak bisa berenang di sana. Sekedar berbasah-basah ria saja. Kamu bisa berdiri di bawah air terjunnya persis. Berfoto ganteng dan secantik mungkin.

Selamat Datang di Air Terjun Tukad Cepung / dap
Selamat Datang di Air Terjun Tukad Cepung / dap
Saya betah berdiam diri di sana. Mengambil banyak foto serta mengamati perilaku para turis yang berdatangan. Baik asing maupun domestik. Komposisinya 90% bule, 10%  lokal.

Do you take time lapse?” tanya seorang cewek abegeh bule, membuyarkan lamunan saya. Wajahnya Asia namun berpostur tinggi-padat layaknya orang Eropa. Mungkin dia penasaran dengan saya. Ngapain berdiri lama, tripod dan kamera sudah siap, tapi tidak kunjung ambil foto.

No I am not taking time lapse. Just photos. I am waiting until that area clear from tourist,” kata saya menjelaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun